Satu jam sudah Ify, Alvin dan Mr. Stuart berkunjung ke makam Kalina. Mereka juga mencabut beberapa rumput yang sedikit lebih panjang, karena sebenarnya di makam pun sudah ada penjaganya yang merawat. Banyak sekali yang Ify ceritakan kepada Kalina, tentang ini dan itu. Sedangkan Alvin, jelas saja dia hanya bercerita pada mamanya lewat hati saja.
Ify pikir, Mr. Stuart tidak akan datang hati ini. Tapi ternyata papanya itu memberikan kejutan. Lelaki paruh baya itu bilang kalau beliau sengaja ingin mengerjai Ify dengan sengaja tidak bisa dihubungi. Padahal aslinya, Mr. Stuart hanya ingin memberikan kejutan untuk Ify.
Melihat kedua buah hatinya hidup dan tumbuh tanpa sosok seorang mama, membuat hati Mr. Stuart hancur. Walaupun hidup dan mati itu bukan kehendaknya, namun tetap saja Mr. Stuart merasa bahwa ini tidak adil bagi mereka. Terlebih untuk Ify, dia harus mengalami masa kanak-kanak sampai dewasa nanti tanpa Kalina.
Meski kamu nggak pernah ngeluh karena nggak ada Mama, tapi Papa tahu kalau kamu sebenarnya iri sama teman-temanmu di luar sana, Fy. Batin Mr. Stuart yang miris melihat anak gadisnya terus memandang batu nisan istrinya seperti sedang melihat wajah Kalina.
Dulu sekali, pihak dari keluarga Kalina sudah pernah memberikan solusi dan mengizinkan Mr. Stuart untuk menikah lagi demi kebaikan Ify. Namun sayangnya, Mr. Stuart tidak mau menikah lagi. Begitu pula Ify dan Alvin yang enggan menerima mama baru.
Satu kecupan Ify berikan di batu nisan Kalina sebagai tanda sayangnya pada sang mama. Gadis itu menyimpan kerinduan mendalam di hatinya untuk Kalina. Tepat tiga belas tahun sudah Ify tidak bertemu Kalina karena kematian, dan itu sangat menyesakkan bagi Ify.
"Mama baik-baik ya di sana, jangan lupa terus doain aku supaya tetap baik-baik saja di sini. Aku sayang sama Mama, kangen juga. Kapan-kapan kalau aku sama Alvin ada waktu, kami bakal ke sini lagi nemuin Mama." kata Ify seraya mengusap batu nisan Kalina seolah-olah Ify sedang meraba pipi lembut mamanya.
Senyuman cantik nan tulus keluar dari wajah Ify. Buat siapa saja yang penasaran dengan senyuman tulus di wajah cantik Ify, harus melihatnya ketika Ify sedang mengunjungi makam Kalina. Kalau di luar sana, jangan harap dapat melihat senyuman Ify yang sangat berbeda. Dan bagi Mr. Stuart juga Alvin, mereka hanya bisa melihatnya satu kali dalam setahun.
Papa kangen lihat senyuman manis kamu yang kayak gini, Fy. Batin Mr. Stuart lagi yang tidak bisa melepaskan pandangan dari paras ayu anak gadisnya.
Ma, aku akan terus berusaha jagain Ify semampuku. Itu janjiku ke Mama, jadi Mama jangan khawatir tentang Ify. Ada aku yang bakal di sampingnya kapan pun dan di manapun. Aku sayang sama Mama. Cerita hati kecil Alvin pada Kalina.
Kalau aku boleh minta ke Mama, boleh nggak kalau Mama dateng ke mimpi aku sekali lagi? Aku beneran kangen sama Mama. Aku janji, nggak akan jadi orang nakal, Ma. Pinta Alvin, namun hanya bisa tersampaikan melalui hati saja.
"Maafin aku ya, Na. Karena aku nggak bisa di sini jagain anak-anak. Kamu tahu 'kan, kalau mereka lebih sayang ke kamu daripada ke aku? Jadi mereka lebih milih jagain kamu di sini ketimbang ikut aku ke Colmar. Jadi kamu harus janji sama aku ya, Na, kalau kamu bakal jagain mereka juga di sini. Jagain anak kita dari sana, Na."
Walaupun Mr. Stuart dan Kalina sudah menikah, namun mereka tetap memanggil nama masing-masing tanpa embel-embel sayang ataupun yang lainnya. Entah kenapa, tapi seingat Alvin dulu Mr. Stuart bilang karena sudah kebiasaan dari semasa pacaran.
"Ayo kita pulang!" ajak Mr. Stuart pada kedua buah hatinya.
Ify maupun Alvin sama-sama berdiri. Alvin berjalan di belakang, sementara Ify, dia bergelayut manja di lengan papanya karena begitu merindukan kehadiran Mr. Stuart. Sudah dua bulan Mr. Stuart tidak pulang, dan sebenarnya bukan hari ini jadwal kepulangannya. Harusnya Mr. Stuart pulang bulan depan, namun karena ini tanggal spesial jadinya Me. Stuart pulang ke Surabaya walaupun belum genap tiga bulan dari tanggal kepulangannya yang terakhir.
"Papa kenapa kemarin nggak bisa dihubungi?" Ify menuntut penjelasan dari Mr. Stuart.
Mr. Stuart menoleh ke arah putrinya lalu dia acak-acak sembarang rambutnya hingga sedikit berantakan. Jelas saja, Ify kesal karena diperlakukan begini oleh Mr. Stuart.
Pada akhirnya, Mr. Stuart menceritakan yang sebenarnya tentang kesibukan dan tentang dirinya yang niat awalnya ingin mengerjai Ify. Mulanya Ify kesal dan ingin ngambek pada Mr. Stuart saat mendengar bahwa papanya itu sengaja mengerjainya. Tetapi ngambeknya Ify sembunyikan dulu untuk sementara karena dia terlalu merindukan Mr. Stuart.
"Lo pulang sendiri aja, biar gue sama Papa." kata Ify mengarah ke Alvin yang berjalan di belakangnya.
"Kenapa nggak kalian ikut Papa aja? Biar mobilnya Alvin dibawa pulang sama Om Rian." Mr. Stuart juga merindukan Alvin, jadi dia ingin ditemani oleh kedua buah hatinya.
Meski Alvin sudah beranjak menjadi dewasa. Namun bagi Mr. Stuart, Alvin tetaplah anak kecil yang butuh perhatian dan kasih sayangnya seperti anak-anak pada umumnya. Lagi pula, Mr. Stuart tidak ingin ada kesenjangan sosial antara kakak dan adik di keluarga Schmitz ini.
Alvin mengangguk mengiyakan, itu tandanya dia tidak keberatan kalau mobilnya dibawa pulang Rian. Lagi pula, di mobilnya tidak ada apa pun yang harus disembunyikan dari orang lain. Mobilnya bersih, tidak ada barang yang mencurigakan.
Mr. Stuart langsung meminta Rian, asisten pribadinya tadi buat mengambil kunci mobil milik Alvin. Kini, keluarga Schmitz langsung masuk ke mobil yang tadi dinaiki oleh Mr. Stuart. Ify dan Mr. Stuart duduk di jok tengah, sedangkan Alvin duduk di depan samping kursi kemudi.
"Gimana sekolahmu, Fy?" pertanyaan pertama yang Mr. Stuart lontarkan selama mereka sudah berada di dalam mobil.
"Biasa-biasa aja, Pa. Nggak ada yang menarik." sahut Ify seraya mengedikkan bahunya acuh tak acuh.
Mobil sudah mulai meninggalkan tempat pemakaman umum. Dan di sana ada beberapa orang peminta-minta yang menengadahkan tangannya. Melihat itu semua, rasanya miris. Karena kebanyakan dari mereka terlihat sangat sehat untuk bekerja tapi malah meminta-minta.
"Kalau kamu, gimana? Udah punya pacar?" sekarang Mr. Stuart ganti bertanya ke Alvin.
"Emang ada cewek yang mau pacaran sama kulkas berjalan, Pa? Kayaknya nggak akan ada deh."
Ify menyahut seraya mengejek Alvin yang tidak pernah terlihat punya pacar. Jangankan pacar, gebetan saja Alvin tidak punya.
"ANNP, Pa."
Sungguh, Mr. Stuart selalu mengurut pelipisnya karena pusing setiap kali bicara dengan Alvin pasti jawabannya itu sebuah singkatan, sehingga membuat Mr. Stuart harus berpikir keras apa kata yang disingkat oleh Alvin.
"Ish, kamu nggak bisa apa kalau ngomong itu jangan disingkat-singkat?" desah Mr. Stuart yang kesal pada putranya.
Alvin hanya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. Mr. Stuart cuma bisa mengelus d**a merasakan Alvin yang menurutnya sangat keterlaluan dalam segi bicara.
"Kira-kira apa singkatannya, Fy?" Mr. Stuart menyerah, dan memilih bertanya pada Ify.
"Kalau menurut aku sih, Pa. Itu tadi singkatannya, aku nggak niat pacaran. Gitu deh kayanya, Pa."
Sebuah acungan jempol dari Alvin mengudara di dalam mobil. Tahu kalau dirinya benar-benar dikerjai oleh papanya, Alvin segera berlari ke arah di mana tempat yang dia sembunyikan selama bertahun-tahun ini.
"Tuh 'kan, Pa. Tebakanku bener." Ify patut membagikan dirinya sendiri.
Tebakan Ify yang benar tadi, membuatnya sedikit berbangga hati karena bisa membaca kata yang keluar dari mulut Alvin.