Berada di tempat yang tidak diketahui, tentu saja membuat Ify sedikit takut karena dia merasa belum pernah ke tempat itu. Terlebih lagi, yang menolongnya adalah lelaki asing.
Merasa lebih tenang usai meminum air putih yang dibawakan Rio, kini Ify melihat ke sekeliling. Jika dilihat-lihat, bangunan itu cukup tertata rapi, bergaya klasik, kuno, tapi masih sangat bagus dan nyaman buat ditinggali.
Sementara Rio, dari tadi dia tidak berkedip ketika melihat Ify. Bukan karena Rio mengalami cinta pada pandangan pertama, tapi karena ada sesuatu di diri Ify yang membuat Rio sedikit tertarik. Hanya saja, itu bukan tentang cinta.
"Kenapa kamu bisa sampai ke sini?"
Setelah melihat bahwa sepertinya kondisi Ify baik-baik saja, Rio kembali menanyakan hal ini pada gadis berwajah garang itu.
"Mana gue tahu kenapa gue bisa di sini? Gue aja benci sama kembang-kembang di luaran sana, jadi nggak mungkin banget kalau gue pengen ke sini." sahut Ify yang sudah kembali dengan nada sewotnya.
Ekspresi Rio hanya terkekeh mendengar pengakuan Ify barusan. Tapi memang yang dibilang Ify tadi tidak salah. Lagi pula, siapa yang ingin datang ke tempatnya. Kira-kira seperti itulah yang dipikirkan oleh Rio.
"Kamu kenapa tadi histeris gitu?" karena pertanyaan pertamanya mendapat jawaban, Rio kembali bertanya.
Rio bertanya tentang ini dan itu kepada Ify, kenapa gadis itu bisa sampai di pelataran rumahnya. Tapi Ify juga tidak paham. Karena Ify ingat betul bahwa tadi dia berada di taman bersama Via dan yang lainnya.
Ify bangun dari duduknya, namun saat dia memejamkan mata malah tiba-tiba kepalanya pusing lagi. Bayangan bunga mawar merah menyerbu dalam ingatannya, bahkan ketika dia sedang memejamkan mata sekalipun.
Tubuh Ify terhuyung ke belakang, dan lagi-lagi untungnya ada Rio yang bisa menolongnya. Walau Ify rada kesal ketika lengannya dipegang oleh lelaki selain Alvin, namun Ify juga tidak ada pilihan lain lagi.
"Lebih baik kamu istirahat di sini dulu sampai benar-benar pulih, baru nanti kamu bisa pulang." kata Rio mencoba membujuk Ify agar tidak keras kepala.
Ify terdiam, dia mencari ponselnya dan berusaha menghubungi Via atau Alvin. Namun ternyata, Ify melihat ponselnya tidak ada sinyalnya.
"Gue di mana sih? Sampai sinyal aja nggak ada?" gerutu Ify sambil melirik Rio yang masih berdiri di sampingnya.
"Oh, apa sudah mulai mati lampu?" Rio malah bertanya kepada dirinya sendiri sambil berjalan ke belakang.
Kedua mata Ify mengikuti ke mana Rio pergi, dan ternyata Rio sedang mengecek penanak nasi. Lelaki itu juga mencoba menyalakan lampu dapur namun tidak menyala.
"Sepertinya pemadaman listrik sudah dimulai, makanya tidak ada sinyal." kata Rio memberi tahu Ify mengenai alasan kenapa mendadak tidak ada sinyal, padahal tadi baik-baik saja.
Sebuah desahan panjang terdengar dari bibir Ify, dia tidak tahu harus berapa lama lagi dia terjebak di sini dengan orang asing yang tidak Ify ketahui bagaimana asal usulnya. Wajar saja bagi Ify kalau gadis itu merasa takut. Lagi pula, tidak ada perempuan yang tidak takut kalau tiba-tiba dia mendapati dirinya berada di rumah lelaki asing yang bahkan namanya saja Ify tidak tahu.
"Kamu bisa bersantai di sini, aku akan melanjutkan pekerjaanku," kata Rio setelah dia meletakkan gelas berisi air putih ke atas meja depan Ify.
Mata Ify melirik gelas itu, dia takut kalau semua itu hanya kecohan belaka. Ify mengira bahwa lelaki berkulit hitam manis di depannya itu sudah memasukkan obat ke dalam minumannya.
Gue nggak boleh minum itu air, siapa tahu memang dia orang m***m. Batin Ify.
"Tunggu!" ucap Ify ketika Rio baru saja membalikkan badannya bersiap untuk meninggalkan Ify sendirian di ruang tamu.
"Ya? Kamu butuh apa lagi?" tanya Rio berbaik hati.
"Gue nggak butuh apa-apa, tapi gue mau keluar dari sini. Gue mau pulang," kata Ify ngotot.
Gadis itu bahkan berusaha sekuat tenaga agar dia bisa bangun dari sana dan berdiri di belakang Rio.
"Tapi di sini tidak ada taksi yang lewat, bagaimana kamu pulang? Tidak ada sinyal juga."
Kata-kata Rio barusan membuat Ify jadi semakin waspada. Sebagai perempuan, sekuat-kuatnya Ify pun akan takut kalau dihadapkan dengan laki-laki yang tidak dia ketahui identitasnya begini.
"Gue bisa jalan kaki," jawab Ify yang masih berusaha menahan ketakutannya.
"Jangan, nanti kamu bisa kecapekan. Biar aku antar saja sampai jalan raya, nanti kamu bisa menunggu taksi di sana."
Rio langsung bergegas mengambil kunci mobilnya dan bersiap mengantar Ify. Dia sama sekali tidak ada niat jahat, karena Rio tahu siapa Ify.
"Ayo!" ajak Rio.
Ify sempat ragu-ragu, tapi melihat Rio tersenyum begitu manis, Ify jadi sedikit terlena. Kepala gadis itu mengangguk serta mengulurkan tangannya ke arah Rio. Lelaki itu membantu Ify keluar rumah, tetapi saat berjalan ke arah garasi malah Ify melihat bayangan Kalina yang tersenyum padanya.
"Mama," kata Ify lirih sambil berjalan ke arah bayangan tadi. Ify bahkan tidak sadar kalau di sekelilingnya sudah banyak oleh pohon mawar merah lengkap beserta bunganya yang sedang bermekaran.
Rio sedikit panik saat itu, dia mengikuti ke mana langkah kaki Ify. Lelaki itu panik, takut kalau Ify berlari mendatangi Kalina.
"Stop! Kamu tidak boleh ke sana!" ujar Rio seraya menahan tangan Ify yang terulur ke depan sedang berusaha menggapai bayangan Kalina.
"Jangan ganggu gue! Gue mau ikut Mama!" teriak Ify menyentak Rio seraya menghempaskan genggaman tangan Rio sampai terlepas. Namun saat Ify menolehkan kepalanya ke arah bayangan putih yang di mana di sana ada Kalina tadi, sekarang sudah hilang. Tidak ada apa-apa di sana, hanya ada pohon-pohon mawar merah yang membuat Ify semakin ketakutan.
Ify kembali histeris dan Rio lagi-lagi berusaha menenangkan Ify. Namun kali ini Rio tidak mengajak Ify ke dalam rumah, melainkan ke dalam mobilnya. Ify sudah sangat histeris dan dia terus bilang kalau dia ingin pulang. Setelah nanti kondisi Ify jauh lebih baik, Rio bakal mengantar Ify sampai jalan raya lalu menghentikan taksi untuk gadis itu. Begitulah rencana Rio, semoga saja kondisi Ify tidak lebih parah dari ini.
"Kenapa Mama gue ada di sana?" tanya Ify penasaran.
Rio diam, dia sedikit bingung harus memberikan jawaban apa karena Rio pun tidak menduga hal seperti ini bakal terjadi.
"Jawab! Kenapa?" teriak Ify yang sudah tidak bisa membendung rasa penasaran dan kagetnya.
Ify menangis sejadi-jadinya di dalam mobil Rio. Sementara Rio, dia cuma bisa menunggu sampai Ify tenang dengan sendirinya. Lagi pula, Rio tidak mungkin berani menepuk-nepuk bahu Ify ataupun memberikan kalimat penenang untuk gadis malang itu. Rio cuma berharap kalau Ify akan cepat bisa menguasai emosinya.
"Yang tadi itu hanyalah tipuan," setelah sekian lama Rio diam sambil menunggu Ify berhenti menangis, barulah sekarang Rio berani membuka suara.