26. Via, Sorry

1055 Kata
"Jangan lupa kumpulkan tugas kelompoknya tiga hari lagi, langsung ke meja saya." kata guru yang mengajar tentang biologi itu sebelum keluar ruang kelas. Suara ricuh langsung terdengar dari semua murid. Beberapa dari mereka ada yang langsung pulang, ada yang tinggal di kelas untuk membahas tugas kelompok terlebih dulu. Beberapa di antara mereka ada Ify, Via dan Raga yang masih betah di kelas. "Raga! Mau mulai sekarang ngerjain tugasnya?" Ify memejamkan matanya, dia menghela napas panjang gara-gara lengkingan suara Via yang baru saja bertanya pada Raga. Sepertinya alam sedang berpihak pada Ify. Di saat dia ingin meminta pertolongan Via buat mendekati Raga supaya Ify bisa punya alasan untuk ketemu Rio tanpa dicurigai, tiba-tiba tadi guru biologi bilang kalau tugas kali ini harus dikerjakan secara berkelompok. Terlebih lagi, Via dan Ify satu kelompok dengan Raga. Benar-benar Ify diberi kemudahan oleh Tuhan untuk lebih tahu siapa Rio yang sebenarnya. Raga menoleh ke arah kiri, orang pertama yang dia lihat tetaplah Ify karena Via duduk di sebelah kirinya Ify. Raut wajah Raga yang tadi terlihat senang, berubah jadi masam dalam sekejap. Entah kenapa Raga sangat menyalahkan Ify dalam kejadian tiga belas tahun lalu. "Jadi?" kepala Via nongol ke depan untuk melihat Raga saat dia kembali memastikan. Sebelum menjawab, Raga lebih dulu berdiri sambil memakai tas gendongnya yang sepertinya tidak terlalu berat kalau dilihat-lihat. Lelaki itu mendekat ke meja Ify dan Via tanpa mengalihkan pandangan ke arah lain. "Gue sih oke aja kalau mulai hari ini." jawabnya santai. "Tapi, nggak tahu yang lain." lanjutnya sambil melirik ke arah Ify yang hanya diam menatap ke depan tanpa berekspresi apa-apa. Via menangkap adanya sinyal yang tidak menyenangkan antara Raga dan Ify. Gadis berpipi chubby itu langsung tertawa sumbang seraya memegang bahu Ify. "Ify siap kok kalau kita mulai hari ini." katanya mewakili jawaban Ify. "Iya 'kan, Fy?" Via ganti menatap Ify yang duduk bagaikan patung di sampingnya. Bola mata Ify bergerak, dia melirik ke arah Via. Tidak ada jawaban dari Ify, tapi tangan kanan gadis itu perlahan-lahan mengambil ponselnya dan menelepon seseorang. Dari tempat duduknya, Via sedikit merasakan panas dingin hanya karena melihat Ify bertingkah seperti ini. "Nggak usah jemput gue!" tanpa banyak basa-basi, Ify langsung mengatakan niatnya menelepon Alvin. Belum sampai Ify menutup panggilan, dia sudah lebih dulu menerima pesan gambar dari sang kakak. Foto yang dikirimkan Alvin adalah foto gerbang SMA Golden's. Itu artinya, Alvin sudah ada di depan. "Percuma. Gue udah nggak ada di sekolah." jawab Ify untuk foto yang dikirimkan Alvin padanya barusan. Kali ini, Ify langsung mengakhiri sambungan telepon mereka. Dia tidak ingin melihat alasan Alvin lagi. "Bang Alvin udah di depan?" Via merasa kasihan pada Alvin karena harus pulang tanpa Ify kali ini. "Kita tunggu sampai Alvin pergi." Via memberi kode kepada Raga agar temannya itu mau menunggu sebentar sampai Alvin pergi dari area sekolah. Bagi Raga yang niat aslinya memang ingin mengajak Ify ke ladang mawar bertemu Rio, dia mengiyakan saja daripada dia kehilangan kesempatan. Lagi pula Raga sadar, mengajak Ify ke ladang mawar itu tidak mudah. Gue bakal manfaatin Via supaya bisa ngajak Ify ke ladang mawar dan ketemu Rio. Meski wajah Raga sekarang sedang menampilkan senyum tampan pada Via, namun berbanding terbalik dengan senyuman di hatinya yang dipenuhi duri tajam dan siap menusuk siapa saja. Pokoknya, bagaimanapun caranya, gue harus bisa bikin Via sering-sering diajak main ke rumah Raga, sampai gue mendapatkan jawaban yang gue inginkan dari Rio. Batin Ify disertai senyuman sinis yang juga hanya bisa dia lakukan di dalam hati. Tanpa Via tahu, saat ini posisinya sama-sama dimanfaatkan. Ke kanan dimanfaatkan oleh Ify, begitu pula ke kiri ada Raga yang memanfaatkannya secara halus. Andai saja gadis itu tahu, dia pasti akan marah dan sakit hati. Untungnya, Via sangat setia menjadi sahabat baik Ify. Jadi, gadis itu tidak akan tega melihat Ify yang sangat penasaran dan ingin tahu siapa Rio jadi kesulitan dalam memecahkan rasa penasarannya. "Kapan kita mau pulang? Ini sudah lewat dari sepuluh menit." Raga membuka suara, pandangannya kini tertuju ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Via melihat ke sekitar, di dalam kelas sudah tidak ada siapa-siapa selain mereka bertiga. Sepuluh menit berlalu sudah, dan selama itu mereka hanya diam tanpa ada yang bicara. "Fy, gimana?" Via menyenggol lengan Ify, berharap sahabatnya itu akan memberikan jawaban. "Oke." Tanpa jawaban yang pasti, Ify mengiyakan pertanyaan Via. Gadis berwajah dingin dengan aura menyeramkan itu menggerakkan tangannya. Ify langsung memakai tas sekolahnya dan berdiri. "Ayo!" ajak Via pada Raga ketika Ify sudah berjalan lebih dulu dari mereka berdua. "Oh, iya." sebanyak dua kali, anggukan yang diberikan Raga sebagai tanda bahwa dia paham akan arti ajakan Via. Raga seperti anak yang sedang mengikuti Ify dan Via kali ini. Lelaki itu berjalan di belakang kedua gadis yang berhasil membuat amarahnya memuncak. "Lo pulang naik apa, Ga?" Via menolehkan kepalanya ke belakang sebentar karena dia sedang bertanya. Anjir, naik apa gue pulang? Biasanya gue tinggal ngilang aja. Gumam Raga dalam hatinya karena dia bingung harus menjawab apa. "Oh, gue pulang naik taksi." jawabnya cepat, karena Raga juga tidak terpikirkan kendaraan umum lainnya selain taksi. Via mengangguk paham. Dia langsung memanggil layanan taksi untuk menjemput mereka segera di SMA Golden's agar mereka tidak terlalu lama menunggu taksi lewat. Sampailah mereka di depan gerbang. Via memberi tahu kalau taksi penasarannya sudah hampir tiba. "Karena tugas kelompok ini ada di rumahnya. Gue sama lo nggak perlu ikut-ikutan bayar biaya taksinya." celetuk bibir Ify tanpa bicara dengan nada pelan, sehingga Raga bisa mendengarnya dengan sangat jelas tentang apa yang keluar dari bibirnya. "Gue juga nggak minta iuran dari lo." Raga menyambar karena saking emosinya. "Emang lo pikir, kalau lo minta kita patungan, gue mau ikutan bayar? Mending duitnya gue pakai buat beli indomie." balas Ify disertai senyuman remeh di wajahnya yang cukup menyeramkan. Kata-kata Ify berhasil membuat Raga tertawa, meski sebenarnya itu bukan tawa kebahagiaan. Via yang masih berdiri di tengah-tengah kejadian mereka, hanya bisa menutup kedua telinganya pakai headset agar dia tidak bisa mendengar apa yang pernah dirasakan oleh orang yang tidak bisa melihat uangnya. Saat Raga akan membalas kata-kata Ify, taksi yang dipesan Via sudah lebih dulu tiba. Jadi Raga harus menahan kekesalan dan kemarahannya pada Ify. Mereka lebih memilih masuk ke taksi dan saling diam. Via, sorry kalau lo harus gue manfaatin supaya gue bisa mengenal Rio lebih jauh tanpa dicurigai oleh Raga. Desah Ify lagi karena dia juga merasa bersalah pada sahabat baiknya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN