Via terkaget-kaget ketika dia mendengar Raga bertanya kepadanya mengenai hubungan Ify dan Rio yang sebenarnya. Via jelas tidak tahu tentang maksud kedekatan mereka berdua kecuali karena Ify yang ingin mencari tahu tentang mamanya.
"Lo serius? Lo nggak lagi ngarang 'kan?" tanya Via kaget bukan main. Barusan Raga menceritakan tentang malam kemarin saat Rio mengantarkan Ify pulang. Raga juga cerita mengenai kejadian Ify yang menarik jaketnya Rio dan menyembunyikan kepalanya ke d**a bidang Rio.
"Ya ampun, Rio nggak mungkin bohong, Via. Aku tahu betul bagaimana Rio," jawab Raga menggebu-gebu.
Via jadi curiga pada Ify. Dia akan menanyakannya kepada sahabat karibnya itu nanti. Namun Via juga tidak yakin kalau dia akan mendapatkan jawaban seperti yang dia inginkan.
Perlahan-lahan Via mendekati Ify, dia melirik-lirik ke arah Ify. Via maju mundur saat dia ingin bertanya, sebenarnya Via juga takut tapi rasa penasaran sudah menggerogoti jiwanya.
"Fy, memangnya bener ya, kalau malem kemarin itu lo ngerayu Rio?" tanya Via hati-hati agar Ify tidak memakannya hidup-hidup.
Ify melirik sekilas ke arah Via, tapi dia tidak berniat buat menjawabnya. Sampai akhirnya Via kembali menanyakan hal yang sama, dan Ify pun tetap saja diam. Mereka sama-sama keras kepala, Via tidak akan menyerah sebelum dia mendapatkan jawaban yang dia inginkan.
Telinga Ify sudah hampir mengebul kalau saja Via tidak menghentikan pertanyaannya dari tiga puluh detik yang lalu. Perlahan-lahan Ify mulai menata kembali temperatur di telinganya lagi agar tidak sepanas tadi. Bahkan tampak jelas, daun telinganya memerah akibat pertanyaan Via yang membuatnya panas telinga dan otak.
"Fy, seriusan? Gue nanya bener-bener loh?" Via kembali beraksi, seakan dia tidak kapok kalau satu menit yang lalu dirinya mendapatkan ancaman dari Ify.
Kedua kelopak mata Ify terpejam, dia menghentikan langkahnya lalu dia balikkan badannya jadi menghadap ke arah Via. Gadis itu tampak menahan amarahnya walau sebenarnya di mata orang, sekarang ini Ify sudah dalam kondisi marah. Tapi untuk Via, hanya segini saja belum bisa dikatakan bahwa Ify marah padanya.
"Nggak usah malu, Fy. Lagian sama gue ini, 'kan?" desak Via lagi sembari nyengir kuda.
Ify membuka kelopak matanya. Dia menatap nyalang ke arah Via, seakan-akan Ify siap menerkam gadis berpipi chubby di depannya itu yang tidak bisa menutup mulutnya walau sekejap saja.
"Tutup mulut lo, atau gue pot-,"
"Lo mau motong lidah gue?" sela Via yang masih menggoda Ify dengan pertanyaannya.
"Nih."
Via menunjukkan pisau lipat, cutter, gunting dan silet yang dia ambil dari dalam tas sekolah Ify. Pantas saja Via berani bertanya terus-terusan, ternyata dia memang sudah mengambil alat-alat itu tanpa sepengetahuan Ify.
Bibir Ify bergerak-gerak sambil menunjuk semua alat pemotong yang dia miliki berada di tangan Via semua. Jadi telunjuknya tak henti-hentinya menunjuk barang-barang itu karena Ify yakin bahwa semua barang itu didapat Via dari dalam tas sekolahnya.
"Jangan tanya kenapa semua ini bisa ada di gue! Ya karena gue kepaksa buat ngancem lo biar dapet jawabannya." kata Via dengan wajah yang dia buat sok-sokan menakutkan, padahal tidak menakutkan sama sekali.
Ify hanya bisa mengepalkan kesepuluh jemarinya menjadi satu. Dia tidak bisa mengambil semua benda itu secara paksa dan menimbulkan keributan. Kalau sampai dia ketahuan oleh ketua yayasan bahwa dirinya membawa semua alat pemotong itu ke sekolah, dia bisa diskors selama satu minggu atau lebih. Sebenarnya kalau hanya diskors saja, Ify tidak masalah. Yang jadi masalah, kalau Ify diskors, maka uang sakunya selama satu minggu atau selama waktu yang ditentukan tidak akan sampai padanya. Dalam kata lain, Ify tidak akan mendapatkan uang jajan meski itu dari Alvin sekalipun. Jadilah Ify berusaha sebaik mungkin pada Via kali ini.
"Balikan!" titah Ify disertai kedua matanya yang kini jadi melotot sempurna.
Ancaman Ify masih belum manjur, Via tidak akan diam begitu saja. Dia akan berusaha semampunya demi sebuah jawaban yang pasti.
"Jawab dulu pertanyaan gue!" tuntut Via.
Gadis berpipi chubby itu langsung memasukkan semua alat pemotong tadi ke dalam wadah pensil agar tidak kelihatan oleh orang lain. Sehingga kalau ada yang melihat, mereka hanya akan mengira bahwa Ify dan Via cuma rebutan tempat pensil saja.
"Mau lo apa?" Ify masih enggan menjawab dan malah ingin membuat negosiasi baru dengan Via.
Via menggelengkan kepalanya pertanda bahwa dia tidak ingin apa-apa selain jawaban Ify.
"Lo beneran sengaja meluk Kak Rio pas malam minggu kemarin?" Via kembali mengulang pertanyaan yang sudah dia tanyakan lebih dari seratus kali di pagi hari ini.
"Meluk-meluk? Meluk buyutnya?" gerutu Ify yang tidak suka Rio menyalah artikan mengenai apa yang dia lakukan sabtu malam kemarin.
"Jadi seriusan? Lo sengaja narik jaket Rio terus lo meluk dia? Lo juga nyandarin kepala lo ke dadanya? Iya, 'kan?" Via tahu semuanya, bahkan tanpa Ify bercerita pun Via tahu.
Tadi pagi, Raga heboh memberi tahu Via mengenai apa yang Rio ceritakan padanya mengenai insiden penarikan jaket yang Ify lakukan pada Rio di malam minggu kemarin. Rio hanya bertanya tentang bagaimana pendapat Raga mengenai Ify yang melakukan itu secara tiba-tiba. Tentu saja, karena Rio bertanya jadi Raga ganti bertanya pada Via yang lebih paham tentang Ify daripada dirinya. Tapi tanpa disangka, Via malah jadi heboh sendiri menggoda Ify tanpa henti. Wajar saja, ini pertama kalinya bagi Via mengetahui bahwa Ify masih menyukai wanita. Karena tadinya, sempat beredar kabar bahwa Ify itu penyuka sesama jenis karena tidak pernah terlihat memiliki teman kencan. Tetapi dengan adanya kejadian ini, jadilah Via percaya pada Ify kalau sahabat baiknya itu masih normal alias masih menyukai lawan jenis.
Via terus berlari, sampai tak terasa mereka sudah sampai di lahan kosong dekat ruang laboratorium. Di sana sepi, tidak ada siapa-siapa dan yang ada hanyalah rumput-rumput liar serta pohon-pohon yang rindang. Sangat cocok untuk murid yang nakal atau suka bolos tapi tidak punya tempat tujuan. Pasti akan aman, soalnya tempat ini tidak termasuk dari bagian sekolah.
Ify merasa lelah, dia langsung duduk di bawah teduhnya pohon kersen. Padahal jam masuk kelas sudah berbunyi lagi. Sayangnya, Ify tidak ada niat buat kembali ke kelas dan mengikuti pelajaran. Dia lebih baik berteduh saja sambil menikmati indahnya buah kersen yang berwarna merah dan hijau.
Tak selang lama, Via tiba dan dia langsung duduk di samping Ify. Entah apa yang terjadi, tapi Ify sudah lebih dulu sampai di sana ketimbang Via yang tadi dikejar oleh Ify.
"Kena!"
Teriakan dari Ify membuat Via melebarkan bola matanya dengan sempurna. Via menoleh ke arah tangannya yang tadi memegang tempat pensil, sekarang tidak ada apa-apanya.