Gagal Menikah
Ayara berjalan dengan langkah cepat untuk memasuki sebuah hotel di kawasan perkotaan. Entah dari mana datangnya keberanian Ayara sehingga bisa sampai ke hotel ini. Bayangkan saja ia sampai meninggalkan pekerjaan yang tengah menumpuk hanya karena pesan dari nomor yang tidak dikenal. Lucunya, ia masih mengenakan baju tidur dengan baluti jaket kulit karena tidak sempat untuk mengganti pakaian. Ayara adalah seorang pekerja kantoran yang berumur 26 tahun. Sejak lulus kuliah, ia merantau ke Jakarta
"Selamat malam, Ada yang bisa saya bantu Mbak?" tanya resepsionis dengan ramah. Ayara menggigit kuku karena dalam keadaan bingung. "Maaf, apa Mbak melihat orang yang ada di foto ini. Dia ada di kamar nomor C239?" tanya Ayara memberanikan diri. Dia menunjukan sebuah gambar kepada resepsionis tersebut.
Sebenarnya Ayara bertanya sesuatu yang sia-sia karena setiap hotel sangat menjaga privasi dari tamu-tamu yang menginap. Ayara tidak punya jalan lain, jika ia tetap cerewet untuk mengorek informasi maka security akan datang akan mengusir dirinya. Akhirnya ia memesan satu kamar hotel yang dekat dengan kamar nomor C239, entah keberuntungan atau bagaimana ia malah mendapat kamar C240 yang berarti bersebelahan dengan kamar C239.
Biaya menginap di hotel ini tergolong mahal bagi Ayara yang tidak suka menghambur-hamburkan uang. Jika pesan yang ia dapat hanyalah kebohongan, maka Ayara tidak akan tinggal diam. Ia akan mencari tahu siapa pemilik nomor tersebut apapun caranya dan melaporkan kepada pihak berwajib. Perasaan Ayara sekarang benar-benar campur aduk, ia berharap jika pesan itu hanyalah sebuah kebohongan.
Apa yang harus Ayara lakukan sekarang? Apa ia hanya diam saja seperti ini? Ayara datang ke sini bukan untuk pindah tidur tetapi untuk membuktikan sesuatu. Untuk sekarang, ia bahkan tidak bisa berpikir dengan jernih. Ayara langsung berdiri dari ranjang, ia keluar dari kamar. Lorong lantai ini sangat sepi sekali. Wajar saja karena orang tengah mengistirahatkan diri.
Ayara sudah berada di depan pintu kamar dengan nomor C239, ia menguatkan mental untuk menekan tombol bel yang tersedia di samping pintu. Ayara menarik nafas agar bisa menguasai diri. Ia menekan sebanyak 2 kali dan berharap penghuni kamar bisa keluar. Apa yang Ayara lakukan tergolong sangat berani, bagaimana jika penghuni di dalam kamar ini adalah orang lain. Ia pasti akan langsung berhadapan dengan pihak keamanan.
Dua kali bel berbunyi tetapi tidak ada jawaban sama sekali, Ayara mencoba kembali bahkan kali ini ia menekan berkali-kali. Apa yang Ayara harapkan terjadi, pintu berbunyi dari dalam yang berarti penghuni kamar tengah membuka pintu.
"Siapa yang ganggu tengah malam begini?" omelan terdengar sebelum pintu terbuka dengan sempurna. Selepas pintu terbuka, Ayara malah melihat laki-laki memakai handuk kimono. Wajah Ayara langsung memucat, bahkan tubuhnya membeku seketika. Laki-laki yang Ayara lihat adalah calon suaminya. Mereka berencana akan menikah 1 bulan lagi.
Apaan apaan ini? Ayara memejamkan mata sebentar.
"Siapa sayang?"
Deg, jantung Ayara ingin meledak ketika mendengar suara perempuan yang muncul dari belakang sang calon suami. Ia bahkan tidak sanggup berkata-kata lagi. Bagaimana bisa laki-laki dan perempuan berada dalam satu kamar yang sama apalagi penampilan mereka sangat berantakan sekali. Hati Ayara berdenyut sakit, ia berharap bahwa semua ini hanya mimpi belaka. Ayara bahkan sampai menampar pipinya sendiri agar terbangun dari mimpi buruk ini. Berapa kali pun Ia menampar pipinya sendiri maka tidak akan pernah bisa bangun karena ini semua adalah nyata.
"A-Ayara!" ucap Adno kaget. Ia tidak menyangka Ayara bisa sampai ke tempat ini padahal jarak hotel dan rumahnya cukup jauh. Suasana yang tadinya penuh dengan kenikmatan berubah dalam hitungan detik .
"Kenapa?" Ayra mulai angkat bicara. Seluruh tubuhnya bergetar dengan hebat, wajahnya bahkan sudah memerah karena marah dan sakit bercampur aduk menjadi satu.
"Ak-aku bisa jelasin." Adno buru-buru membenarkan penampilannya yang sedikit berantakan.
Jelasin katanya? Apa dia pikir Ayara bodoh? Dia bukan anak kecil lagi yang bisa dengan mudah dibodohi.
"Jelasin apa?" Bibir Ayara bergetar hebat. Siapa sih perempuan yang bisa tetap santai jika berada di situasi yang sama seperti Ayara.
"Aku sibuk mengurus segala keperluan pernikahan, tapi apa? Ka- kamu malah selingkuh." Ayara sampai berteriak histeris sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan. Bayangkan saja pernikahan mereka tinggal kurang lebih satu bulan lagi. Baik keluarga Ayara maupun keluarga Adno sudah sibuk mengurus semuanya di kampung asal mereka.
"Apa semua yang telah kita lalui hanya bualan semata? Kamu bilang kalau aku adalah perempuan satu-satunya yang kamu cintai, lantas ini apa? Aku bahkan tidak pernah berpikir kamu bisa melakukan sampai sejauh ini." Ayara berkata dengan tatapan tajam, ia bahkan menunjuk Adno dengan jarinya. Siapa yang tidak marah? Bahkan Ayara ingin melempar apapun pada dua orang manusia tidak tahu malu yang ada di depannya.
"Cinta?" Suara tawa muncul, siapa lagi jika bukan perempuan yang bersama dengan Adno. Ia dengan tidak tahu malu malah memotong perkataan Ayara. "Wajar jika Mas Adno melakukan ini karena kami saling mencintai. Hubungannya denganmu hanyalah karena kasihan semata tidak lebih," ujarnya lagi.
Emosi Ayara makin menjadi-jadi. Kasihan katanya? Apa ia semenyedihkan itu sehingga perlu untuk dikasihani. Bahkan Ayara jijik dengan panggilan yang perempuan itu buat untuk Adno. Ayara tidak mengenal perempuan itu, bagaimana mungkin ia mau menjalin hubungan dengan laki-laki yang akan menikah. Ayara benar-benar tidak habis pikir, lihat saja sekarang dia sudah menempel pada tubuh Adno seakan-akan tindakan itu terlihat benar.
"Apa semuanya yang dikatakan perempuan gila ini benar?" Ayara tidak peduli jika suaranya mengganggu orang lain.
"Jawab aku!" Kedua tangan Ayara bahkan sudah mengepal.
"Kamu jawab dong sayang, jangan diam saja." Perempuan gila itu seakan meminta dukungan atas ucapannya.
Adno yang awal tidak ingin menatap Ayara, kini sudah menatap Ayara. Lucunya tatapan yang Adno berikan tidak terselip rasa bersalah sama sekali.
"Iya benar aku memang tidak mencintai kamu lagi, wajar jika aku mencari perempuan yang bisa memuaskan hasratku. Selama kita memiliki hubungan, kamu tidak mau untuk aku sentuh sama sekali. Jangankan berhubungan intim, untuk bersentuhan saja kamu selalu menolak. Zaman sekarang mana ada hubungan yang seperti itu."
Jawaban Adno membuat hati Ayara jatuh bebas. Ia bahkan tidak mampu untuk berkata-kata lagi. Ayara memang tidak akan mau untuk disentuh oleh laki-laki sebelum menikah, itu sudah menjadi prinsipnya sejak dulu. Dia memang bukan orang baik, tapi Ayara tidak akan pernah lupa pesan-pesan yang sang ayah katakan sebelum meninggal dunia yaitu untuk tetap menjaga diri.
"b******k kamu! Dulu saat kamu tidak memiliki apa-apa, dimana perempuan ini? Bahkan celana dalam kamu saja aku yang beli. Tapi sekarang, disaat kamu sudah mulai mapan kamu bilang tidak mencintaiku lagi. Kamu benar-benar b***t!" maki Ayara dengan rahang mengeras. Tidak ada air mata yang keluar karena sejak tadi Ayara menahan dengan sekuat tenaga. Ia maju dan mengangkat tangan karena ingin melayangkan tamparan. Satu tamparan mengenai pipi Adno, jika dilihat dengan teliti tangan Ayara sampai memerah karena tamparan itu. Tidak hanya sampai disitu, Ayara juga ingin menampar selingkuhan Adno tapi tidak bisa karena Adno langsung memegang tangannya dengan kuat.
"Lepas!" sentak Ayara berusaha untuk melepaskan tangannya.
"Jangan melewati batas, aku tidak akan diam jika kamu berani menyentuh Celna."
Ayara ingin tertawa sekarang juga, dalam keadaan tertangkap basah begini ia masih membela perempuan gila tersebut. Benar-benar pasangan yang sangat cocok sekali, Ayara sampai ingin memuntahkan semua isi perutnya.
Adno menghempaskan tangan Ayara sampai membuat Ayara jatuh ke lantai. "Pergi dari sini dan jangan membuat malu!"ucap Adno setelah membuat tubuh Ayara terjatuh.
"Jangan menangis Ayara, kamu tidak pantas menangis di depan cowok b******k seperti Adno," ucap batin Ayara menguatkan. Matanya sudah berkaca-kaca karena rasa sakit yang makin membesar setiap detiknya. Ayara bangkit dari lantai, "kalian berdua jangan pernah muncul di depanku lagi! Jika tidak, mungkin aku akan mencabik-cabik tubuh kalian dengan pisau tajam dan membuangnya ke tempat sampah." Ayara tertawa dengan cukup keras seperti seorang psikopat. Setelah itu ia langsung pergi dari tempat gila tersebut.
Ayara berjalan dengan pandangan kosong, ia bahkan tidak tahu harus berjalan ke arah mana. Otaknya mulai berpikir tentang sang ibu. Bagaimana Ayara memberitahu fakta ini? Ia tidak mau sang ibu malah sakit karena ini. Tanpa sadar, air mata Ayara mengalir dengan sendirinya.
"Kenapa rasanya sesakit ini?" lirih Ayara sambil mencengkram dadanya. Ia sangat mencintai Adno, tetapi ia malah mendapat balasan menyakitkan seperti ini. Berjuang bersama selama bertahun-tahun, tapi ia harus ditinggalkan seperti ini. Jika dipikir-pikir, Ayara yang menemani dan membantu Adno saat tidak memiliki apa-apa. Ia bahkan membiayai hidup Adno selama satu tahun karena saat itu Adno tidak bekerja. Tapi sekarang saat Adno sudah memiliki mobil dan rumah sendiri, ia malah bersama dengan perempuan lain. Hidupnya seperti lelucon untuk dua manusia yang tidak punya otak seperti mereka.
Sejak saat itu Ayara tidak menyukai laki-laki mapan dan juga tampan. Dia tidak ingin patah untuk yang kedua kalinya karena dikhianati.