Hampir tengah malam pesta anniversary yang digelar secara besar-besaran itu pun akhirnya usai. Satu persatu para tamu undangan pergi meninggalkan ballroom Hotel Shangrila, terkecuali pihak keluarga inti dari kedua pasangan tersebut.
Almira sengaja mempersiapkan kamar untuk orang terdekatnya dan sanak saudara yang datang jauh-jauh dari luar kota. Termaksud dari pihak keluarga bude Kinanti dan kedua anaknya. Jarang-jarang mereka bisa menghabiskan waktu bersama dalam kurun waktu yang lama. Oleh karena itu, Almira ingin meminta mereka semua supaya mau menginap semalam saja di Hotel.
Permintaan Almira tentu tidak dapat ditolak. Apalagi permintaan tersebut diminta dengan sangat tulus. Keluarga besar dari dua belah pihak menempati kamar yang telah dipersiapkan khusus. Tak terkecuali Danu dan istrinya Sandra. Untuk pasangan pengantin baru itu, Almira menyiapkan kamar khusus yaitu honey moon suite room.
Sementara dia sendiri menempati kamar VVIP dengan fasilitas yang mewah dan lengkap. Semua itu tentu tanpa sepengetahuan Sandi—suaminya.
Lelaki itu tak menduga bila Almira mempersiapkan semuanya dengan begitu detail dan perencanaan penuh. Dari mulai baju sampai menyewa kamar Hotel, Sandi tak tahu menahu lantaran kesibukannya yang cukup padat. Almira melakukannya dengan sangat sempurna dengan bantuan pihak W.O dan para asistennya.
Di dalam kamar mewah ini Sandi baru saja selesai membersihkan diri, mandi air hangat cukup merilekskan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku dan pegal. Sementara Almira tengah memanjakan tubuhnya dengan berendam di bak mandi setelah Sandi selesai dengan urusannya.
Sebagai seorang yang super sibuk Sandi selalu mengecek pekerjaannya melalui I-Pad, benda pipih yang tak pernah dia lupakan. Tanggung jawabnya begitu besar pada perusahaan sang ayah. Sandi hampir tidak ada waktu untuk beristirahat meski sekejap. Karena saking sibuknya Sandi hampir tidak menyadari jika Almira sudah selesai mandi, dan saat ini tengah duduk di sampingnya.
"Mas." Almira memanggil suaminya dengan suaranya yang lembut hingga Sandi mengalihkan pandangannya dari layar I-Pad.
"Ya?"
Untuk sejenak Sandi tertegun memandang penampilan Almira yang sedikit berbeda. Secara tidak sadar dia bahkan menelan ludahnya susah payah. Almira terlihat sangat cantik dengan balutan gaun malam yang cukup seksi dan menggoda.
Bibir ranum Almira tampak sangat menggoda Sandi. Meski tidak dipoles dengan apa pun, warna alami bibir Almira terkesan seperti polesan. Bentuk bibir Almira begitu sensual dan penuh. Sebagai model tubuhnya juga sangat terawat dan bersih. Mulus tanpa celah. Warna kulit yang khas orang Jawa semakin menambah kesan manis.
Tiga tahun tinggal dalam satu atap, Sandi baru menyadari jika selama ini dia sama sekali belum menunaikan kewajibannya sebagai seorang suami. Meski tidur satu ranjang, tetapi dia belum bisa memberikan semua yang menjadi hak Almira.
Sandi dan Almira saling menatap cukup lama. Sebelum akhirnya lelaki bertubuh gagah itu menyadarkan diri dan memutus tatapannya. Membuang pandangannya ke arah lain.
"Ekhm!" Guna menghalau rasa gugup Sandi berdeham cukup keras. Lalu setelah itu dia pun bertanya, "Ada apa?"
Almira yang masih menetralkan degup jantungnya sontak termangu dengan pertanyaan Sandi.
"Hah?"
"Kamu mau ngomong apa tadi?" ucap Sandi mengulangi pertanyaannya seraya meletakkan I-Pad ke atas nakas. Kemudian memindai wajah Almira yang memerah.
"Oh," Almira segera mengambil sesuatu dari dalam laci. "Ini. Aku cuma mau kasih ini." Menyodorkan sebuah amplop berwarna putih.
Kening Sandi mengernyit. "Apa ini, Al?" tanyanya seraya mengambil amplop tersebut dari tangan Almira.
"Mas buka aja."
Dengan penuh tanda tanya Sandi pun membuka amplop tersebut. "Ini? Tiket bulan madu?"
"Iya."
Sontak Sandi menatap Almira dengan kerutan yang semakin kentara. "Bulan madu? Untuk siapa?"
Astaga, suaminya ini benar-benar tidak peka sama sekali. Almira gemas dibuatnya.
"Untuk kitalah, Mas. Memangnya untuk siapa lagi?" seru Almira pura-pura kesal.
Mengerjap pelan sambil berujar dalam hati, Sandi mencerna penuturan sang istri.
'Bulan madu? Kita? Maksudnya aku sama Almira?'
"Mas."
"Hem, ya?" Sandi tercenung sebelum kemudian bertanya, "Kamu pengen banget, ya, kita bulan madu?"
Almira mengangguk antusias. "Pengen." Bibirnya menyeringai. Senyuman yang sangat manis sekali.
'Mungkin ini waktunya, aku dan Almira mencoba. Aku enggak mau nyakitin Almira lebih lama lagi. Selama ini dia terlalu baik.' Sandi membatin—menimbang-nimbang keputusannya.
Menurutnya tak ada salahnya untuk mencoba. Toh, mereka belum pernah pergi berbulan madu selama ini. Sandi tak ingin menambah beban dosanya kepada Almira. Bertahun-tahun tak memberinya nafkah batin.
"Baiklah. Kita akan pergi bulan madu. Kamu senang, Al?" ucap Sandi sekaligus bertanya.
Reflek Almira memeluk Sandi.
"Aku seneng, Mas. Seneng banget," ujarnya yang tidak sadar dengan apa yang dilakukan.
Tubuh Sandi menegang dan terasa kaku. Dipeluk spontan oleh Almira menyulut getaran di relung hatinya yang selama ini rindu sentuhan seorang wanita. Sebisa mungkin Sandi membalas pelukan itu, tentu dengan degup jantung yang menggila.
Entahlah.
Hampir tiga tahun mereka sering berpelukan seperti ini, namun tak pernah sekali pun berhasil menggetarkan hati Sandi. Kali ini rasanya sungguh berbeda. Pelukan Almira terasa jauh lebih hangat dari sebelumnya.
Untuk sesaat keduanya terlena dalam pelukan. Memahami setiap debaran yang mulai mengusik ketenangan jiwa. Namun, ketika Sandi ingin berbuat lebih atau ingin melakukan hal lain, tiba-tiba bayangan wajah Sandra berkelebat di pelupuk matanya. Sontak niat itu pun dia urungkan. Sandi memilih mengecup puncak kepala Almira saja dan itu sukses membawa istrinya pada rasa kecewa yang lebih mendalam.
'Kenapa, Mas? Kenapa kamu enggak pernah mau menyentuhku? Apa karena wanita itu?' Batin Almira nelangsa.
###