Raga melihat Via yang baru saja kembali dari luar untuk menelepon Alvin. Gadis itu tampak memukul-mukulkan ujung smartphone ke telapak tangannya seperti orang gelisah.
"Kenapa, Vi?" tanya Raga, barangkali Via mau bercerita kepadanya.
"Hah? Apa?" Via malah balik bertanya dengan wajah bodohnya.
Raga jadi ikut bingung, dia bertanya malah balik ditanya. Akhirnya Raga menggeleng sambil terkekeh sumbang, dan benar saja kalau Via tidak menyadari bahwa dirinya bukan tertawa senang.
"Gimana? Udah, nelfon Kakaknya Ify?" Raga langsung mengalihkan pertanyaan, siapa tahu kalau pertanyaan kali ini Via akan nyambung.
"Kayaknya gue bakal nunggu Ify di sini sampai dia bangun. Soalnya Bang Alvin lagi ada rapat di luar kota dan tiket pesawat ke Surabayanya masih nanti malam." jawab Via disertai wajah yang sedikit terlihat sedih.
Melihat ekspresi Via yang terlihat seperti orang kecewa, Raga jadi menyimpulkan bahwa Via mungkin saja sudah ada rencana lain namun gagal karena harus menemani Ify.
"Jadi karena lo harus nemenin Ify sampai bangun makanya kesel begini?" Raga mencoba menebak, siapa tahu tebakannya benar.
Sekarang malah ganti Via yang kaget dengan pertanyaan Raga. Dia mendongakkan kepalanya untuk bisa melihat Raga dengan jelas agar Via bisa memastikan bahwa pertanyaan itu memang keluar dari bibir Raga.
Via sedikit bingung buat menjawab, dia kesal tapi juga tidak tega kalau harus meninggalkan Ify sendiri di sekolah. Raga pun ikut mengerutkan keningnya melihat Via.
"Muka gue emang kelihatan kesel ya?" Via jadi heboh sendiri karena dibilang begitu oleh Raga, dia takut kalau raut wajahnya terlalu menjelaskan isi hatinya.
Meski takut melukai perasaan Via, tapi akhirnya Raga menganggukkan kepalanya beberapa kali. Tak lama Raga tiba-tiba mendengar suara keluhan dari bibir Via. Hanya samar-samar Raga mendengarnya, tapi Raga tetap tidak tahu apa maksud dari perkataan Via. Raga malah jadi terkikik sendiri karena mendengar Via mengomel.
"Bukannya lo sahabat dekatnya Ify? Terus kenapa kesel pas tahu lo harus jagain Ify seharian?" dengan bangganya Raga meledek Via.
Wajah Via berubah jadi ganas seketika, dia memicingkan matanya supaya bisa menatap kedua bola Raga. Sungguh demi apa pun, Via ingin memukul wajah tampan itu, tapi dia tahan ketika mengingat bahwa mereka berteman. Ralat, bukan berteman dekat tapi teman satu kelas yang lebih dari teman satu kelas namun tidak sedekat yang dibayangkan. Benar, seperti itulah kira-kira hubungan antara Raga dan Via. Berbeda lagi kalau antara Raga dan Ify, mereka masih tetap menjadi musuh seperti biasa walaupun sebenarnya Ify membutuhkan Raga buat dijadikan alasan supaya bisa datang ke rumah Rio lagi dan lagi.
"Maksud lo ngomong gitu apaan?!" sentak Via sembari berkacak pinggang seperti gaya emak-emak yang sedang marah.
"Bukannya maksud lo itu, lo terpaksa harus jagain Ify di sini sampai tugas selesai? Makanya lo jadi kesel. Iya 'kan?" Raga mencoba menebak.
Satu pukulan dari Via mendarat tepat di lengan kanan Raga sampai membuat lelaki itu meringis kesakitan. Kalau sudah begini, Raga jadi tahu bahwa dugaannya juga tidak benar.
"Gue itu kesel karena kita harus ngerjain tugas kelompok yang bagian Ify. Sama aja, tugas itu cuma kita berdua yang ngerjain sementara Ify dapet enaknya aja." dengusnya seraya memanyunkan bibirnya bagaikan bayi, sangat lucu hingga mencetak tawa di ujung bibir Raga.
Jawaban Via seketika membuat Raga tertawa sampai mengeluarkan air mata. Padahal tadinya Raga kira apa yang dikhawatirkan oleh Via sampai seperti itu, nyatanya tentang tugas kelompok yang harus dikumpulkan besok.
Ekor mata Via memicing, dia berdecak kesal karena ditertawakan oleh Raga padahal tidak tahu bagian mana dia salah. Hingga Via mendesah dan duduk di salah satu kursi yang ada di dalam ruang UKS. Gadis itu lagi-lagi mengeluhkan tentang dirinya yang harus mengerjakan lagi bersama Raga sambil menjaga Ify.
"Nggak apa-apa, nanti minta traktiran semua makanan enak aja dari Ify sebagai ganti kerja keras kita." Raga mencoba memberi ide yang mungkin saja bakal diterima oleh Via.
Bola mata Via berbinar sekarang usai Raga mengatakan traktiran. Ludahnya sudah hampir menetes ketika membayangkan menyantap makanan enak secara gratis.
"Ide lo cemerlang." dua acungan jempol Via berikan kepada Raga, sebagai bentuk apresiasi yang sudah memberinya ide seperti ini.
"Ingat, hidup di dunia ini tidak ada yang gratis kecuali nyawa, udara dan hujan dari Tuhan. Jadi selama ada yang bisa dimanfaatkan, maka manfaatkanlah sebaik-baiknya." dengan bangganya Raga mengatakan ini seraya menggerak-gerakkan kedua alisnya agar terlihat seperti orang keren.
"Gue suka gaya lo." lagi dan lagi, Via tidak bisa berhenti memuji Raga yang menurutnya ide Raga benar-benar oke.
Raga langsung kembali ke kelas untuk mengambil tas mereka dan akan mengerjakan tugas buat besok di sini. Via yakin kalau penjaga dan pengurus ruang UKS tidak keberatan, lagi pula mereka juga sambil menjaga orang sakit. Pemandangan seperti itu akan terlihat sudah biasa apabila di UKS, bukan di kelas.
"Kalau gitu, bangun ntar aja deh lo, Fy. Biar gue bisa makan makanan enak secara gratis." Via tertawa jahat di atas penderitaan teman baiknya, tapi Via juga tidak mau munafik.
Tak lama, Raga sudah kembali dari kelas. Di kedua tangannya terlihat menentang sesuatu, jelas saja kalau itu Raga harapkan tapi ternyata malah itu yang dia bawa pulang.
"Ayo, mulai dikerjain." ajak Via sambil meraih tasnya sendiri dan mengambil tugas kelompok di mata pelajaran biologi.
Raga mengikuti Via duduk lesehan di lantai. Dia juga mengeluarkan bolpoinnya dan mulai menggunakan otaknya yang cerdas. Via tersenyum licik sekarang seraya melirik ke arah Ify yang masih terlelap dalam tidurnya. Sebelum mengerjakan, Via lebih dulu mengambil snack yang dia punya di dalam tas sekolahnya.
"Jangan sambil makan, Vi. Rontok semua ini," dengus Raga karena makanan Ify rontok semua ke buku-buku mereka.
Via nyengir kuda ke arah Raga tapi Via juga tidak bisa menghentikan acara makan snack-nya. Hingga akhirnya Raga cuma bisa mendengus dan menghela napas panjang.
Ekor mata Ify melirik ke arah Via dan Raga, dia sebenarnya tahu rencana mereka berdua namun Ify pura-pura tidak tahu. Dia memilih lanjut tidur dan biarkan saja Via juga Raga yang mengerjakannya. Lagi pula, menurut Ify pun kedua temannya itu sudah merasa tidak keberatan.
Pusing bukanlah alasan Ify untuk malas mengerjakan tugas bagiannya. Dia hanya ingin istirahat, itu saja. Tidak lebih.
"Ify beneran belum bangun atau dia pura-pura belum bangun ya kira-kira?" tanya Via tiba-tiba, pandangannya sekarang jadi fokus ke arah Raga.
Raga cuma menggelengkan kepalanya tanda dia juga tidak tahu. Sekarang mereka jadi menatap Ify yang masih memejamkan mata di atas ranjang UKS.