Before she met him

2772 Kata
“I just need you to be honest. Gak usah bohong, liat deh mata lo bisa bilang semuanya.” Pancing Aliya, Dean menarik napas panjang kemudian menatap Aliya dengan kedua alis yang saling bertautan. “Lo kan udah tau Al, udah tau pasti. Kenapa nanya lagi?” “Nanti malah nyakitin.” Sambung Dean. “Nggak, gua Cuma pengen denger lagi aja, atau siapa tau ada yang berubah. Lagian santai aja, gua udah move on kok.” Jawab Aliya yang tidak sepenuh nya benar, ia tahu jelas hatinya saat ini masih untuk siapa. Aliya diam seribu bahasa setelah tidak mendapat jawaban apa-apa dari sahabatnya itu,keadaan begitu hening hingga terasa oksigen seakan-akan hilang di sekitarnya, Dean menunduk, sementara Aliya masih mematung di tempatnya. ada sesuatu dari dalam dirinya yang terasa sakit, hati, atau apapun itu yang selalu bereaksi setiap kali ada yang membahas hubungan antara Lulu dan juga Dean. “Orang yang sampai pacaran doang terus pisah itu move on nya bisa sampai bertahun-tahun. Apalagi gua yang dikit lagi nikah tapi gak jadi. Ya. I still like her, dia emang punya tempat tersendiri di hati gua. Susah banget buat nge hapus dia dari pikiran gua sendiri. Tapi walaupun gua suka sama dia, kemungkinan untuk kembali itu udah gak ada kok. Mau gimana pun juga, dia yang gua sayang udah nyiptain luka di tempatnya, gua jadi takut one day, kalau gua nikah sama dia, dia bakal ninggalin gua kayak kemarin, tapi doain aja deh gimana bagusnya. Tuhan maha membolak-balikan hati orang soalnya.” Jawab Dean, sembari tersenyum. ***** Aliya duduk meringkuk di atas temoat tidurnya, di temani dengan beberapa gelas kopi yang sengaja ia buat untuk menemani malam panjang nya. Sudah tiga hari semenjak ia tahu bahwa ternyata Dean masih menyimpan rasa kepada Lulu, semenjak hari itu juga Aliya sadar bahwa ia tidak punya harapan lagi kepada sahabatnya itu. Aliya tidak mengurung diri, hanya saja setiap malam, setiap kali ia kembali ke rumah, hatinya seakan di rundung oleh kesedihan. Mengaku sudah move on dari Dean tidak membuat hati Aliya sepenuhnya, baik-baik saja. Sering kali ia masih merasakan rasa sakit yang sama sekali tidak bisa ia deskripsikan sama sekali. Takut kehilangan Dean, atau ia hanya berambisi saja. Aliya berjalan menuju tempat saklar lampu berada, ia menyalakan lampu kamar mandi nya lalu berjalan menuju kamar mandi yang juga lampunya tadi ia matikan. Entahlah sudah berapa kali malam ini Aliya memutar lagu melow di spotify laptop nya. Suara yang sengaja ia sambung ke speaker hingga suara-suara itu memenuhi seisi kamar nya, Aliya juga baru menyadari bahwa beberapa hari belakangan ini memang Dean tidak pernah muncul lagi di hadapannya atau setidaknya mengiriminya pesan. Aliya juga tidak mengecek apakah pria itu baik-baik saja atau tidak, yang jelas, kali terakhir mereka bertemu, yaitu di ruang keluarga Aliya malam itu, malam di mana Dean mengaku bahwa ia masih menyimpan rasa kepada Lulu. Harusnya lo biasa aja. Harusnya lo gak usah naksir sama dia. Harusnya sekarang lo udah sama cowok lain! Aliya mulai bergulat dengan batinnya sendiri, sudah memasuki jam 4 subuh tapi Aliya belum juga bisa memejamkan mata nya. Aliya memutuskan untuk mematikan Ac kemudian berjalan ke luar ke arah balkon kamarnya. menikmati udara angin subuh yang menusuk kulit nya. Dinginnya udara dari dalam kamar serta angin yang menerpa kulitnya justru membuat Aliya jadi merasa tenang. Dinginnya udara dapat menenangkan pikirannya. How Can I Move On , When I Am Still Loving You… “Anjing.” Desis Aliya ketika ia sadar, lantunan musik dari dalam kamarnya belum ia matikan, lagu dari the script dengan judul The man who can’t be moved terus berputar di sana, ingin sekali Aliya menghentikan lagu itu namun ia terlalu malas hanya untuk sekedar bergerak. Aliya terus duduk di sana, menikmati angin subuh yang terasa sejuk. Perlahan, langit yang tadinya gelap kini perlahan berubah warna, Aliya bahkan dapat melihat burung-burung beterbangan kesana kemari dan berkicau. Aliya menarik napas dalam-dalam sebelum meninggalkan balkon kamarnya, bukan karena sudah bosan, namun ia melihat Dean yang sedang berlari pagi melewati rumahnya, dan sama sekali tidak menengok ke dalam. Aliya yakin seratus persen bahwa sedikit demi sedikit, ada yang berubah dari mereka berdua dan memang sudah waktu nya. “Mbak, tumben bangun cepet padahal hari minggu, mau jalan sama Dean ya?” Tanya sang mama ketika Aliya baru saja keluar dari dapur sehabis mencuci gelas-gelas nya yang kotor. “Ngga ma.” Jawab Aliya singkat, wanita paruh baya itu menatap anak nya heran, Aliya pagi itu terlihat sangat lesu, tidak bersemangat sama sekali. Aliya hanya melambaikan tangan kemudian naik ke atas menuju kamarnya lagi. Ia juga sudah mulai lelah dan butuh tidur. Aliya tidak tahu seberapa lama ia tidur, yang jelas ketika ia bangun mama nya sudah berdiri tepat di sebelah kasur nya, Aliya sadar kemudian bangun, dalam hati Aliya sudah berfirasat bahwa pasti mama nya punya perintah sesuatu karena wanita paruh baya itu memang jarang-jarang mau masuk ke kamar anak-anak nya. “Kenapa ma?” Tanya Aliya. “Mandi mbak, ada yang mau ketemu hari ini.” “Loh, siapa?” Tanya Aliya yang masih setengah sadar. Wanita paruh baya itu seketika berdecak pinggang ketika anak nya seakan tidak mengerti dengan apa yang ia katakan barusan. “Loh, calon suami mu loh.” Aliya langsung bangkit ketika mendengar ucapan mama nya barusan, Aliya tidak pernah menyangka bahwa pria itu akan datang lebih cepat dari dugaannya. Tidak, Aliya belum siap. Aliya belum mau ketemu orang baru. Sekarang Aliya lagi galau. “Bisa di tunda dulu gak?” Tanya Aliya kepada mama nya, gadis itu panik hingga perut nya tiba-tiba terasa sakit ketika tahu bahwa orang yang akan di jodohkan dengannya akan datang hari itu juga. “Loh, kenapa mbak?” Tanya sang mama. “Aku haid.” Jawab Aliya dengan asal. “Kamu ini ada-ada aja, kenapa emang nya kalau kamu haid? Mama cuma pengen kamu ketemu sama mas mu. Pengen ngeliat kalian saling mengenal, ngobrol, biar saling tau satu sama lain. Bukannya suruh kamu bikin anak sekarang. Udah ah, mama males ngoceh, sekarang mandi, dandan yang cantik, terus mama tunggu di bawah. Satu jam lagi, dia sampai.” Ucap wanita paruh baya itu sembari berjalan pergi, meninggalkan anaknya sendirian di kamar nya. “Anjir… gue harus ngapain ini.” Desis Aliya sembari terus melirik jam di dinding kamarnya, mau tidak mau, hari itu juga, ia harus bertemu dengan calon suami nya. ***** “I just need you to be honest. Gak usah bohong, liat deh mata lo bisa bilang semuanya.” Pancing Aliya, Dean menarik napas panjang kemudian menatap Aliya dengan kedua alis yang saling bertautan. “Lo kan udah tau Al, udah tau pasti. Kenapa nanya lagi?” “Nanti malah nyakitin.” Sambung Dean. “Nggak, gua Cuma pengen denger lagi aja, atau siapa tau ada yang berubah. Lagian santai aja, gua udah move on kok.” Jawab Aliya yang tidak sepenuh nya benar, ia tahu jelas hatinya saat ini masih untuk siapa. Aliya diam seribu bahasa setelah tidak mendapat jawaban apa-apa dari sahabatnya itu,keadaan begitu hening hingga terasa oksigen seakan-akan hilang di sekitarnya, Dean menunduk, sementara Aliya masih mematung di tempatnya. ada sesuatu dari dalam dirinya yang terasa sakit, hati, atau apapun itu yang selalu bereaksi setiap kali ada yang membahas hubungan antara Lulu dan juga Dean. “Orang yang sampai pacaran doang terus pisah itu move on nya bisa sampai bertahun-tahun. Apalagi gua yang dikit lagi nikah tapi gak jadi. Ya. I still like her, dia emang punya tempat tersendiri di hati gua. Susah banget buat nge hapus dia dari pikiran gua sendiri. Tapi walaupun gua suka sama dia, kemungkinan untuk kembali itu udah gak ada kok. Mau gimana pun juga, dia yang gua sayang udah nyiptain luka di tempatnya, gua jadi takut one day, kalau gua nikah sama dia, dia bakal ninggalin gua kayak kemarin, tapi doain aja deh gimana bagusnya. Tuhan maha membolak-balikan hati orang soalnya.” Jawab Dean, sembari tersenyum. ***** Aliya duduk meringkuk di atas temoat tidurnya, di temani dengan beberapa gelas kopi yang sengaja ia buat untuk menemani malam panjang nya. Sudah tiga hari semenjak ia tahu bahwa ternyata Dean masih menyimpan rasa kepada Lulu, semenjak hari itu juga Aliya sadar bahwa ia tidak punya harapan lagi kepada sahabatnya itu. Aliya tidak mengurung diri, hanya saja setiap malam, setiap kali ia kembali ke rumah, hatinya seakan di rundung oleh kesedihan. Mengaku sudah move on dari Dean tidak membuat hati Aliya sepenuhnya, baik-baik saja. Sering kali ia masih merasakan rasa sakit yang sama sekali tidak bisa ia deskripsikan sama sekali. Takut kehilangan Dean, atau ia hanya berambisi saja. Aliya berjalan menuju tempat saklar lampu berada, ia menyalakan lampu kamar mandi nya lalu berjalan menuju kamar mandi yang juga lampunya tadi ia matikan. Entahlah sudah berapa kali malam ini Aliya memutar lagu melow di spotify laptop nya. Suara yang sengaja ia sambung ke speaker hingga suara-suara itu memenuhi seisi kamar nya, Aliya juga baru menyadari bahwa beberapa hari belakangan ini memang Dean tidak pernah muncul lagi di hadapannya atau setidaknya mengiriminya pesan. Aliya juga tidak mengecek apakah pria itu baik-baik saja atau tidak, yang jelas, kali terakhir mereka bertemu, yaitu di ruang keluarga Aliya malam itu, malam di mana Dean mengaku bahwa ia masih menyimpan rasa kepada Lulu. Harusnya lo biasa aja. Harusnya lo gak usah naksir sama dia. Harusnya sekarang lo udah sama cowok lain! Aliya mulai bergulat dengan batinnya sendiri, sudah memasuki jam 4 subuh tapi Aliya belum juga bisa memejamkan mata nya. Aliya memutuskan untuk mematikan Ac kemudian berjalan ke luar ke arah balkon kamarnya. menikmati udara angin subuh yang menusuk kulit nya. Dinginnya udara dari dalam kamar serta angin yang menerpa kulitnya justru membuat Aliya jadi merasa tenang. Dinginnya udara dapat menenangkan pikirannya. How Can I Move On , When I Am Still Loving You… “Anjing.” Desis Aliya ketika ia sadar, lantunan musik dari dalam kamarnya belum ia matikan, lagu dari the script dengan judul The man who can’t be moved terus berputar di sana, ingin sekali Aliya menghentikan lagu itu namun ia terlalu malas hanya untuk sekedar bergerak. Aliya terus duduk di sana, menikmati angin subuh yang terasa sejuk. Perlahan, langit yang tadinya gelap kini perlahan berubah warna, Aliya bahkan dapat melihat burung-burung beterbangan kesana kemari dan berkicau. Aliya menarik napas dalam-dalam sebelum meninggalkan balkon kamarnya, bukan karena sudah bosan, namun ia melihat Dean yang sedang berlari pagi melewati rumahnya, dan sama sekali tidak menengok ke dalam. Aliya yakin seratus persen bahwa sedikit demi sedikit, ada yang berubah dari mereka berdua dan memang sudah waktu nya. “Mbak, tumben bangun cepet padahal hari minggu, mau jalan sama Dean ya?” Tanya sang mama ketika Aliya baru saja keluar dari dapur sehabis mencuci gelas-gelas nya yang kotor. “Ngga ma.” Jawab Aliya singkat, wanita paruh baya itu menatap anak nya heran, Aliya pagi itu terlihat sangat lesu, tidak bersemangat sama sekali. Aliya hanya melambaikan tangan kemudian naik ke atas menuju kamarnya lagi. Ia juga sudah mulai lelah dan butuh tidur. Aliya tidak tahu seberapa lama ia tidur, yang jelas ketika ia bangun mama nya sudah berdiri tepat di sebelah kasur nya, Aliya sadar kemudian bangun, dalam hati Aliya sudah berfirasat bahwa pasti mama nya punya perintah sesuatu karena wanita paruh baya itu memang jarang-jarang mau masuk ke kamar anak-anak nya. “Kenapa ma?” Tanya Aliya. “Mandi mbak, ada yang mau ketemu hari ini.” “Loh, siapa?” Tanya Aliya yang masih setengah sadar. Wanita paruh baya itu seketika berdecak pinggang ketika anak nya seakan tidak mengerti dengan apa yang ia katakan barusan. “Loh, calon suami mu loh.” Aliya langsung bangkit ketika mendengar ucapan mama nya barusan, Aliya tidak pernah menyangka bahwa pria itu akan datang lebih cepat dari dugaannya. Tidak, Aliya belum siap. Aliya belum mau ketemu orang baru. Sekarang Aliya lagi galau. “Bisa di tunda dulu gak?” Tanya Aliya kepada mama nya, gadis itu panik hingga perut nya tiba-tiba terasa sakit ketika tahu bahwa orang yang akan di jodohkan dengannya akan datang hari itu juga. “Loh, kenapa mbak?” Tanya sang mama. “Aku haid.” Jawab Aliya dengan asal. “Kamu ini ada-ada aja, kenapa emang nya kalau kamu haid? Mama cuma pengen kamu ketemu sama mas mu. Pengen ngeliat kalian saling mengenal, ngobrol, biar saling tau satu sama lain. Bukannya suruh kamu bikin anak sekarang. Udah ah, mama males ngoceh, sekarang mandi, dandan yang cantik, terus mama tunggu di bawah. Satu jam lagi, dia sampai.” Ucap wanita paruh baya itu sembari berjalan pergi, meninggalkan anaknya sendirian di kamar nya. “Anjir… gue harus ngapain ini.” Desis Aliya sembari terus melirik jam di dinding kamarnya, mau tidak mau, hari itu juga, ia harus bertemu dengan calon suami nya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN