24. Hubungan Mereka?

1362 Kata
"Makasih, Bang Alvin." Tak lupa, Via mengucapkan terima kasih kepada Alvin sebelum dia keluar dari mobil lelaki bermata sipit itu. Hanya anggukan yang Via dapatkan dari Alvin, tapi itu sudah lebih dari cukup untuk membuatnya senang di pagi hari. Setidaknya, mood-nya hari ini akan baik-baik saja karena anggukan Alvin. "Cepetan elah!" Ify sudah menggerutu karena menurutnya Via terlalu lama, padahal hanya turun dari mobil. "Ish, sabar kenapa sih? Cepet tua lo, marah-marah mulu." Via tidak mau kalah, dia membalas kata-kata Ify meski takut-takut. Alvin sengaja menurunkan kaca jendelanya dan melihat Ify sebelum dia berangkat ke hotel. Dari balik kacamata hitamnya, Alvin tidak berhenti menatap wajah adik satu-satunya yang tampaknya sedikit gelisah. Walaupun Ify tidak mengatakan apa yang dia rasakan, tapi Alvin tahu hanya dari raut wajah Ify. Ekor mata Ify melirik ke arah Alvin, dia berdecak kesal sambil menyilangkan kedua tangannya di depan d**a. Ify menghela napas lalu dia balik menatap Alvin sambil memaksakan senyumnya yang malah tampak lebih menakutkan. "Cepetan pergi sana, nyari duit yang banyak!" titah Ify tanpa perasaan pada Alvin. Memangnya apa yang diharapkan dari Ify? Tidak ada! Jangan berharap akan mendengar kata-kata manis bakal keluar dari mulut gadis mungil berambut panjang nan berotak emas itu. Semakin sering berharap Ify berkata-kata manis, maka akan semakin sering ekspetasi itu terpatahkan. Begitu pula dengan Alvin, dia langsung menaikkan kaca jendela mobilnya dan segera pergi dari sana tanpa ada raut wajah lain yang terpancar di wajah tampannya. Dalam diam, Ify melirik mobil Alvin yang semakin menjauh. "Ayok ke kelas!" Via menarik tangan Ify agar segera masuk ke area dalam gerbang. Mulanya Ify menurut saja dan tidak protes, tetapi tiba-tiba ada mobil yang berhenti tak jauh dari posisi mereka berdua. Kedua mata Ify memicing saat dia melihat siapa sang pengemudi. Betul sekali, pengendara mobil itu adalah Rio. Lelaki yang kemarin dia ikuti dan berkenalan dengannya secara resmi. Bukan hanya Ify yang kaget, tapi juga Via. Kekagetan kedua gadis itu tidak hanya sampai ketika mereka melihat Rio sebagai pengemudi saja. Melainkan ada yang lebih mengagetkan, yaitu karena adanya Raga sebagai orang yang duduk di samping kemudi. Keluarnya Raga dan Rio dari mobil membuat Via melongo. Kedua matanya terbelalak sempurna, Via tidak bisa menutupi rasa kagetnya. Berbeda dengan Ify yang masih bersikap biasa saja meski dia sangat terkejut. Semua keterkejutan yang Ify rasakan, hanya dia simpan dalam hati saja. Ify tidak mau kalau sampai ada orang yang tahu bahwa dia terkejut. Terlebih lagi kalau sampai Rio ataupun Raga yang memergokinya. "Sekolah yang bener! Jangan sampai bikin aku keluar uang secara cuma-cuma." kata Rio pada Raga. "Siap! Kamu nggak perlu gelisah, aku 'kan punya otak encer." Apa yang Rio dan Raga obrolkan, bisa didengar jelas oleh Ify dan Via. Padahal mereka sebenarnya juga tidak berniat menguping. Tapi namanya juga ini di tempat umum, jadi jangan salahkan kedua gadis itu kalau apa yang keluar dari bibir Rio dan Raga bisa didengar. "Apa mereka saudara?" Via menoleh ke arah Ify yang masih fokus melihat ke arah Rio. "Fy!" Via menyenggol lengan Ify karena tak kunjung mendapat jawaban. "Lo kira, gue cenayang mereka?" "Ya kali aja lo tahu gitu." cengir Via yang merasa aneh juga dengan pertanyaannya. Pandangan Ify tidak pernah lepas dari Rio. Via saja sampai heran, karena tidak biasanya Ify menaruh simpati pada orang lain. Terlebih lagi, orang itu baru ditemui sekali oleh Ify. Eh tapi, gue kayak nggak yakin kalau yang kemarin itu pertemuan pertama mereka. Gumam Via hanya dalam hati. Saat Via melihat ke arah Rio lagi, tak lama Via melihat Rio menatap ke arah Ify. Dilihatnya, Rio tersenyum manis ke arah Ify. Walau jarak mereka tidak terlalu dekat ataupun jauh, tapi Via tahu betul kalau Rio tersenyum pada sahabat baiknya ini. Sontak, Via langsung ganti menoleh ke arah Ify. "Ah elah, gue kira bakal klepek-klepek kalau disenyumin sama orang ganteng. Ternyata sama aja, nggak bisa ganti muka." desah Via saat tahu kalau ekspresi wajah Ify tetap sama saja, mode jutek dan tanpa senyuman. "Berisik lo." kali ini, Ify langsung menyahut. Tanpa banyak kata lagi, Ify langsung membalikkan badannya dan menyeret Via masuk ke dalam gerbang tanpa menghiraukan Rio yang tadi sedang tersenyum ke arahnya. Kenapa dia senyum sama gue? Apa dia juga sebenarnya udah kenal sama gue sebelum pertemuan kemarin? Kenapa rasa-rasanya dia kayak udah kenal sama gue jauh sebelum perkenalkan kemarin? Hati Ify tidak bisa berhenti membatin hanya karena Rio. Sebenarnya ada hubungan apa dia sama Raga? Apa mereka kakak adik? Ify benar-benar dibuat penasaran oleh pertunjukan pagi ini. Entah Rio sengaja memperlihatkan hubungannya dengan Raga atau tidak, tapi karena kejadian pagi tadi jadi membuat Ify overthinking. Ekor mata Ify melirik Via, dia sedikit punya ide. Apa gue minta tolong Via aja, buat nanyain hubungan mereka berdua? Ify mulai kepikiran untuk memanfaatkan keberadaan Via sebagai temannya. Enggak! Itu bukan ide yang baik. Nanti dia malah ricuh lagi, ngeledekin gue. Ntar dia ngira gue suka sama tuh cowok. Nggak, itu bukan ide yang bagus. Ify terus berkata tidak dalam hati, karena dia tidak mau ketahuan oleh Via bahwa dia sebenarnya penasaran tentang apa hubungan antara Raga dan Rio. "Fy, lo masih sehat 'kan?" Via heran sendiri melihat Ify terus menggelengkan kepalanya. "Fy!" karena tak kunjung mendapatkan jawaban, Via akhirnya menyenggol lengan Ify sampai gadis itu menoleh ke arahnya. Wajah Ify terlihat jelas kalau dia bingung. Ify tidak tahu apa yang ditanyakan Via barusan. Dari tatapannya saja, seolah-olah Ify bertanya ada apa? "Lo kenapa geleng-gelengin kepala terus? Perasaan gue lihat, lo lagi nggak pakai earphone. Apa earphone-nya transparan?" Via lebih memperjelas pertanyaannya lagi agar Ify mengerti, karena kalau dilihat-lihat Ify benar-benar blank. "Oh, kepala gue rada pusing." dengan cepatnya, Ify mendapatkan alibi agar Via tidak penasaran lebih jauh. Meski sedikit tidak percaya, tapi Via mengangguk-angguk saja berusaha meyakinkan dirinya kalau jawaban Ify adalah kejujuran. Untungnya, kali ini Via tidak memaksa. Jadi Ify merasa terselamatkan. Kedua gadis itu terus berjalan menuju arah kelas. Mereka pun sibuk dengan pikiran masing-masing. "Fy, ke kelas bareng yuk!" Tiba-tiba saja, sebuah suara yang sudah tidak asing lagi terdengar menyapa telinga Ify dan Via. Bola mata Ify berputar malas, wajahnya pun berubah jadi semakin kecut untuk dipandang karena kedatangan Ray barusan. "Lo bawa apa, Ray?" Jelas dong, pasti itu Via yang bertanya. Tidak mungkin Ify yang bertanya. Bisa-bisa, Ray kegeeran sebulan penuh kalau Ify bertanya dengan nada friendly seperti barusan. "Fy, ini gue ada salad buah buat lo." Ray memberikan salad buah yang ada di tangannya tadi pada Ify. Untuk yang ke sekian kalinya, pemberian Ray ditolak oleh Ify. Ray tidak menyerah, dia tetap memberikannya pada Ify meski tangan Ify terus menyilang di depan d**a. "Gue titipin ke Via ya?" Ray menyodorkan tupperware bening berisi salad buah tadi pada Via, lalu dia pergi dari sana. Ify menghentikan langkahnya, pandangannya kini tertuju kepada Via. Desahan napas panjang keluar dari hidung Ify. "Kalau lo nggak mau, biar gue makan aja." kata Via cepat sebelum Ify memintanya buah membuang salad buah itu. "Daripada mubazir, Fy. Makanan ini nggak salah loh." Via tetap membela salad buah pemberian Ray sambil memancarkan senyuman manis sebisanya. Ify menyerah, dia kembali mendesah dan membiarkan Via memakan salad pemberian Ray tadi. Ify tidak mau ambil pusing hanya karena salad belaka. "Vi!" "Kenapa? Lo berubah pikiran, jadi mau makan ini salad buah?" "Sebenarnya, apa hubungan mereka berdua?" tak sengaja, Ify bertanya seperti ini pada Via. Duh, gue nanya apa sih? b**o banget ini bibir gue malah nanya yang begituan. Ify merutuki kebodohan mulutnya sendiri yang tiba-tiba malah bertanya seperti ini, padahal tadi Ify sudah melarang bibirnya agar tidak bertanya pada Via. Via jadi melongo, bibirnya sampai terbuka hanya karena mendengar pertanyaan Ify barusan. Padahal demi apa pun, Via tidak mengira sedikit pun akan mendapatkan pertanyaan seperti ini dari Ify. "Maksud lo Rio sama Raga?" Via kembali bertanya karena dia masih penasaran pada apa yang dia dengar barusan, barangkali dia salah dengar. Mereka sama-sama diam. Ify bingung harus menjawab apa, sedangkan Via sudah terlanjur penasaran tentang hubungan Ify dan Rio karena pertanyaan Ify barusan. Seperti kata orang, apa yang sudah terucap tidak bisa ditarik lagi. Kalaupun bisa ditarik, tidak akan bisa dihapus karena sudah terlanjur terlontarkan dan didengar orang. Apalagi untuk yang mendengar, mereka tidak akan bisa dengan mudahnya mengabaikan. Kayu sudah menjadi abu. Seperti itulah gambaran pertanyaan Ify barusan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN