Jadi.

3244 Kata
Cuti bersama yang jatuh pada hari jumat memang selalu menyenangkan, tapi itu dulu, dimana Aliya dan Dean masih selalu menghabiskan waktu libur mereka bersama-sama. Kini, libur bagi Aliya seakan neraka untuknya. Karena ia akan menghabiskan hari itu dengan berdiam diri di kamar dari subuh ke subuh. Hari itu Aliya sengaja tidak menyentuh ponselnya selama hampir seharian penuh, sengaja menghilang dari kehidupan hanya untuk membuat hatinya tenang. Dean : Makan yuk. Dean: Yuk! Dean: Gua jemput ya Dean: Dih, lu kemana dah? Dean: Al. Dean: Al lo masih hidup kan? Dean: Al lo lagi di rumah atau nggak? Dean: Al anjir durhaka lo, udah sore ini. Aliya tidak tahu kalau ternyata sejak tadi sahabatnya itu menghubunginya, andai saja Dean tidak menghampiri Aliya sore itu mungkin Aliya tidak akan bangkit dari tempat tidur nya. “ASTAGA! ANJIR GUA KIRA LO KENAPA-KENAPA DAH, JANTUNG GUE UDAH MAU COPOT LU SEHARIAN GAK ADA KABAR.” Ucap Dean setelah berhasil masuk ke kamar Aliya, gadis itu memutar bola mata nya kesal lalu kembali menjatuhkan tubuh nya di atas kasur. “Ini namanya self healing.” Jawab Aliya. “Ya self healing gak ada yang seharian sih setau gua. Lu kenapa dah?” Tanya Dean. “Ya gapapa, orang namanya self healing emang harus kenapa-kenapa?” “Ya nggak.” “Yaudah.” “Temenin gua yuk!” “Kemana?” “Cari kado buat Lulu.” ***** Di sanalah Aliya, duduk di atas mobil Dean dengan perasaan yang campur aduk, antara ingin menolak ajakan Dean dan ingin ikut untuk bisa berduaan dengan Dean. Pria itu terlihat senang, sejak tadi ia tidak henti-hentinya menunjukan senyum terbaiknya kepada Aliya. Sementara Aliya masih sama, ia masih tidak memiliki gairah apa-apa, bahkan untuk tersenyum pun malas. “Lulu ulang tahun, makanya gua kasih kado. Menurut lo gua kasih kado apa? apa ya? Kalung? Apa cincin? Apa baju? Gak ah baju katanya bikin-” “Bikin apa? bikin putus? Kan lo sama dia udah putus. Terus kenapa? Baju aja kali, kalau lo kasih perhiasan udah kayak apaan tau. Kan lo udah kasih juga pas dulu lo sama dia tunangan.” Jawab Aliya spontan. Dean terdiam cukup lama kemudian mengangguk. “Kasih dua aja deh, perhiasan sama baju. Iya gak sih? Jarang-jarang ini, sekali setahun.” Jawab Dean. “Dih boros lu.” “Ya, gak apa-apa. namanya juga temen.” Jawab Dean dengan senyum mengembang di pipinya. “Ya kalau namanya temen kenapa Teo, Dira, Celine, dan lain-lain juga gak lo kadoin gitu? She is special right? Temen mana yang kasih temen kado gitu? Nggak ada. Lo doang.” Sambung Aliya, nada bicaranya terdengar sarkas, sementara Dean hanya tersenyum, mood nya sedang bagus sekali, sulit untuk di rusak. “Ya gak special juga, tapi beda aja.” Jawab Dean. “Pilihkasih dong lu.” “Al…” “Diem, gua mau tidur.” Aliya membalikan tubuhnya membelakangi Dean yang sedang menyetir, suasana hatinya sedang kacau-kacau nya, tidak ingin di ganggu apalagi mendengar nama Lulu. Harusnya malam itu Aliya senang karena sudah sepuluh hari tidak bertemu dengan Dean, tetapi ternyata ekspektasinya terlalu tinggi, bertemu dengan Dean memang, tetapi pria itu malah membahas Lulu. “Lo lagi PMS ya?” Tanya Dean dengan sangat berhati-hati, takut memancing emosi sahabatnya itu, Aliya hanya diam tidak merespon pertanyaan Dean, ia masih betah pada posisi nya. Cukup lama ia diam pada posisi nya, kemudian Dean menyentuh kepalanya. “Yuk, udah sampai.” Ucap Dean, Aliya kemudian bangkit lalu mengangguk. Perjalanan mereka cukup singkat, setelah membeli kado untuk Lulu, mereka langsung pulang. Mood Aliya sudah mulai membaik sejak mereka sampai, hanya saja Dean tidak mau membuat mood Aliya semakin rusak jadi ia buru-buru membeli kado untuk Lulu agar bisa pulang lebih cepat. Di mobil, keadaan cukup hening. Keadaan yang tidak pernah secanggung ini sebelumnya tiba-tiba terasa sangat canggung, di mobil Dean bahkan tidak menyalakan tape untuk mengisi suasananya. Aliya juga hanya diam, menatap lurus jalanan di hadapannya, menatap lalu lalang motor dan mobil yang lewat di sebelah mereka. “Orang yang di jodohin sama gua… udah datang beberapa hari yang lalu.” Ucap Aliya di tengah keheningan mereka, Dean secara reflek menginjak pedal rem nya secara mendadak hingga menimbulkan suara klakson dari para pengguna jalan yang lain akibat terganggu dengan kelakuan Dean. “Heh! Gila ya?!” Ucap Aliya yang juga kaget dengan apa yang di lakukan oleh sahabatnya itu. “E-eh… sorry Al.” Sambung Dean, yang kemudian kembali fokus dengan jalanan di hadapannya. “Hati-hati ih, nanti kenapa-kenapa.” Ucap Aliya, Dean mengangguk. “Tadi kenapa? Cowo yang di jodohin sama lo udah dateng? Sama siapa? Orang tua nya ikut? Cakep gak? Kerjanya apa?” Tanya Dean, Aliya menghela napas. Sebenarnya ia tidak mau membahas tentang Gellar lebih jauh. “Iya, dia udah dateng. Sendirian, orang tua nya gak ikut. Ya cakep, kantoran, pengusaha juga, oh iya namanya Gellar.” Jawab Aliya. Setelah menjawab pertanyaan Dean, kemudian keduanya kembali hening, tidak ada percakapan di antara keduanya, hingga kemudian tiba-tiba Dean kembali membuka percakapan di antara keduanya. “Lo mau sama dia?” Tanya Dean. Aliya terdiam sejenak kemudian perlahan mengangguk. “Gua gak ada alasan buat nolak.” Jawab Aliya. Dean terdengar menghela napas, kemudian menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Mereka berdua saling diam satu sama lain, Aliya juga tidak bertanya kepada Dean kenapa pria itu tiba-tiba menghentikan mobilnya di pinggir jalan. “Lo serius, gak mau nolak perjodohan itu? lo yakin bakal nge habisin seluruh sisa umur lo sama strangers kayak dia? Lo yakin sama diri lo sendiri kalau harus nikah tahun ini?” Tanya Dean. Pria itu masih penasaran dengan apa yang ada di benak Aliya hingga yakin kepada laki-laki asing yang akan ia jadikan suaminya. “Yakin gak yakin sih, biasa aja. Gua juga gak punya alasan buat nolak dia, emang gua juga buat apa nolak dia? Gua gak ada pasangan, dia juga. Yaudah, jalanin aja, toh mau orang tua ini. Dosa kali kalau gua nolak.” Jawab Aliya dengan santai. “Ya… tapi-” “Tapi apa? harusnya udah siap kan? Kita seumuran, waktu itu lo udah siap nikah. Harusnya gua juga udah siap sih.” “Gua gak tau bakal sanggup liat lo sama cowok lain, I know that we are just a friend, tapi kayak setengah dari dunia gua udah keisi sama lo, aneh aja kalau lo tiba-tiba nikah, aneh aja kalau lo tiba-tiba lo nikah dan… gua harus sendirian.” Ucap Dean, pria itu mentap ke arah jendela, enggan menatap mata Aliya. “Lo… egois ya?” ***** uti bersama yang jatuh pada hari jumat memang selalu menyenangkan, tapi itu dulu, dimana Aliya dan Dean masih selalu menghabiskan waktu libur mereka bersama-sama. Kini, libur bagi Aliya seakan neraka untuknya. Karena ia akan menghabiskan hari itu dengan berdiam diri di kamar dari subuh ke subuh. Hari itu Aliya sengaja tidak menyentuh ponselnya selama hampir seharian penuh, sengaja menghilang dari kehidupan hanya untuk membuat hatinya tenang. Dean : Makan yuk. Dean: Yuk! Dean: Gua jemput ya Dean: Dih, lu kemana dah? Dean: Al. Dean: Al lo masih hidup kan? Dean: Al lo lagi di rumah atau nggak? Dean: Al anjir durhaka lo, udah sore ini. Aliya tidak tahu kalau ternyata sejak tadi sahabatnya itu menghubunginya, andai saja Dean tidak menghampiri Aliya sore itu mungkin Aliya tidak akan bangkit dari tempat tidur nya. “ASTAGA! ANJIR GUA KIRA LO KENAPA-KENAPA DAH, JANTUNG GUE UDAH MAU COPOT LU SEHARIAN GAK ADA KABAR.” Ucap Dean setelah berhasil masuk ke kamar Aliya, gadis itu memutar bola mata nya kesal lalu kembali menjatuhkan tubuh nya di atas kasur. “Ini namanya self healing.” Jawab Aliya. “Ya self healing gak ada yang seharian sih setau gua. Lu kenapa dah?” Tanya Dean. “Ya gapapa, orang namanya self healing emang harus kenapa-kenapa?” “Ya nggak.” “Yaudah.” “Temenin gua yuk!” “Kemana?” “Cari kado buat Lulu.” ***** Di sanalah Aliya, duduk di atas mobil Dean dengan perasaan yang campur aduk, antara ingin menolak ajakan Dean dan ingin ikut untuk bisa berduaan dengan Dean. Pria itu terlihat senang, sejak tadi ia tidak henti-hentinya menunjukan senyum terbaiknya kepada Aliya. Sementara Aliya masih sama, ia masih tidak memiliki gairah apa-apa, bahkan untuk tersenyum pun malas. “Lulu ulang tahun, makanya gua kasih kado. Menurut lo gua kasih kado apa? apa ya? Kalung? Apa cincin? Apa baju? Gak ah baju katanya bikin-” “Bikin apa? bikin putus? Kan lo sama dia udah putus. Terus kenapa? Baju aja kali, kalau lo kasih perhiasan udah kayak apaan tau. Kan lo udah kasih juga pas dulu lo sama dia tunangan.” Jawab Aliya spontan. Dean terdiam cukup lama kemudian mengangguk. “Kasih dua aja deh, perhiasan sama baju. Iya gak sih? Jarang-jarang ini, sekali setahun.” Jawab Dean. “Dih boros lu.” “Ya, gak apa-apa. namanya juga temen.” Jawab Dean dengan senyum mengembang di pipinya. “Ya kalau namanya temen kenapa Teo, Dira, Celine, dan lain-lain juga gak lo kadoin gitu? She is special right? Temen mana yang kasih temen kado gitu? Nggak ada. Lo doang.” Sambung Aliya, nada bicaranya terdengar sarkas, sementara Dean hanya tersenyum, mood nya sedang bagus sekali, sulit untuk di rusak. “Ya gak special juga, tapi beda aja.” Jawab Dean. “Pilihkasih dong lu.” “Al…” “Diem, gua mau tidur.” Aliya membalikan tubuhnya membelakangi Dean yang sedang menyetir, suasana hatinya sedang kacau-kacau nya, tidak ingin di ganggu apalagi mendengar nama Lulu. Harusnya malam itu Aliya senang karena sudah sepuluh hari tidak bertemu dengan Dean, tetapi ternyata ekspektasinya terlalu tinggi, bertemu dengan Dean memang, tetapi pria itu malah membahas Lulu. “Lo lagi PMS ya?” Tanya Dean dengan sangat berhati-hati, takut memancing emosi sahabatnya itu, Aliya hanya diam tidak merespon pertanyaan Dean, ia masih betah pada posisi nya. Cukup lama ia diam pada posisi nya, kemudian Dean menyentuh kepalanya. “Yuk, udah sampai.” Ucap Dean, Aliya kemudian bangkit lalu mengangguk. Perjalanan mereka cukup singkat, setelah membeli kado untuk Lulu, mereka langsung pulang. Mood Aliya sudah mulai membaik sejak mereka sampai, hanya saja Dean tidak mau membuat mood Aliya semakin rusak jadi ia buru-buru membeli kado untuk Lulu agar bisa pulang lebih cepat. Di mobil, keadaan cukup hening. Keadaan yang tidak pernah secanggung ini sebelumnya tiba-tiba terasa sangat canggung, di mobil Dean bahkan tidak menyalakan tape untuk mengisi suasananya. Aliya juga hanya diam, menatap lurus jalanan di hadapannya, menatap lalu lalang motor dan mobil yang lewat di sebelah mereka. “Orang yang di jodohin sama gua… udah datang beberapa hari yang lalu.” Ucap Aliya di tengah keheningan mereka, Dean secara reflek menginjak pedal rem nya secara mendadak hingga menimbulkan suara klakson dari para pengguna jalan yang lain akibat terganggu dengan kelakuan Dean. “Heh! Gila ya?!” Ucap Aliya yang juga kaget dengan apa yang di lakukan oleh sahabatnya itu. “E-eh… sorry Al.” Sambung Dean, yang kemudian kembali fokus dengan jalanan di hadapannya. “Hati-hati ih, nanti kenapa-kenapa.” Ucap Aliya, Dean mengangguk. “Tadi kenapa? Cowo yang di jodohin sama lo udah dateng? Sama siapa? Orang tua nya ikut? Cakep gak? Kerjanya apa?” Tanya Dean, Aliya menghela napas. Sebenarnya ia tidak mau membahas tentang Gellar lebih jauh. “Iya, dia udah dateng. Sendirian, orang tua nya gak ikut. Ya cakep, kantoran, pengusaha juga, oh iya namanya Gellar.” Jawab Aliya. Setelah menjawab pertanyaan Dean, kemudian keduanya kembali hening, tidak ada percakapan di antara keduanya, hingga kemudian tiba-tiba Dean kembali membuka percakapan di antara keduanya. “Lo mau sama dia?” Tanya Dean. Aliya terdiam sejenak kemudian perlahan mengangguk. “Gua gak ada alasan buat nolak.” Jawab Aliya. Dean terdengar menghela napas, kemudian menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Mereka berdua saling diam satu sama lain, Aliya juga tidak bertanya kepada Dean kenapa pria itu tiba-tiba menghentikan mobilnya di pinggir jalan. “Lo serius, gak mau nolak perjodohan itu? lo yakin bakal nge habisin seluruh sisa umur lo sama strangers kayak dia? Lo yakin sama diri lo sendiri kalau harus nikah tahun ini?” Tanya Dean. Pria itu masih penasaran dengan apa yang ada di benak Aliya hingga yakin kepada laki-laki asing yang akan ia jadikan suaminya. “Yakin gak yakin sih, biasa aja. Gua juga gak punya alasan buat nolak dia, emang gua juga buat apa nolak dia? Gua gak ada pasangan, dia juga. Yaudah, jalanin aja, toh mau orang tua ini. Dosa kali kalau gua nolak.” Jawab Aliya dengan santai. “Ya… tapi-” “Tapi apa? harusnya udah siap kan? Kita seumuran, waktu itu lo udah siap nikah. Harusnya gua juga udah siap sih.” “Gua gak tau bakal sanggup liat lo sama cowok lain, I know that we are just a friend, tapi kayak setengah dari dunia gua udah keisi sama lo, aneh aja kalau lo tiba-tiba nikah, aneh aja kalau lo tiba-tiba lo nikah dan… gua harus sendirian.” Ucap Dean, pria itu mentap ke arah jendela, enggan menatap mata Aliya. “Lo… egois ya?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN