33. Bouquet Anyelir Putih

1231 Kata
"Maaf, aku tidak tahu malu karena terus berkunjung ke sini menemui kamu. Tapi aku harap, di surga sana kamu akan mengerti dan melihat semuanya." kata seorang lelaki berpakaian serba hitam, dari jas dan celananya. Sementara kemejanya tetap berwarna putih biasa. Lelaki itu mengusap batu nisan milik orang yang dia datangi sebentar. Dia juga tersenyum meski sebenarnya hatinya hancur. Kini, dia berdiri dan meninggalkan satu bouquet bunga di atas makamnya. Usai mengantarkan doa dan sedikit bercerita, lelaki itu langsung pergi begitu saja tanpa banyak basa-basi. Pandangannya hanya lurus ke depan, tanpa ingin menoleh ke sekeliling. Meski kejadiannya sudah lama, namun rasa sakit itu masih membekas di dalam d**a. Itulah yang dirasakan oleh lelaki itu setiap kali dia datang ke makam ini. Seperti itulah luka hati, tidak akan sembuh meski waktu telah berlalu sekian lama. Buat yang bilang kalau waktu akan menyembuhkan rasa sakit, itu semua bohong adanya. Nyatanya, hatiku masih saja sakit karena kejadian itu. Bahkan rasa sakitnya masih membekas tanpa ada rasa sakit yang berkurang sedikit pun. Batin lelaki jangkung yang sudah berhasil memasuki mobilnya. *** "Terus kapan kita mau ngerjain tugas kelompoknya?" Raga geram pada Ify karena gadis itu bilang bahwa hari ini tidak bisa memulai buat mengerjakan tugas kelompok mereka. Via melirik-lirik ke arah Raga dan berusaha meminta pengertian dari satu teman barunya itu, dengan harapan Raga bisa mengerti. "Gue nggak bisa sekarang." kata Ify lagi sambil bejalan pergi ke luar kelas. Jam sekolah telah usai dari sepuluh menit yang lalu. Tapi ketiga remaja itu baru saja keluar kelas karena perdebatan antara Ify dan Raga yang mempermasalahkan tentang waktu bersama buat mengerjakan tugas. "Kamu nggak bisa seenaknya gitu dong, Fy! Tugas ini 'kan ada kita bertiga, jadi pikirin aku sama Via juga. Jangan cuma mikirin diri kamu sendiri. Jangan egois jadi orang tuh!" teriak Raga dari depan kelasnya. Kata-kata Raga barusan berhasil membuat Via dan Ify menghentikan langkah kaki mereka. Bahkan, Ify sekarang juga membalikkan badan. Sorot matanya sungguh tidak bersahabat. Tatapan itu setajam mata burung hantu di dalam gelapnya malam. Ify berjalan ke arah Raga seraya menyilangkan kedua tangannya di depan d**a. Via sudah ketakutan, takut kalau Ify akan mencincang organ dalam Raga saat ini juga. Setelah berjalan beberapa langkah, Ify berhenti tepat di depan tubuh Raga. Bahkan jarak di antara mereka itu sangat tipis. Ify sengaja melakukan trik ini untuk mengintimidasi Raga. "Kalau lo nggak suka satu kelompok sama gue, ya udah sana sama Via aja berdua. Gue nggak masalah ngerjain tugas itu sendiri. Daripada gue harus satu kelompok sama orang banyak bacot kayak lo." Ber-damage sekali kata-kata Ify barusan. Via jadi merapatkan kedua matanya karena harus mendengar kata-kata barusan dari Ify. Walaupun itu bukan untuknya, tapi Via juga merasa tidak enak. Ify langsung pergi dari sana tanpa ingin mendengarkan apa lagi yang akan dikatakan oleh Raga. Gadis itu berjalan secepat mungkin karena Alvin sudah menunggu di depan gerbang. "Harap maklum, Ga. Hari ini adalah peringatan hari kematian Mamanya Ify. Di setiap tanggal itu, Ify pasti tidak akan melakukan apa-apa selain bersama keluarganya." Via sengaja memberi tahu Raga, agar teman satu kelasnya itu juga bisa memahami sikap Ify hari ini. Rasa tak enak hati kembali menyergap Raga. Padahal baru di jam istirahat pertama tadi dia meminta maaf pada Ify atas kesalahannya yang sudah menuduh Ify yang tidak-tidak. Tapi sekarang, Raga kembali mencetak penyesalan karena sudah berkata semena-mena pada Ify. "Ah, begitu? Aku mengerti. Memang barusan aku kelewatan sama Ify." angguk Raga sembari mendesah pelan. "Biar besok aku minta maaf sama dia." Via mengangguk mendengar Raga yang menyesal. Via tahu, kalau Raga mengatakan itu bukan karena dia ingin menyudutkan Ify, melainkan karena Raga hanya mau nilai yang terbaik untuk kelompok mereka. "Oke, kalau gitu mending kita pulang." Kaki Via langsung memutar dan dia berjalan ke arah tangga. Via meninggalkan Raga seorang diri di sana. Sayangnya, tidak sampai lima menit Raga sudah menyusul Via. "Kita bareng turunnya, Vi. Aku takut!" teriak Raga yang kini berhasil jalan di samping Via. Di luar gerbang, Ify sudah bersama Alvin. Gadis itu bahkan sampai membanting pintu mobil kakaknya demi melampiaskan kekesalannya pada Raga. Tatapan tajam Alvin pada Ify karena tidak terima mobil mewahnya diperlakukan kasar seperti barusan. Alvin cuma bisa menelan rasa kesal dan marahnya pada Ify ketika tahu raut wajah adiknya itu tidak baik-baik saja. Tanpa mengeluarkan sepatah kata, Alvin segera meninggalkan area sekolah. Rencananya, hari ini mereka akan ke toko bunga dan membeli bouquet untuk Kalina di tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah mengunjungi Kalina, Alvin dan Ify akan melakukan makan malam spesial di luar. Itulah rutinitas yang selalu keluarga Schmitz lakukan saat memperingati hari kematian Kalina. "Lo udah berhasil nelfon Papa?" setelah sekian lama diam, Ify mulai membuka suara. Gelengan kepala menjadi jawaban atas pertanyaan Ify. Dan jawaban Alvin barusan membuat Ify semakin marah. Sebenarnya, Ify sangat ingin menendang atau meninju sesuatu sekarang. Hanya saja, tidak ada media yang pas untuk meluapkan kemarahan dan kekesalannya. "Lo nggak curiga kalau Papa punya pacar di sana?" Lagi dan lagi, Alvin hanya menggelengkan kepalanya tanpa mengeluarkan suara. Tatapannya juga masih fokus ke depan, agar tidak terjadi hal-hal tak diinginkan. "Jujur sama gue, Vin. Lo sebenarnya curiga Papa punya pacar 'kan?" Ify masih belum puas dengan gelengan kepala Alvin tadi, sampai-sampai Ify kembali menanyakan dengan pertanyaan yang berbeda. "Enggak." Akhirnya, Alvin membuka suara setelah beberapa hari hanya diam tanpa kata. Tapi tetap saja, tidak ada yang perlu diharapkan dari Alvin. Meski hanya membuka suara, dia tetap saja bicara cuma satu kata. Bukan satu kalimat. Ify mendesah, dia percaya pada Alvin kalau kakaknya tidak akan berbohong padanya. Terbukti selama bertahun-tahun mereka tinggal berdua, Alvin selalu jujur pada Ify tentang apa pun yang terjadi. Gadis itu mengambil ponselnya yang ada di dalam tas. Ify berusaha menelepon Mr. Stuart, tapi tetap saja tidak tersambung. Ify kembali mengulanginya namun hasilnya tetap sama. Mr. Stuart tidak diketahui keberadaannya di mana. Dari kemarin lusa, Ify maupun Alvin tidak ada yang bisa menghubungi duda dua anak yang tinggal di Colmar itu. "Ish, awas aja kalau Papa sampai punya pacar baru. Gue bakal bakar kepalanya tu cewek sampai nggak bisa tumbuh rambut lagi." tekad Ify menggebu-gebu setiap ingat kalau itu adalah pacarnya. Mobil berhenti lumayan jauh dari toko bunga langganan Alvin. Selalu begini, Alvin akan turun dari mobil dan berjalan sedikit lebih jauh agar Ify tidak melihat bunga mawar yang dipajang. Sedangkan Ify, dia akan menunggu Alvin sampai selesai membeli bunga. Tak selang berapa lama, Alvin sudah kembali seraya membawa satu bouquet bunga lily putih. Alvin meletakkan bouquet tadi di jok tengah agar tidak rusak. Lagi pula, jarak antara bouquet bunga dan makam juga tidak terlalu jauh. Sesampainya di tempat pemakaman umum, Alvin berhasil mendapatkan tempat parkir di bawah pohon yang akan membuat mobilnya tidak kepanasan di bawah sinar matahari siang menjelang sore. Ify membawa bouquet lily putih tadi dan berjalan beriringan bersama Alvin memasuki area makam. Penjaga makam pun sudah hapal pada mereka berdua yang sering datang untuk mendoakan mendiang mamanya. "Bouquet anyelir putih lagi?" tanya Ify pada Alvin ketika gadis itu melihat ada satu bouquet anyelir putih di atas nisan Kalina. Alvin pun ikut mengernyitkan dahinya, dia melihat bouquet itu sepertinya masih baru karena bunganya belum terlalu layu. Bahkan ikatannya juga masih kokoh. Mereka tahu, setiap tahun pasti ada bouquet anyelir putih yang tergeletak di atas batu nisan Kalina. Tetapi antara mereka, tidak ada yang tahu siapa yang meletakkan bouquet itu di sana. Hingga akhirnya, Alvin dan Ify pun hanya mengira bahwa itu bouquet dari temannya Kalina yang selalu mendoakan setiap tahunnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN