48. Boleh Nanya?

1250 Kata
Rio melihat penampilan Ify sekarang. Gadis itu sedang menunggunya di depan pintu dan tidak berani keluar. "Tunggu sebentar di sini!" titah Rio membuat Ify mau tak mau jadi menunggu Rio di depan pintu. Ify tidak berpikir ke mana Rio sekarang. Yang dia pikirkan, hanya Alvin. Ify takut kalau sampai Alvin tahu tentang apa yang dia lakukan hari ini. "Semoga Alvin masih sibuk sama urusan hotel. Semoga dia belum pulang." pinta Ify berharap Tuhan akan mengabulkan doanya kali ini. "Ini Rio ke mana lagi sih? Dia bilang sebentar, tapi lama." bibir tipis Ify kembali mengomel ria. Gadis itu menyilangkan kedua tangannya di depan d**a. Malam ini terasa sedikit lebih dingin dari biasanya. Dan Ify melakukan itu agar dia bisa lebih merasa hangat. "Biar kamu tidak kedinginan." kata Rio tiba-tiba. Tanpa Ify sangka dan duga, baru saja Rio memakaikan jaket ke tubuhnya. Ada perasaan aneh yang menjalar ke tubuh Ify hanya karena perlakuan Rio barusan. Ify meraba kain yang menggantung di kedua bahunya sekarang. Rio benar-benar memakaikan jaket seperti yang Ify duga. Ify menoleh ke arah Rio, dia tidak bisa berkata-kata. Bahkan Ify tidak pernah membayangkan akan ada adegan seperti dalam drama. Lelaki itu bahkan sekarang tidak melihat ke arah Ify sekalipun. "Kenapa lo makein gue jaket?" tanya Ify karena Rio tidak bicara yang lainnya lagi. "Sudah aku bilang, biar kamu tidak kedinginan." kata Rio mengulangi apa yang dia katakan tadi saat memakaikan jaketnya ke tubuh Ify. Rio berhasil membuka kunci pintu rumahnya. Dia menunggu Ify berjalan ke arahnya agar mereka bisa keluar bersama-sama. Bahkan sekarang, Rio sudah mengulurkan tangannya seperti tadi pagi. Sedangkan Ify, gadis itu malah terbengong melihat apa yang dilakukan oleh Rio. "Kenapa lo ngelakuin ini ke gue?" Ify bukannya mengulurkan tangannya pada Rio, dia malah bertanya yang membuat Rio jadi bingung. "Ngelakuin apa memangnya? Aku salah apa lagi sama kamu?" tanyanya bagai orang bodoh. "Perasaan, aku salah terus di mata kamu, Fy." desah Rio yang tak habis pikir dengan Ify. Apa-apa dipermasalahkan begini. "Sudah, jangan banyak drama. Ini sudah malam, ayo aku antar pulang sekarang." Belum sampai Ify mengungkapkan unek-unek dalam hatinya, Rio sudah lebih dulu menyela mulut Ify yang sudah setengah terbuka. Karena Ify tetap diam dan tidak mendatanginya, akhirnya Rio yang mengalah. Dia menggenggam jemari Ify dan menarik gadis itu keluar dari rumahnya. Ify langsung saja memejamkan mata seperti biasa. "Kamu di sini dulu!" titah Rio lagi untuk ke sekian kalinya. "Lo mau ke mana lagi? Lo bukan mau ninggalin gue gitu aja, 'kan?" Ify mengeratkan genggaman tangannya ke jemari Rio karena dia takut ditinggal sendirian. Dapat Rio rasakan, kalau Ify benar-benar ketakutan sekarang. Dia melihat tangannya yang diremas kuat-kuat oleh Ify. Perasaan kasihan dan iba di hati Rio, kembali mencuat. Maaf, kamu begini karena kesalahanku di masa lalu. Batin Rio. "Aku cuma mau ngambil mobil, Fy. Bukan mau ninggalin kamu sendirian di sini." jawab Rio berusaha membujuk Ify. Kepala Ify menggeleng berulang kali. Gadis itu masih enggan buat melepaskan tangannya dari genggaman Rio. Ify tidak mau menunggu Rio di sini sendirian, terlebih lagi Ify tahu kalau di depan matanya itu adalah perkebunan mawar. "Kalau kamu nggak mau nunggu di sini, nggak apa-apa kamu ikut aku ke garasi." ajak Rio. Akhirnya Rio mengalah dan lebih baik dia mengajak Ify ke garasi lalu naik dari sana. Itu akan lebih bisa membuat Ify tenang ketimbang dia harus meninggalkan gadis itu di sini. Ify mengangguk, dia setuju pada keputusan Rio. Daripada dia di sini sendirian, Ify lebih baik ikut Rio ke garasi. Dengan hati-hati, Rio menuntun Ify menuju garasi yang ada di samping kiri rumahnya atau yang lebih tepatnya itu jalan lebih dekat dengan pintu gerbang. "Kamu boleh buka mata sekarang." kata Rio saat dia sudah berhasil membukukan pintu mobil buat Ify. Ify lega, setidaknya Rio tidak berbohong padanya. Cepat-cepat Ify masuk ke dalam mobil dan menunggu Rio masuk ke mobil juga. Tak sampai tiga detik, Rio sudah berada di sampingnya. Mesin mobil sudah menyala, Ify kembali memejamkan matanya ketika Rio mulai meninggalkan garasi buat menuju ke gerbang. Lagi-lagi Rio turun dari mobil untuk membuka pintu gerbang serta menutup pintu gerbang. "Kamu sudah boleh buka mata." kata Rio lagi setelah lelaki itu berhasil keluar dari kompleks perumahannya. Untuk yang ke sekian kalinya, Ify menghela napas lega. Dia tidak melihat bunga mawar satupun hari ini. Bahkan satu kelopak saja tidak. Jadilah, Ify selamat dan tidak dilanda ketakutan karena rasa traumanya. "Sekarang, kamu bisa sebutin di mana alamat rumah kamu?" tanya Rio kembali berbasa-basi, padahal aslinya dia masih ingat betul di mana alamat rumah Ify tinggal. Ify bukannya memberi tahu Rio, melainkan dia langsung menuliskan di mesin navigator yang ada di mobil Rio agar langsung menunjukkan jalan ke arah rumahnya. "Tapi ngomong-ngomong, kenapa Raga belum pulang?" Ify baru teringat kalau Raga belum pulang. "Apa kegiatan pramukanya sampai malem?" tanya Ify lagi pada dirinya sendiri. Rio baru tahu, kalau ternyata hari ini ada kegiatan pramuka di sekolah. Apakah mungkin inilah alasan Raga belum juga pulang? Entahlah, Rio juga tidak tahu apa alasan sebenarnya. "Siapa yang bilang ada pramuka?" Rio bertanya, karena dia juga ingin memastikan apakah Raga masih ada di sekolah atau tidak. "Tadi, Via bilang kalau di sekolah ada latihan pramuka dadakan buat nambah nilai mereka." Rio cuma ber-oh ria menanggapinya. Karena mungkin saja, telatnya Raga pulang ke rumah itu karena Raga ikut latihan pramuka seperti yang Via kabarkan tadi pada Ify. Mereka sekarang saling diam. Antara Ify dan Rio tidak ada lagi percakapan. Ify bingung harus bicara apa, sedangkan Rio fokus pada jalan raya. Ify hanya melihat ke arah luar jendela. Dia menikmati lampu-lampu di sepanjang jalan yang terlihat seperti bintang. Tetapi, Ify sesekali juga melirik-lirik ke arah Rio. Kenapa bisa ada cowok yang sesempurna dia? Batin Ify tanpa sadar kalau barusan dia sudah memuji Rio. Anjir! Apaan deh? Gue barusan mikir apa? Tak lama, Ify sudah langsung merutuki bibirnya sendiri karena bicara seperti itu. "Kamu sudah lama berteman sama Via?" Rio ternyata tidak tahan berlama-lama diam seperti tadi. Dia akhirnya memutuskan untuk bertanya terlebih dulu pada Ify. "Udah." jawab Ify singkat. "Dari kapan?" Rio tampak sangat penasaran pada pertemanan Ify dan Via. "Ya dari lama." Ify tidak mengatakan pastinya pada Rio, tapi dia masih menjawab pertanyaannya sebagai bentuk menghargai karena sudah diantar pulang oleh Rio. "Oh ya, kayaknya lo nggak perlu jauh-jauh nganter gue pulang deh. Soalnya rumah gue udah deket dari sini. Mending lo turunin gue di depan, biar gue jalan kaki." kata Ify sambil menunjuk sebuah tiang listrik yang ada di sisi jalan. "Di navigasinya masih jauh rumah kamu dari sini." Ify lupa lagi, kalau mereka menggunakan navigasi selama perjalanan. Jadi Ify tidak bisa lagi mengelak dan berbohong di depan Rio seperti barusan. Ify hanya pasrah saja sampai Rio berhasil mengingatnya sampai depan gerbang rumah orang tuanya. "Rio, gue boleh nanya nggak?" Rio menoleh sekilas ke arah Ify, dia terkekeh mendengar pertanyaan Ify kali ini. Dan hal itu membuat Ify jadi sedikit bingung. "Bukannya dari tadi kamu terus bertanya tanpa meminta izin terlebih dulu? Terus kenapa barusan kamu minta izin dari aku?" Apa yang Rio katakan ada benarnya juga. Perasaan dari tadi, Ify bertanya ya tinggal bertanya saja. "Kamu mau tanya apa?" Rio mengalah untuk ke sekian karena Ify hanya diam setiap kali Rio belum mengiyakan. "Kenapa lo sama Raga itu nggak mirip? Kalian beneran saudara kandung?" tanya Ify lirih sebelum akhirnya dia menggigit bibirnya sendiri. "Kenapa memangnya?" Sangat ciri khas dengan Rio. Setiap kali dia ditanya, terserah pertanyaannya apa saja tapi selalu berbalik kepada orang yang bertanya padanya. "Kalian nggak mirip." kata Ify dengan nada judesnya. Rio malah terkekeh mendengar pertanyaannya. Entah kenapa, tapi itulah Rio.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN