Pertemuan

1091 Kata
Ternyata mencari pekerjaan tidak semudah yang Ayara bayangkan. Ia bahkan sudah melakukan interview sebanyak 5 kali tetapi tidak ada tanda-tanda keberhasilan dari tahapan itu. Kenapa harus sesulit ini? Padahal Ayara memiliki pengalaman kerja yang baik. Apa di kota ini masih berlaku tentang orang dalam? Mungkin saja, Ayara benar-benar lelah. Ayara melihat layar ponselnya sejenak, ternyata sudah pukul dua belas siang. Dia baru saja melakukan interview di salah satu perusahaan yang bergerak dibidang produksi pakaian sebagai seorang akuntan. Kenapa Ayara memilih posisi akuntan?Hal ini dikarenakan background pendidikan Ayara yaitu sarjana akuntansi. Tidak hanya itu, Dia juga bekerja sebagai staff akuntan saat berada di Jakarta. Padahal sekarang hari minggu, tapi tetap saja perusahaan memanggilnya untuk interview dihari libur begini. Terik matahari sangat menyengat, Ayara mengambil motor dan meninggalkan perusahaan. Dia tidak langsung pulang dan memilih berhenti disalah satu masjid yang terletak dipinggir jalan karena sebentar lagi adzan dzuhur akan berkumandang. Perkiraan Ayara benar, baru saja melepas sepatu suara adzan sudah berkumandang. Untuk sementara waktu, Ayara menghabiskan waktu di dalam masjid untuk menunaikan kewajiban sebagai seorang hamba Allah. Setelah shalat, Ayara tidak langsung pulang. Matanya melihat satu cafe yang dulu sering ia kunjungi, apalagi saat masa-masa kuliah. Banyak kenangan yang terukir di dalam cafe tersebut, bahkan canda tawa masih amat membekas di dalam benak Ayara. Satu pertanyaan timbul, kemana perginya teman-teman Ayara? Kenapa mereka seakan sibuk dengan hidup masing-masing. Ayara kira ketika sudah lulus kuliah, ia akan lebih mudah dalam menjalani hidup apalagi kalau sudah mendapat pekerjaan. Nyatanya, ia lebih menyukai zaman perkuliahan. Saat-saat tidak ada uang di saku pun pada zaman itu tidak memiliki efek yang buru. Berbeda dengan sekarang, Ayara seperti kehilangan tujuan hidup. Ayara tidak pernah menghapus satupun kontak teman-teman masa kuliah atau masa SMA nya. Tapi karena selama ini terlalu sibuk dengan pekerjaan, Ayara menjadi tipikal orang yang jarang membuka status w******p. Harusnya Ayara sesekali membuka untuk melihat bagaimana keadaan teman-temannya sekarang. Selama tidak bekerja, Ayara lebih sering membuka status w******p. Ternyata hidup teman-temannya jauh lebih bahagia daripada sebelumnya. Ada yang sudah punya suami, ada yang sudah punya anak dan ada yang berjalan-jalan ke luar negeri. Apa Ayara terlalu mengasingkan diri dari dunia pertemanannya dulu? Mungkin saja, bahkan saat beberapa teman mengirim pesan Ayara terlambat membalas atau bahkan sama sekali tidak dibalas. Ayara menyesali hal itu karena kita tidak tahu hal apa-apa saja yang terjadi dalam hidup. Dua puluh enam tahun! Angka yang menunjukkan umur Ayara sekarang. Awalnya semangat Ayara sangat mengembara, tapi setelah patah hati hidupnya jadi lempeng. Apa semua orang mengalami hal yang sama seperti dirinya setelah patah hati? Rasanya tidak enak sekali. "Mbak Ayara!" salah satu karyawan menyambut kedatangan Ayara dengan heboh. "Eh Aldi," ujar Ayara berusaha menyembunyikan wajahnya karena beberapa orang melihat. Sudah 3 tahun sejak terakhir kali Ayara kesini, ternyata Aldi masih bekerja di cafe ini. Ayara tidak akan lupa, apalagi hampir tiap hari dia nongkrong di sini. "Sudah lama sekali, Mbak kemana saja?" Walaupun sedikit bingung, Ayara tetap menjawabnya. "Mbak kerja di Jakarta 3 tahun ke belakang. Oh ya, Mbak cari tempat duduk dulu ya." Aldi mengangguk. Kondisi Cafe mulai ramai, Ayara mengambil tempat yang dekat dengan jendela agar bisa melihat orang berlalu lalang di jalanan. Entah kenapa pemandangan itu selalu menjadi favorit bagi Ayara. "Aya!" Tiba-tiba saja ada yang memukul pundak Ayara dari belakang. "Ya Allah, Uliiiiii!!!" Ayara langsung memeluk salah satu teman masa kuliahnya. Sudah lama, 3 tahun mereka seperti orang asing. "Lo sombong sejak kerja di Jakarta ya," ujar Uli penuh dengan sindiran. Apa yang dikatakan Uli memang tidak salah, Ayara cenderung memiliki dunia sendiri sejak kerja di Jakarta. "Maaf banget Li, gue terlalu berambisi ngumpulin duit." Sebenarnya Uli tidak terlalu marah, ya namanya juga sibuk makanya jarang terlihat di peredaran baik sosial media maupun aplikasi berkirim pesan berwarna hijau. "Lo udah putus sama Adno ya?" tanya Uli. Hubungan Ayara dan Adno hampir diketahui oleh anak-anak kampus. Ayara memaksakan kedua ujung bibirnya untuk terangkat ke atas. "Ya begitulah. Lo tau darimana?" "Adno sering banget tu buat instastory tentang cewek, alay banget sih hubungan sama ceweknya yang sekarang. Gue geli sendiri, pokoknya beda pas sama lo deh. Tapi bagus kalau udah putus karena dari awal gue nggak suka sama tingkahnya yang ngatur-ngatur hidup lo." Wah? Ayara ingin bertepuk tangan rasanya. Belum setahun, Adno sudah memamerkan cewek barunya. Ya begitulah kalau hubungan karena selingkuh. Ayara dan Uli berbincang-bincang singkat. Bagaimanapun bejatnya Adno, Ayara tetap tidak ingin mengatakan alasan sebenarnya kenapa ia bisa putus dengan Adno. Uli sudah bekerja di salah satu perusahaan bernama Foodid sebagai staf akuntan. "Apa kegiatan lo sekarang?" "Pengangguran, susah banget cari kerja di sini." Ayara mengaduk-aduk minumannya. "Jangan pantang menyerah gitu dong, lo harus semangat." Ayara mengangguk sambil tersenyum. "Kalau ada lowongan, kasih tau ya." "Aman aman. Dengar-dengar, tahun ini perusahaan gue bukan lowongan besar-besaran. Ntar gue kabari kalau udah ada informasi resmi." Obrolan mereka terpaksa terhenti karena Uli tidak tidak bisa berlama-lama. Dia langsung pamit pergi dan sekarang Ayara menikmati waktu sendiri. Dia juga tidak ingin berlama-lama, setelah meneguk habis satu cangkir kopi ia lantas bangkit untuk membayar tagihan. "Maaf, saya tidak punya uang cash." "Aduh Mas, online p*****t cafe ini kebetulan sedang rusak." Ayara berdiri cukup lama karena menunggu orang yang ada di depannya. Ternyata online p*****t sedang rusak dan orang di depan Ayara tidak memiliki uang cash. "Berapa Di?" tanya Ayara yang sudah memegang dompet. "Dua puluh ribu Mbak." Ayara menatap laki-laki yang sedang menelpon seseorang. Meskipun tidak melihat wajahnya dengan jelas, Ayara dapat mengetahui jika laki-laki itu dalam situasi yang tidak baik. Setelah membayar, Ayara langsung keluar. "Tunggu sebentar, adik saya akan datang." "Sudah dibayar Mas," jawab Aldi. Pupil mata Athar membulat dengan sempurna. Siapa yang membayar tagihannya? "Siapa yang bayar?" "Perempuan yang ada di belakang Mas tadi." Athar tidak pernah mengalami kondisi seperti ini, ia langsung mengejar perempuan yang membayar tagihannya. Jujur saja tagihan Athar tidak sedikit, mendekati angkat seratus ribu. "Mbak Mbak!!!" Athar sampai berlari agar tidak kehilangan jejak Ayara. Tapi sayangnya Ayara sudah pergi dan tidak mendengarkan panggilan Athar. Athar kembali masuk. Ia tidak bisa berhutang, apalagi dengan orang yang tidak dikenal. "Mas kenal dengan Mbak tadi?" tanya Athar dengan nafas yang tidak beraturan. Wajar saja karena dia sampai berlari mengejar Ayara tetapi tetap saja terlambat. "Kenal, dulu dia sering nongkrong di sini." Athar meminta nomor Ayara, tapi sayangnya Aldi tidak punya. Athar tidak kehilangan akal, dia meminta kertas dan juga pena. "Ini nomor saya." Athar memberikan kertas yang sudah berisi angkat. Ia juga meminta agar Aldi segera menghubungi dirinya jika sudah mendapatkan nomor Ayara. "Baik Mas." Athar mengucapkan terima kasih. Dia lantas keluar dari cafe karena Enver sudah menunggu di luar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN