A GIFT

1147 Kata
                “Aliya, yang di Hotel Elanor. Masa gak inget? Astaga. Masa belum tua tapi udah pikun sih.” Sambung Aliya yang berusaha meyakinkan Gellar bahwa ia adalah wanita yang Gellar temui ketika mereka berada di Bali. Aliya berusaha meyakinkan Gellar bahwa mereka berdua pernah bertemu sebelumnya, namun Gellar juga dengan gigih nya tidak mengakui bahwa mereka pernah bertemu.                 “Orang lain kalau gitu.” Ucap Gellar. Aliya menyerah, ia mengalihkan pandangannya dari pria itu. tapi hatinya masih belum puas, karena memang yang di hadapannya itu adalah Gellar yang ia temui di Bali.                 “Au ah kesel.” Desis Aliya. Keduanya masih diam, tidak ada percakapan di antara keduanya hingga Gellar berdiri kemudian pamit kepada Aliya.                 “Saya masuk dulu ya. Mau ngomong sama bapak sama ibu.” Ucap Gellar, Aliya mengangguk lalu mengekor di belakang pria itu, Aliya penasaran dengan apa yang akan pria itu katakan kepada orang tua nya. Mereka berdua kemudian berjalan bersama menemui orang tua Aliya, Gellar duduk tepat di hadapan papa Aliya.                 “Untuk rencana perjodohannya saya setuju om, saya ikut aja kata om, tante, mama sama papa.” Ucap Gellar. Aliya melongo, mereka bahkan belum membahas mengenai kesepakatan itu tetapi pria di sebelahnya itu sudah main setuju-setuju saja.                 “HEH, LO UDAH GILA YA?!” Ucap Aliya spontan. Gadis itu langsung mendapat tatapan tajam dari kedua orang tua nya. Sial, Aliya ingin protes, tetapi ia juga segan kepada kedua orang tua nya. *****                 Sudah seminggu lamanya sejak pertemuan konyol itu, namun Aliya masih sama sekali tidak mendapat kabar apa-apa dari Gellar. Aliya juga tidak berusaha menghubungi pria itu walau sering kali di suruh oleh mama nya untuk sekedar basa basi dengan Gellar. Juga sudah lebih dari satu minggu Aliya dan Dean tidak saling tegur sapa, tidak bertemu di kantor, tidak pernah berpapasan, tidak bertukar pesan, apalagi sampai bertemu. Jujur, Aliya sedikit gelisah, takut persahabatannya hancur begitu saja. Jika Aliya pikir, tidak ada yang memicu pertengkaran di akhir pertemuan mereka, mereka hanya sekedar membahas mengenai perasaan Dean kepada Lulu. Atau mungkin Dean marah kepada Aliya akibat pertanyaan gadis itu?                 “Eh, lo tengkar ya sama Mas Dean?” Tanya Aletta. Gadis itu sudah melepas tongkat nya, padahal pemulihannya baru berjalan hampir sepuluh hari, namun ia sudah berani berjalan tanpa tongkat, ya walau ia harus menyeret kaki nya.                 “Gak tuh, kenapa emang?” Tanya Aliya.                 “Ya gak apa-apa, nanya doang. Udah lebih dari seminggu Mas Dean gak pernah kesini, padahal suka lari sore kok kalau weekend.” Jawab Aletta. Aliya hanya mengangkat bahu, tidak mau tahu terlalu mendengar tentang Dean hari itu.                 Aliya kembali ke kamarnya, mandi sebentar, kemudian mengganti setelannya menjadi baju kaos oversize yang menutupi celana pendek nya. Aliya kembali duduk di balkon kamarnya, kali ini tidak di temani dengan gelas-gelas kopi nya. Aliya menikmati semilir angin malam yang dingin sembari membayangkan bagaimana ia menghabiskan tahun demi tahunnya bersama Dean.                 Bayangan-bayangan tentang ia dan Dean terus terbayang di benaknya, tidak ada sepenggal cerita pun tentang pria itu yang hilang dari ingatan Aliya. Ingatan tentang bagaimana mereka jatuh dari motor ketika Dean pertama kali bisa mengendarai motornya, ingatan tentang mereka yang bergantian menabrakan mobil mereka masing-masing di waktu yang berdekatan, ingatan tentang Dean yang sewaktu SMA seringkali keluar masuk ruang BK hanya karena tidak suka ketika melihat Aliya di goda oleh laki-laki di sekolah mereka.                 Dean itu terbilang seperti laki-laki yang lucu, dia yang sering melindungi Aliya, namun dia juga yang sering melukai gadis itu. sewaktu SMP, di minggu pertama mereka kenal, Dean pernah mengajak Aliya untuk manjat ke sebuah pohon yang terletak di depan rumah tetangga Dean, pohonnya lebat, sulit untuk di panjat, pohon mangga namun besarnya hampir sama dengan pohon beringin. Dengan bodohnya kala itu, Aliya ikut manjat di bantu oleh Dean, tapi konyolnya sewaktu maghrib Dean berhasil turun dan meninggalkan Aliya di sana sendirian dan berakhir di tolong oleh tetangga mereka.                 Dari banyak kejadian yang ia lewatkan bersama Dean, kejadian pohon mangga adalah kejadian yang tidak akan pernah Aliya lupakan seumur hidupnya. Terkadang Aliya tertawa ketika mengingat kenangan-kenangan yang telah ia habiskan bersama Dean, betapa kenangan-kenangan itu cepat sekali berlalunya, membuat Aliya kadang merasa rindu setiap kali teringat oleh kenangan-kenangan itu.                 Aliya menarik napas dalam-dalam, lalu membuangnya dengan gusar, dari jauh ia melihat mobil Dean melintas di depan rumah nya. Sekali lagi Aliya menghela napas, ternyata mandi saja tidak cukup menghilangkan beban pada pikirannya. Aliya mengambil ponsel nya yang ia letakan tidak jauh dari tempatnya duduk, mencari nama Dean pada kontaknya kemudian mengetik beberapa kata lalu ia kirim. Barusan gua liat mobil lo lewat, pulangnya telat banget. lo lembur?             Belum sampai satu menit pesan itu di kirim oleh Aliya, Dean sudah membalasnya. Nggak lembur, gua abis nganterin Lulu ke Mas Aji.             Membaca nama Lulu, Aliya langsung melempar ponsel nya ke atas kasur. Sementara ia berjalan lurus menuju kamar mandi yang terletak di sudut ruangan kamarnya. Aliya membasuh wajah nya berkali-kali dengan air dingin, pikirannya semakin kacau ketika tahu sahabatnya itu semakin dekat dengan mantan calon istrinya. Aliya menatap pantulan dirinya di cermin, beberapa dari helai rambutnya terlihat basah. Berkali-kali ia meyakinkan dirinya bahwa ia harus mengubur dalam-dalam perasaannya kepada Dean, sekali dua kali ia menguatkan dirinya, mencoba bertingkah seakan apa yang dipikirkannya barusan akan terjadi. Tetapi beberapa detik setelahnya, ia sadar, kalau ternyata semua yang ia pikirkan sangat mustahil untuk ia lakukan. “Aelah, bego.”  Ucap Aliya kepada dirinya sendiri. Aliya segera keluar dari kamar mandi, menghidupkan pendingin ruangan hingga ke 16 derajat celcius, lalu ia bersembunyi di dalam selimut hingga tubuh nya tidak terlihat. *****                 Cuti bersama yang jatuh pada hari jumat memang selalu menyenangkan, tapi itu dulu, dimana Aliya dan Dean masih selalu menghabiskan waktu libur mereka bersama-sama. Kini, libur bagi Aliya seakan neraka untuknya. Karena ia akan menghabiskan hari itu dengan berdiam diri di kamar dari subuh ke subuh. Hari itu Aliya sengaja tidak menyentuh ponselnya selama hampir seharian penuh, sengaja menghilang dari kehidupan hanya untuk membuat hatinya tenang. Dean : Makan yuk. Dean: Yuk! Dean: Gua jemput ya Dean: Dih, lu kemana dah? Dean: Al. Dean: Al lo masih hidup kan? Dean: Al lo lagi di rumah atau nggak? Dean: Al anjir durhaka lo, udah sore ini.                 Aliya tidak tahu kalau ternyata sejak tadi sahabatnya itu menghubunginya, andai saja Dean tidak menghampiri Aliya sore itu mungkin Aliya tidak akan bangkit dari tempat tidur nya.                 “ASTAGA! ANJIR GUA KIRA LO KENAPA-KENAPA DAH, JANTUNG GUE UDAH MAU COPOT LU SEHARIAN GAK ADA KABAR.” Ucap Dean setelah berhasil masuk ke kamar Aliya, gadis itu memutar bola mata nya kesal lalu kembali menjatuhkan tubuh nya di atas kasur.                 “Ini namanya self healing.” Jawab Aliya.                 “Ya self healing gak ada yang seharian sih setau gua. Lu kenapa dah?” Tanya Dean.                 “Ya gapapa, orang namanya self healing emang harus kenapa-kenapa?”                 “Ya nggak.”                 “Yaudah.”                 “Temenin gua yuk!”                 “Kemana?”                 “Cari kado buat Lulu.”  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN