Rencana Pensi

1017 Kata
Syifa masih bersembunyi di belakang pilar ketika ketiga cewek itu berjalan lewat. Sontak saja Syifa merasa salah tingkah, tak tahu harus bagaimana untuk menutupi bahwa dirinya baru saja menguping. “Heh, ada temennya si cewek aneh!” ucap Tania dengan nada menyindir. Syifa berpura-pura sedang sibuk dengan tasnya, sementara Rere dan kedua temannya menatap dirinya dengan curiga. “Ngapain lo di sini?” selidik Rere penuh tuduhan. “Dia pasti nguping orbolan kita sama temennya tadi, Re. Biasalah, dia kan emang selalu suka ikut campur urusan orang lain. Apalagi kalau persoalan itu menyangkut Amaya.” “Lo mau jadi sok pahlawan lagi, Syifa? Lo pasti nggak terima kalau kita apa-apain dia kan? Lo mau belain dia?” Syifa berdiri diam, tak ingin terpancing oleh ucapan mereka. Biar saja mereka mengira dirinya ingin membela Amaya. “Emang dasar anak cupu! Sok-sokan banget mau belain Amaya. Padahal dirinya sendiri juga butuh dibelain.” Clara tertawa meledek. “Lo udah baikan lagi sama si cewek aneh itu?” selidik Rere. “Bukannya kalian udah pisahan selama ini?” “Kayaknya sih mereka udah baikan lagi deh, melihat dari gelagatnya.” Rere dan geng terus membicarakan Syifa seakan dirinya tak ada di sana. Dengan rasa sakit hati, Syifa berusaha menahan diri agar tidak perlu meladeni ucapan mereka yang kasar. “Jadi, selama gue nggak masuk beberapa hari ini kalia berdua udah balik lagi?” ucap Rere dengan nada menghina. “Bukan urusan kamu, Re,” bantah Syifa dengan nada ketus. “Eh, udah berani aja lo sama gue. Mau ditendang keluar dari sini?” ancam Rere seperti biasa. Syifa menghela napas panjang, muak dengan tingkah ketiga cewek itu. “Udah, Re. Mending kita ke kantin aja sekarang. Sekalian kita mampir ke ruang OSIS kalau bisa, ngelihat si Angga.” “Oke, kali ini lo bisa lolos dengah mudah, Syifa. Tapi ingat, lain kali gue akan bikin perhitungan sama elo!” ucap Rere seraya beranjak pergi diikuti oleh kedua temannya yang setia. Syifa menatap kepergian mereka dengan ekor matanya. Samar-samar dia masih bisa mendengar pembicaraan mereka bertiga. “Gue kangen deh sama Angga. Rasanya udah kayak setahun aja nggak ketemu dia,” ucap Clara dengan nada antusias. “Hush, Angga itu punya Rere. Lo jangan berani nikung!” kata Tania memperingatkan. “Gue cuma bercanda doang kok, lagian siapa sih yang mau jadi saingannya Rere?” sahut Clara seketika. Syifa merasakan ada yang perih di dadanya. Sebagai gadis yang juga menaruh rasa pada Angga, mendengar ucapan tadi jelas membuktikan bahwa dirinya juga bisa merasa cemburu. Tapi apalah daya, sosok cowok populer seperti Angga pastinya bisa menggaet cewek manapun dengan mudah. Bukan hanya Syifa, bahkan Rere dan geng pun menyukainya. Wajar saja. “Ah, apa-apaan sih aku! Sadar dong, Syifa, kamu tuh nggak layak untuk memimpikan seorang seperti Angga,” gumamnya sendiri. Dengan kecewa, dia berbalik dan melangkah menuju ke ruang kelasnya. *** “Udah denger belum, soal pensi bulan depan?” ucap seseorang di dekat meja kantin tempat duduk Syifa. Seperti biasa, gadis itu sedang makan siang seorang diri. Menyantap bekal yang sudah disiapkan oleh sang ayah dari rumah. Selagi menyendok makanan, telinganya bekerja mencuri dengar pembicaraan gadis-gadis di meja seberang. “Pasti bakal rame dan seru kayak tahun lalu. Apalagi penyelenggaranya dipimpin oleh Angga. Gue jadi nggak sabar,” sahut teman si gadis itu. Syifa mengerjap. Mendengar nama Angga, si cowok populer yang banyak dibicarakan orang selalu saja bisa membuat dadanya berdegup tak karuan. “Lo udah tahu kan, pensi kali ini bakal banyak yang ikutan. Apalagi dengan adanya si Angga itu. Wah, bakal makin rame nih peminatnya.” “Jelas lah, Angga kan emang menarik banget. Wajar aja kalau semua cewek di sekolah ini bisa kepincut sama dia. Termasuk Rere dan geng.” “Gue penasaran, kalau nanti ada acara couple lagi, siapa ya yang bakal jadi pasangan si Angga?” “Semoga bukan Rere aja. Berat saingan sama dia soalnya.” Syifa berhenti memasukkan makanan ke dalam mulutnya. Mendadak saja selera makannya lenyap seketika. Membayangkan Rere dan Angga menjadi pasangan, sudah tentu membuat perasaan Syifa memburuk. Dia tak akan sanggup menyaksikan Rere berbahagia menjadi pasangan Angga. Tetapi, apa boleh buat, jika itu yang terjadi maka dia pun tak akan bisa berbuat sesuatu. Lagipula acara pensi ini masih berupa rencana, masih belum fix dijadwalkan. Syifa sendiri sudah mendengar rumor soal pensi beberapa saat yang lalu. Baru rumor saja, karena panitia OSIS masih sibuk dengan kegiatan lain sehingga belum sempat menyusun acara pensi. Angga sebagai anggota sekaligus ketua OSIS tentu sangat sibuk belakangan ini. Syifa sungguh berharap, jika acara pensi diadakan, maka Angga tidak akan berpasangan dengan Rere. Itu akan menjadi sebuah bom untuk Syifa. Dia tak ingin hal itu terjadi. Usai makan siang seadanya, Syifa lekas kembali ke kelas. Semakin banyak anak yang menggumamkan soal pensi dengan teman-temannya. Rupanya acara tahunan itu sungguh dinantikan oleh semua orang. Syifa duduk di tempatnya sambil melamun, membayangkan jika dirinya diajak pergi ke acara itu oleh Angga. Alangkah bahagianya! “Ini untukmu,” ucap Amaya tiba-tiba. Suara datar gadis itu membuat Syifa kaget. Lamunannya yang indah pun buyar seketika. “Apa ini?” ucapnya seraya menoleh ke belakang. Amaya hanya balas menatapnya dengan sorot mata misterius. Syifa mengernyitkan dahi, tak mengerti dengan benda yang diberikan oleh Amaya. Sebuah gelang berwarna hitam polos, dengan satu buah bandul berwarna emas. Bentuknya mirip dengan ikat rambut yang biasa dijual seribuan. Syifa mengamati benda itu dengan bertanya-tanya. Apa maksud Amaya memberikan benda ini padanya? “Apa dia ingin agar aku memakainya?” batin Syifa bingung. Dia masih memperhatikan benda aneh itu ketika seorang guru memasuki ruang kelas mereka. Seketika Syifa lekas memasukkan benda itu ke dalam saku bajunya dan melupakannya selama beberapa saat. Sepanjang siang itu hingga sepulang sekolah, pensi menjadi sebuah topik hangat yang dibicarakan oleh semua orang. Syifa mendengar semua orang bergumam tentangnya. Mau tak mau, dia sendiri malah memikirkan acara itu. Bayangannya akan sosok Angga semakin menjadi. Dia berharap, entah dengan keajaiban apa, dia dan Angga bisa menjadi pasangan dalam acara tersebut. Meski nampaknya tidak mungkin, tapi harapan itu telah tumbuh dan membuncah di hatinya. Seorang gadis yang tengah kasmaran itu pulang dengan wajah berseri-seri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN