43. Kedua Kalinya

1696 Kata
Pagi-pagi sekali, kediaman Mr. Stuart yang sudah lama tenang dan hening, kali ini berubah menjadi tempat paling bising. Keributan sudah terjadi sejak sehabis subuh tadi. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Ify. Gadis itu sengaja membawa beberapa panci dari dapur ke depan kamar Alvin yang juga ada di lantai dua, lalu dia tata melingkar dan Ify duduk di dalam lingkaran panci-panci tersebut. Di tangan Ify sudah ada spatula stainless yang berperan bagai stick drum. Kalau sudah begini, pasti semua orang bisa menebak apa yang Ify lakukan. Benar saja, Ify menjelma bak pemain drummer profesional berbekal peralatan dapur seadanya. Bukan hanya panci dan spatula yang Ify bawa, tapi juga ada box musik. Gadis itu sengaja memutar lagu rock sekencang-kencangnya lalu dia memukul-mukul panci di sekelilingnya tanpa melodi. Ify benar-benar seperti orang kesetanan. Alhasil dari ulahnya itu, sudah ada dua panci yang sampai pecah bagian bawahnya dan otomatis tidak bisa digunakan lagi. Padahal, semua perabotan rumah tangga di rumah Mr. Stuart itu memiliki kualitas tinggi. Memang tenaganya Ify saja yang terlampau kuat sampai p****t panci saja berhasil dia pecahkan. Tidak ada niat lain dari Ify selain ingin mengusik ketenangan Alvin yang ada di dalam kamarnya. Inilah pembalasan yang Ify maksudkan. Dia tidak bisa diusik sekalipun. Beginilah jadinya kalau Ify diusik, dia akan membalasnya dengan lebih parah. Sekalipun yang mengganggunya itu Alvin, kakaknya sendiri. Wajah Ify menampilkan senyuman sinis. Dalam hati, Ify puas bisa mengganggu Alvin. Walaupun kakaknya di dalam sana hanya diam saja, tapi Ify yakin kalau Alvin pasti tidak bisa tidur. Kalaupun Alvin memang tidak tidur, pasti Alvin tidak bisa fokus pada pekerjaannya. Sungguh, kepuasan tersendiri bagi Ify melihat Alvin menderita. Waktu terus berjalan, hari sudah pagi tapi Ify masih betah bermain musik alakadarnya tanpa berniat buat beranjak dari sana dan siap-siap berangkat ke sekolah. Bahkan, Ify tidak peduli sekarang sudah jam berapa. Yang dia pedulikan hanya satu, melihat Alvin tersiksa. "I'am the devil's kind...!" Ify masih ikut menyanyikan lagu rock yang saat ini sedang diputar. Kebetulan kali ini ada lagu dari The Longshot berjudul Devil's Kind. Saat kebetulan pula, Ify menyanyikan lirik yang dijadikan julukan untuk dirinya oleh orang-orang setiap melihat dirinya. Iblis, itulah julukan Ify selama ini. Sedangkan yang dipanggil begitu pun tidak merasa keberatan. "Sadar diri juga lo, kalau lo itu beneran iblis!" Ify mendengar suara cempreng dari arah tangga yang menyahuti nyanyiannya. Tapi sayangnya, Ify sama sekali tidak tertarik buat menyahuti apa yang dikatakan Via barusan. Gadis itu terus saja melanjutkan aksi brutalnya. Benar-benar bising dan membuat telinga sakit. Via saja sampai menutup kedua telinganya ketika dia berusaha mendekat ke arah Ify. Jujur saja, Via tidak tahu apa motif Ify tiba-tiba melakukan semua keributan ini. Padahal sudah lama Ify adem ayem tanpa menimbulkan keributan. "Hah, pasti Bang Alvin yang mulai semua ini." desah Via seraya berkacak pinggang. Sudah lima menit Via menunggu Ify menghentikan semuanya, tapi tetap tidak ada tanda-tanda Ify akan mendengarkan perkataannya. "Nggak bisa dibiarin gini aja, nih. Dia otaknya udah konslet banget." Via kembali mendesah memikirkan Ify. Via langsung meletakkan tasnya di atas sofa yang ada di lantai dua dan jaraknya tidak terlalu jauh dari kamar Alvin. Gadis berpipi chubby itu berjalan mendekati Ify. "Udahan jadi iblisnya! Kita harus berangkat sekolah!" teriak Via sambil berkacak pinggang di depan Ify. Gaya Via kali ini sudah sangat mirip seperti emak-emak di pagi hari yang membangunkan anak gadisnya karena tak juga turun dari ranjang meski sudah dibangunkan berkali-kali. Wajahnya berubah jadi garang, bak macan siap menerkam mangsanya. Usaha Via berhasil, Ify langsung menghentikan acara bermusik solonya serta membuang spatula yang sedari tadi dia pegang ke sembarang arah. Ify juga mematikan musik di ponselnya yang dia sambungkan ke box musik. "Gue congkel mata lo kalau masih berani ngelihatin gue begitu." ancam Ify tak segan-segan pada Via seraya memperagakan seakan-akan dia akan mencongkel kedua mata Via. Wajah garang yang tadi ditampilkan Via, luntur seketika. Dia langsung nyengir kuda seraya menurunkan kedua tangannya dari pinggang. "Canda, Fy." kekehnya seraya mengedipkan kedua matanya cepat-cepat. Ify tidak lagi menghiraukan Via, dia langsung menuju kamarnya untuk bersiap-siap ke sekolah. Sementara Via, dia melihat kasihan ke arah pintu kamar Alvin. "Hah, kasihan banget Bang Alvin. Dia harus ngadepin kelakuan adeknya yang absurd kayak anak cacingan." Via menghela napasnya seraya mengambil tas yang tadi sempat dia taruh di sofa. "Gue tunggu di bawah, Fy!" Via tak segan-segan buat teriak agar Ify bisa mendengarnya. Dengan anggunnya, Via menuruni tangga menuju meja makan. Bukan tuan rumah, tapi sudah seperti pemilik rumah. Itulah spesialnya Via di rumah ini. Tidak akan ada yang melarang atau memarahinya karena berlaku seenaknya bak putri kandung Mr. Stuart. "Non Via mau sarapan apa?" tanya asisten rumah tangga yang sudah datang dari jam lima pagi tadi. "Ada nasi, Bik?" tanyanya. "Ada kalau nasi mah, Non. Kalau lauknya paling telur, sosis goreng atau nugget goreng, Non." jelasnya seraya menatap ke lantai dua. Via paham arti dari tatapan itu. Bibirnya seketika langsung mendumel ketika ingat kalau semua panci di dapur dibawa oleh Ify ke lantai dua. "Aish, dasar iblis." gumam Via mengumpati Ify. "Ya udah kalau gitu sama telur dadar aja nggak apa-apa, Bik." Asisten rumah tangga tadi mengangguk sembari mengiyakan permintaan Via dan berlalu ke dapur untuk membuatkan sarapan. "Tolong bikin buat Bang Alvin sama Ify sekalian ya, Bik!" pinta Via yang tak melupakan kakak beradik di lantai dua sana. "Siap, Non!" Sambil menunggu sarapan matang dan menunggu Alvin juga Ify turun, Via memilih membuka akun sosial medianya dan melihat beberapa foto yang diunggah oleh teman-teman satu sekolahnya. "Vana emang cans sih di sini, tapi dia keliatan lebih dewasa dari umurnya." komentar Via pada salah satu foto yang diunggah temen sekelasnya. Ibu jari Via terus menggeser ke arah atas di layar ponselnya, sampai dia menemukan sebuah postingan dari Ray. Postingan itu bukanlah sebuah foto, melainkan tulisan Rey vs Raga. Mata Via terbelalak seketika. "Ini apaan anjir?" tanyanya yang begitu penasaran. Tanpa pikir panjang, Via langsung melihat kolom komentar. Banyak siswa siswi yang menuliskan nama nama mereka. Ada yang menulis Rey, ada pula yang menulis Raga. Via mengartikan, bahwa tulisan itu semacam bentuk dukungan buat mereka. "Ngeliatin apa lo? Serius amat tuh mata, udah kek mau coplok aja." tanya Ify saat Via tetap bergeming di saat dia dan Alvin tiba di meja makan. Kepala Via menoleh ke samping kiri, dia memperlihatkan ponselnya pada Ify. Kening Ify mengerut karena belum paham tentang apa yang sebenarnya ditunjukkan Via padanya. "Apaan sih?" Ify kesal sendiri jadinya. Via hanya bisa menghela napas dan mencoba bersabar menghadapi kelemotan Ify kali ini. "Ntar aja, kita tanya Raga langsung." Via tidak menjawab, dia langsung memasukkan ponselnya ke dalam saku dan ganti fokus ke piring makanannya sendiri. Ify melihat Alvin yang duduk di seberangnya. Dia heran pada kakaknya yang tetap diam saja. Ify jadi penasaran, apakah usahanya tadi berhasil mengganggu Alvin atau tidak? "Telinga lo selamat, Vin?" tak segan-segan, Ify langsung bertanya langsung. Sebuah acungan jempol dari Alvin menjadi jawaban untuk pertanyaan Ify. Tentu saja, Ify meragukan jawaban Alvin. Padahal dia sudah bermain musik alakadarnya tadi dengan sangat brutal. "Lagi ngibul 'kan lo pasti? Nggak mungkin telinga lo baik-baik aja." Ify malah tak terima pada jawaban Alvin dan mencoba membuat jawaban sendiri. Alvin hanya diam menikmati nasi dan telur dadarnya tanpa menghiraukan Ify yang sudah tampak kesal. "Gimana caranya?" karena Alvin terus diam yang berarti bahwa lelaki itu tidak sedang berbohong membuat hati Ify dongkol. Lagi dan lagi, Alvin menunjukkan satu pasang headset bluetooth dari dalam saku jasnya. Ify mendesah, dia tidak berpikir sampai sejauh itu kalau Alvin tetap bisa tenang karena headset yang dimilikinya meski Ify membuat keributan yang sangat brutal. "Sia-sia gue, cuma bikin pegel tangan aja." desahnya kesal karena masih merasa kalah dari Alvin. Sedangkan Via hanya bisa melihat ke kanan lalu ke kiri, menyaksikan perdebatan mereka berdua yang terdengar seperti Ify marah-marah sendiri. *** "Kenapa Mama selalu ngedatengin aku di sini? Kenapa Mama nggak dateng ke rumah kita aja?" Ify akhirnya mampu menanyakan apa yang mengganjal di hatinya. Kalina tersenyum pada Ify, dia menaikkan tangannya ke udara seolah-olah ingin membelai rambut putrinya tapi tidak bisa. Bagaikan ada kaca yang menghalangi mereka, namun Ify bisa mendengar apa yang dikatakan oleh Kalina. "Ma, jawab dong. Kenapa?" Ify terus menuntut jawaban dari Kalina. "Kalau kamu penasaran, cari tahu jawabannya ke tempat di mana kamu lihat Mama. Datangi orang yang punya perkebunan mawar ini, Fy. Cari tahun sendiri jawabannya. Hanya ini yang bisa Mama katakan." pelan nan lembut, seperti itulah suara Kalina. Mimpi kedua Ify tentang Kalina malam ini, membuat Ify terbangun secara tiba-tiba lagi. Persis seperti tadi, Ify terbangun dengan kondisi banjir keringat. Dalam satu malam ini, Ify sudah memimpikan Kalina dua kali. Tadinya setelah dari dapur, Ify enggan terlelap lagi. Dia memutuskan untuk menonton drama thriller sampai pagi. Tetapi, tanpa Ify sangka ternyata dia malah ketiduran yang membuatnya kembali bertemu sang mama. Ify kini mencari jam beker di atas nakasnya, dan ternyata sudah pukul empat dini hari. Dia memilih berdiam diri dulu sebentar sambil menyandarkan tubuhnya ke ranjang. Setelah dua puluh menit Ify hanya diam, dia memiliki ide briliant agar tidak ketiduran lagi. Yaitu dengan cara merusuh. Satu persatu panci yang ada di dapur, berhasil Ify lempar dari bawah ke lantai dua supaya dia tidak lelah naik turun mengambil panci-panci itu. Setelah semuanya berpindah ke atas, Ify langsung menyusul ke atas dan melakukan aksi konser absurd-nya di depan kamar Alvin. Ify teringat apa yang dia mimpikan untuk kedua kalinya semalam dan apa alasan sebenernya tentang bermain-main suara dengan panci tadi pagi. Ify hanya tidak mau memimpikan mamanya buat ketika kalinya dalam satu malam. Sebenarnya, Ify senang bisa bertemu Kalina di alam mimpi begini. Cuma sayangnya, Ify kesal karena mimpi itu datang secara berulang dan dengan mimpi yang sama. Kalau Ify terlalu sering memimpikan hal yang sama begini, meski yang datang itu adalah Kalina, dia tetap akan kesal. "Ini nggak bisa gue biarin gitu aja." gumam Ify pelan. Tanpa aba-aba, Ify langsung berdiri begitu saja dan berdiri di samping meja sekolah Raga. Hal ini tentu saja membuat Raga bingung dibuatnya. "Kenapa?" karena merasa tak nyaman ditatap begitu oleh Ify, akhirnya Raga memutuskan buat bertanya lebih dulu. "Minta nomernya Rio." kata Ify seraya menyodorkan ponselnya ke arah Raga. Sebelah alisnya Raga terangkat ke atas, jadi dia sudah harus dilepaskan. Raga tidak berani melihat ke arah luar namun dirinya baik-baik saja.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN