40. Psikopat

1139 Kata
Belum sampai Rima naik ke lantai dua, Ify sudah lebih dulu kembali lagi ke bawah. Kini Ify jadi pusat perhatian, karena takutnya ada sesuatu yang diperlukan oleh Ify. Namun Ify malah mengatakan hal yang tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya. Kini Ify melangkahkan kakinya buat lanjut ke kamar. Semua yang di meja makan jadi melongo dan terdiam setelah mendengar apa yang dikatakan Ify barusan. Terutama Gabriel, dia berubah jadi orang yang seperti kehilangan harga diri. Bisa-bisanya dia dibuat malu di depan teman-temannya oleh Ify. Padahal, Gabriel sama sekali tidak pernah sekali pun membayangkan hal seperti ini bakal terjadi padanya. Barusan, Ify kembali dari kamar hanya untuk mengatakan hal yang membuat mental Gabriel down. "Bang Iel, di mana-mana nggak ada dansa pakai lagu pop rock." dengan mulus, kata-kata itu keluar dari bibir Ify. Sebelum mendapatkan jawaban atau pertanyaan, Ify sudah langsung balik kanan menuju kamar Via lagi. Dan beginilah jadinya, Gabriel dibuat berpikir atas apa yang sudah diucapkan oleh Ify. Otaknya bekerja kerja dalam beberapa detik terakhir. "Ada! Ntar di nikahan gue, dansanya pakai musik pop rock!" seru Gabriel membalas kata-kata Ify, tapi entah gadis itu mendengarnya atau tidak tapi yang Gabriel tahu, dia sudah lega karena bisa membalas kata-kata Ify. Semua teman-teman Gabriel cuma nyengir kuda setelah tahu apa yang dimaksud oleh ucapan Ify dan Gabriel barusan. Sementara Via, dia sudah terbahak-bahak menertawakan wajah kakaknya yang terlihat bodoh. Semua ini gara-gara lagu yang dicover oleh band yang digawangi Gabriel barusan. Karena biasanya, lagu Sway milik Michael Buble itu dijadikan iringan musik dalam tarian dansa dan ada beberapa pasangan yang menari di hari pernikahannya memakai iringan lagu tersebut. Maka dari itu, Ify sengaja meledek Gabriel barusan yang dianggap oleh Ify salah memilih lagu. Tak berbeda jauh dengan Rima yang juga terbahak-bahak di dapur sembari memotong buah-buahan agar bisa dibawa oleh Via ke kamar sekalian. Gabriel jadi kesal sendiri, karena hanya dia yang ditertawakan. "Sukurin lo, emang enak diledek sama anak SMA, wle...!" Via malah sengaja menjulurkan lidahnya ke arah Gabriel karena saking puasnya tertawa. Rima datang ke meja makan sambil membawakan sepiring buah-buahan dan dia letakkan di depan Via. Wanita paruh baya yang terlihat awet muda itu meminta agar Via membawanya ke kamar. "Ya udah, aku naik dulu. Males lama-lama di sini, ada Burhan." Gabriel yang tidak terima dipanggil Burhan, dia sontak melemparkan sekotak tissue ke arah Via tapi malah sekarang Gabriel yang terkena jewer dan omelan mamanya. Sungguh, pemandangan kali ini membuat Via puas. Burhan, itu adalah panggilan dari Via untuk Gabriel. Semua itu bermula dari kejadian empat tahun lalu ketika mereka di rumah hanya berdua. Gabriel sengaja menakut-nakuti Via dengan cerita seram. Lalu saat tengah malam, Gabriel juga sengaja menirukan suara burung hantu sampai Via menangis histeris. Tapi ternyata, Via menemukan Gabriel yang sedang menirukan suara burung hantu dan saat itu juga Via menamai Gabriel dengan Burhan alias singkatan dari burung hantu. Begitulah ceritanya nama Burhan tercipta. Sementara di dalam kamar, Ify sudah membuka kemeja seragamnya dan berbaring di atas karpet seraya memejamkan matanya. Via yang melihat, hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. "Di kasur napa, Fy? Lo lagi nggak enak badan, jadi jangan ngadi-ngadi pakai tidur di karpet segala." protes Via tak suka melihat Ify seperti itu. Sedangkan yang ditegur, tidak memberikan respons apa-apa. Ify hanya diam seraya menggoyang-goyangkan kakinya yang masih terbungkus kaos kaki. Bukannya meminta Ify supaya tiduran di ranjang, malah yang ada Via jadi ikutan berbaring di atas karpet bersama Ify. Memang benar-benar, magnet di diri Ify itu kuat sekali. "Fy, gue boleh nanya nggak?" tanya Via seraya menolehkan kepalanya ke samping kanan sebentar. "Eum!" angguk Ify pelan dan masih dalam posisi memejamkan mata. Via menggigit bibir bawahnya, dia antara takut tapi ingin tahu tentang kebenarannya bagaimana. Bukan malah berspekulasi yang tidak-tidak begini. "Sebenarnya, kenapa kemarin lo terima coklat dari Raga?" pertanyaan yang sebenarnya tersangkut di tenggorokan, sekarang berhasil Via keluarkan. Via jadi ikut menggoyang-goyangkan kakinya agar tidak terlalu gugup. Hanya ini yang bisa Via lakukan supaya Ify tidak sadar bahwa dirinya sebenarnya takut bertanya. "Kenapa? Lo cemburu karena gue dikasih coklat sama Raga?" Sudah Via duga, selalu seperti ini tiap Ify ditanya. Ify bukannya langsung menjawab seperti apa yang sudah ditanyakan, tapi malah balik bertanya. Jadi hubungan itu akan rumit karena kedua-duanya saling bertanya. Via langsung merubah posisinya yang tadinya tiduran jadi duduk bersila sembari menaruh bantal di atas kakinya dan menumpukan kedua tangannya di atas bantal. Benar-benar posisi duduk yang sangat nyaman. "Bukan begitu. Maksud gue itu, nggak biasanya lo nerima apa-apa dari orang lain. Lo ingat-ingat aja, udah berapa kali Ray ngasih sesuatu ke lo? Sebanyak itu pula lo nolak pemberian Ray." Via menghela napasnya sebentar guna meredakan rasa kesalnya sebelum kekesalannya semakin menjadi-jadi. "Dan gue yakin, tentang coklat dari Ray yang jatuh kemarin itu pun karena disengaja sama lo! Bukan karena tangan lo licin lalu jatuh gitu aja." Via begitu menggebu-gebu setiap kali membahas soal percintaannya Ify, padahal teman baiknya itu belum punya pengalaman sama sekali tentang cinta. Kesepuluh jemari Via sudah meremas-remas udara guna menahan rasa ingin memukul wajahnya Ify karena gadis itu tetap asik-asik berbaring sementara Via mengoceh sendiri bagaikan burung kakaktua sedang mengomel. "Eum, gue sengaja ngejatuhin kotak coklat dari Ray." setelah sekian lama diam, Ify akhirnya angkat bicara. Tadinya Via ingin mendengar kebenarannya. Sekarang setelah mendengar malah dia syok tak terkira. "Saiko. Lo bener-bener psikopat." umpat Via pada teman baiknya. "Gue suka julukan dari lo. Psikopat." Ify langsung bangun dan melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh Via tadi. Dia duduk berhadapan dengan Via sekarang dengan senyuman mengerikan di wajahnya. Senyuman itu, sampai membuat bulu kuduk Via merinding dan berdiri. "Hem, lo bener-bener psikopat gila. Ada orang yang niat baik malah disia-siain." decak Via tak habis pikir pada Ify. Mereka sama-sama diam kurang dari dua menit. Tak lama, Via kembali menatap Ify yang sekarang asik memakan buah hasil potongan tangan Rima. "Terus, kenapa lo nerima coklat dari Raga?" untuk yang satu ini, Via masih sangat penasaran karena belum mendapatkan jawaban yang dia inginkan. Lagi-lagi, Ify bukan langsung menjawab malah menyuapi buah pada Via lalu menyuapkan ke mulutnya sendiri. "Kenapa?" tanya Via lagi. "Lo o'on atau gimana sih, Vi? Ya jelas gue harus baik-baikin Raga supaya gue tetep bisa nyari jawaban atas mimpi gue yang ada sangkut pautnya sama Rio itu." jelas Ify dengan geregetan. Via menepuk keningnya sendiri, dia paham sekarang kenapa Ify menerima coklat dari Raga. Pasti alasannya karena Rio. Lagi pula, tidak ada alasan selain karena Rio untuk Ify mau berbaik hati pada Raga. Ditambah lagi, berpura-pura baik itu bukan tipenya Ify sekali. Ify harus menahan segala emosi dan kekesalannya untuk kedua lelaki itu demi melancarkan niatnya. "Wah, lo bener-bener ya. Dasar psikopat, manis di depan doang tapi aslinya penuh racun." cibir Via lagi pada Ify, tapi Ify tidak ambil pusing. Mendengar dirinya diberi julukan psikopat oleh Via, hal itu malah membuat Ify senang. Dia masih saja tersenyum sinis dengan menarik sebelah sudut bibirnya ke atas.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN