Reno berusaha melupakan pikirannya yang kali ini hanya berisi soal Asmara dengan bekerja. Tapi entah apa yang menghantuinya sekeras apapun dia berusaha melupakan, bayang-bayang Asmara malah semakin muncul.
“Astaga, aku bisa gila kalau kaya begini caranya,” ujar Reno sambil mengacak-accak rambut dan melempar tubuhnya keras ke sandaran kursi.
Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam, dia penasaran sedang apa wanita yang sudah menghantuinya selama beberapa hari ini.
“Apa ini karena aku ga bisa ketemu dia ya, makanya jadi begini,” gumam Reno. Tangannya pun meraih ponsel yang sedari tadi tergeletak di meja. Jarinya bersiap mengirimkan pesan sampai suara pintu ruangannya dibuka membuatnya membatalkan aksinya dan ganti memegang pen.
Reno mendongak dan melihat Dimas yang datang ke ruangannya. “Kemana Loka?” tanya Dimas dan Reno hanya mengangkat bahunya. “Masih banyak yang harus diurus?” tanya Dimas.
“Kenapa emangnya?” tanya Reno balik. Dimas menggeser kursi dan duduk di hadapan Reno. “Ini kan udah lewat jam kantor Bro, acara lelaki lah,” kekeh Dimas membuat Reno tertawa pelan.
“Tidur dulu Bro, ntar aja ngalong kita jam 11 lah,” balas Reno dengan tampang penuh semangat. Dimas langsung mengerutkan dahinya. “Emang sekarang mau kemana dah?” ucap Dimas dengan logat sok iye.
“Jenguk pujaan hati dulu lah, kan dari siang belum aku samperin,” kata Reno polos membuat Dimas bingung. “Bukannya tadi siang kamu keluar ma dia?” Dimas berucap sembari memastikan. Reno menggeleng.
“Mana ada, dia keluar kantor dunk, kan ngeselin, udah maksimal banget padahal aku ngajakinnya biar dia ga curiga,” keluh Reno dan tanpa diduga reaksi Dimas sama dengan Loka.
“Bentar lagi ujan deres plus tenggelam ini ibukota, playboy cap onderdil angkot kita udah ditolak euy,” ledek Dimas habis-habisan membuat Reno melotot tajam.
“Sialan, ga elit banget cap onderdil angkot katanya, ini masih berkelas sama kaya Veyron ini,” protes Reno tak terima dikatakan kaya angkot. Dimas makin terbahak mendengarnya.
“Mana ada Veyron ditolak, cewek buta aja bisa membedakan mana knalpot angkot dan knalpot Veyron,” kelakar Dimas yang langsung mendapat lemparan pena dari Reno.
“Keluar aja lu, eneg gue liat muka bahagia lu,” usir Reno dan Dimas berdiri masih terbahak. Rekan kerja rasa sahabat itu mendekat.
“Sedikit saran Bro,” jeda Dimas. Sedangkan Reno masih diam aja. “Deketin cewek yang tulen hatinya kaya Asmara ga perlu pakai Veyron atau Huayra tapi pakai isi kepalamu dan isi hatimu. Kalangan mereka bukan orang yang silau dengan harta atau kekuasaanmu tapi mereka hanya butuh ketulusan yang datang dari dirimu,” pesan Dimas.
Pria itu berbalik dan berlalu dari sana tanpa menunggu balasan dari si playboy yang mulai kehilangan pamornya. Reno yang mendengar nasihat Dimas hanya bisa diam mencerna setiap kata yang ada di sana.
Dan keputusan yang dia ambil adalah menghubungi Asmara untuk memastikan bahwa memang dia peduli kepadanya. Belajar dari masa lalu yang membuatnya ditinggalkan oleh Gladis adalah kepeduliannya.
Kejadian itu membuat pukulan telak untuknya dan kini dia mau merubahnya meskipun perlahan dan tak banyak. Pria yang sudah penuh dengan segala hal tentang Asmara akhirnya memutuskan untuk menelponnya.
“Hai, kamu dimana?” tanya Reno ketika sudah terdengar panggilannya tersambung dan dijawab oleh empunya. Asmara yang sedang malas berpikir pun hanya menjawab seadanya pria yang secara tak langsung adalah bosnya ini.
“Di jalan Pak, kan tadi keluar kantor,” jawab Asmara santai. Reno melihat jam di tangannya yang sudah lewat pukul tujuh. Ada rasa kesal dan cemas yang mendadak muncul dalam dirinya.
“Sama siapa?” tanya Reno menyelidik. Asmara yang makin bingung tak berniat untuk melawan, dia menjawab apa adanya. “Sendiri,” jawab Asmara santai.
Reno langsung berdiri dan geram. “Kantor macam apa sih yang membiarkan karyawatinya berkeliaran sendirian malam-malam gini dan ini sudah di luar jam kantor kenapa kamu harus nyetir sendiri coba,” omel Reno tanpa jeda.
“Iya ini emang tugas saya Pak,” Asmara makin santai tanpa beban menjawabnya. “Tapi kamu itu cewek, masa mereka biarin kamu pergi ke luar kota sendiri, nyetir sendiri, bahkan sekarang kamu pulang malam sendirian lagi, dimana nurani mereka,” kesal Reno.
Asmara makin tak mengerti kenapa harus dia yang mendapat omelan seperti ini sedangkan dia hanya menjalankan apa yang sudah menjadi tugasnya.
“Maaf Pak Reno yang terhormat, tapi saya rasa Bapak berlebihan deh dalam hal ini. Ini sudah biasa saya lakukan Pak, tanpa perlu Bapak ngomel seperti tadi dan menurut saya itu juga percuma,” jawab Asmara.
Reno langsung diam dan tercengang mendengar ucapan Reno. Pria itu sempat berpikir apa dia terlalu kasar berkata-kata sampai Asmara tak merasa tersentuh sama sekali dengan perhatiannya.
“Ini kan sudah di luar jam kantor panggil aja Reno, ga perlu pakai Pak,” balas Reno yang terdengar tak nyambung dengan obrolan mereka sebelumnya. Sedangkan bagi Reno perkataan itu adalah pengalihan issue.
“Tapi Bapak kan masih atasan saya,” balas Asmara yang mulai melunak. Pria yang masih kesal dan berdebar karena wanita kesayangannya dibiarkan menyetir sendiri dalam kelelahan membuat dia ingin menggantikan tugas itu.
“Sampai mana sekarang?” akhirnya Reno langsung menanyakan hal yang seharusnya dia tanyakan sejak awal daripada mengomel tak jelas. Asmara tak menolak dan menjawabnya dengan santai.
“Tol dalam kota, mungkin sekitar dua gerbang lagi sudah keluar tol,” jawab Asmara sejujurnya. “Ini kamu ke kantor apa langsung pulang?” tanya Reno lagi.
Asmara menghela napas mendengar banyaknya pertanyaan yang harus diajukan oleh Reno, tapi dia tak bisa berbuat apaapa karena bagaimana pun pria itu adalah bosnya.
“Ke kantor dulu lah Pak, kan motor saya ada di sana, lagipula ini kan mobil kantor jadi saya ga mungkin bawa ke rumah saya,” ucap Asmara yang memang begitu kenyataannya.
“Oke tunggu sana, sampai aku datang, jangan pulang dulu. Dan aku tak menerima bantahan,” tegas Reno dan dia langsung meluncur ke kantor Asmara tanpa menunggu satu kata balasan dari wanita itu.
Asmara yang berusaha menjelaskan kepada Reno bahwa tindakannya itu tidak perlu jadi sia-sia karena Reno langsung mengakhiri panggilannya. “Dia itu sebenarnya apa sih maunya,” gumam Asmara.
Tak sampai satu jam akhirya Asmara sampai di kantor dan memarkir mobilnya di basement kantor. Reno yang sudah ssedari tadi menunggunya masih diam memperhatikan sampai waktu yang tepat untuk menyeret wanita itu dalam pelukannya.
Reno langsung berdehem membayangkan hal itu, tapi kemudian dia menggelengkan kepalanya untuk menetralkan perasaannya yang mendadak tak sinkron dengan otaknya.
Lelaki yang malam itu melepas jasnya dan memakai kemeja warna navy langsung berjalan menghampiri Asmara begitu melihat wanita itu sudah turun dari mobilnya.
“Aku benci melihat wajah lelahnya yang semacam ini, jika saja kamu jadi milikku, kamu cukup dandan yang cantik dan tersenyum untukku maka semua yang kamu inginkan akan aku penuhi,” lirih Reno sambil langkahnya mengikuti Asmara.
“Eeehhh,” pekik Asmara bersamaan dengan cekalan tangan Reno yang menariknya menjauh dari lift. “Pak Reno,” lirih Asmara tapi masih didengar oleh Reno. “Panggil saja Reno ga pakai Pak, karena ini sudah malam dan waktunya kamu pulang,” tegas Reno yang masih menarik tangan Asmara untuk pergi dari sana.
“Eh, tunggu dulu Pak, eh salah Reno, aku juga mau pulang ini, tapi aku harus balikin kunci mobil ini dan ambil kunci motorku di ruanganku,” jelas Asmara.
Reno melepas cekalan tangannya dan mendekatkan jarak mereka. Jika saja Asmara adalah wanita yang biasa menemani Reno pasti membalas kedekatan itu. Tapi hal ini berbeda, Asmara semakin mundur sampai dia terpojok di mobil sport Reno.
“A-a-apa yang kamu lakukan?” lirih Asmara dengan nada terbata. Jarak mereka yang kurang dari sepuluh centimeter membuat Reno bisa mencium aroma parfum dan deru napas Asmara yang masuk dalam indera penciumannya.
“Hanya memastikan jika kamu mengikuti perintahku, aku akan mengantarmu pulang dan aku tidak suka dibantah,” bisik Reno pelan yang sejujurnya dia amat sangat tergoda untuk mengecup pipi gemas itu. Tapi dia berusaha sekali untuk menahannya demi kelanjutan hubungan mereka.
“Oke, tapi menjauhlah,” pinta Asmara pelan karena dia merasa Reno semakin dekat. Dan karena jarak yang dekat dan membuatnya risih, Asmara menyentuh d**a Reno.
Wanita yang tak paham dentuman dalam diri Reno hanya bisa diam dan merasakan irama yang tak biasa bagi dirinya. Tapi ada perasaan yang nyaman dan aman saat menyentuhnya.
Setengah sadar Asmara mendorong tubuh Reno tapi di saat yang sama Reno juga berusaha membelai pipinya langsung dihalangi dengan cekalan tangan Asmara.
Reno yang mendapat cekalan itu kaget, bukan karena tindakan yang dilakukan oleh Asmara, tapi karena perasaan yang menjalar dalam dirinya saat sentuhan itu terjadi.
“Ini rasa yang sama, seperti waktu itu.”
*****