P.61 Related with the Other

1156 Kata
Perjalanan dari bandara ke rumah Kakek Reno yang memang sudah lama tidak dia kunjungi di Surabaya menempuh waktu hampir satu jam. Gerbang tinggi rumah mewah itu masih nampak terawat meskipun puluhan tahun tak ditempati. Penjaga gerbang melihat Loka dan Reno yang datang langsung membuka pintu dan memberikan penghormatan. Begitu sampai di depan pintu utama Reno yang bersiap untuk turun harus menundanya sesaat karena dia mendengar bunyi notifikasi pesan di ponselnya. Rasyid [Bro, sorry aku kayanya ga bisa ketemu kamu dalam waku dekat ini. Madin lagi ada problem dan aku masih ngurusin ini semua.] Reno mendadak teringat jika dia ada janji temu dengan Rasyid. Awalnya dia mau bahas soal Asmara tapi setelah tahu jika Asmara tak mungkin bisa dia miliki akhirnya niat bertemu Rasyid juga terlupakan. Reno [Sante Bro, aku juga mesti ngurusin Abra, kayanya lagi big problem juga. Tapi statusnya belum clear.] “Putraku, akhirnya Mama bisa melihat kamu lagi seetelah sekian lama,” sambut Mama Tata mencium pipi kanan dan kiri Reno setelah melihat putranya masuk rumah. “Mama apa kabar?” tanya Reno basa basi dan mamanya menjawab dengan antusias. “Papa dimana?” tanya Reno karena tak melihat Papa Rendra. “Papamu pergi ke kantor,” jawab Mama Tata yang wajahnya berubah sendu. Reno yang peka mulai curiga melihat perubahan ekspresi mamanya. “Sebenarnya ada apa sih Ma?” tanya Reno to the point membuat Mama Tata menarik Reno untuk duduk di sofa ruang tengah mereka. “Mama cuma bisa kasih tahu sedikit, detilnya kamu bisa nanya sama Papa. Intinya ada seseorang yang memanfaatkan perusahaan kit untuk proyek transaksi illegal yang tidak diketahui oleh Papamu,” jelas Mama Tata membuat Reno paham apa yang terjadi. “Ada teguran dari pemerintah Jerman atau Indonesia atau manapun itu soal kasus ini?” tanya Reno dan Mama Tata mengangguk. “Setau Mama intelegen Jerman sedang menyelidiki ini karena mereka khawatir dampaknya sampai ke masalah kenegaraan,” lanjut Mama Tata. “Reno nyusulin Papa dulu kalau gitu,” pamit Reno kepada mamanya. Loka mengikuti tindakan Reno dan menyiapkan mobil untuk pergi ke kantor menemui papanya. Reno tanpa sopan santun dan sungkan langsung menuju ke ruangan Papanya yang sebenarnya ada di sebelah ruangannya. Kantor yang selama ini Reno tempati merupakan kantor Abra Group saat masih di Indonesia. Kantor ini merupakan ekspansi dari usaha Abra group yang ada di Jerman. Reno yang sedari awal memang tak ingin bergantung kepada kedua orang tuanya akhirnya membuka usahanya sendiri dan tempat ini dijadikan kantor dengan bendera ‘Sabra Automotive’. “Reno sudah di sini Pa,” celetuk Reno saat memasuki ruangan Papanya dan dia melihat papanya bersama dengan asistennya Darwin. Kedua pria paruh baya itu menoleh dan memasang muka biasa saja melihat kedatangan kedua pria beda generasi itu. Darwin menunduk hormat kepada Reno, sedikit memberikan jalan untuk ayah dan anak itu berbincang. “Kapan datangnya?” tanya Papa Rendra. Reno santai menjawab, “Beberapa jam lalu,” balas Reno. “Ke rumah dulu,” kembali Papa Rendra bertanya dan Reno mengangguk santai. “Ka, bawakan air dingin dari kulkas di ruangan dunk,” pinta Reno dan Loka bergegas pergi. Darwin pamit untuk membawakan makanan dan cemilan. Akhirnya hanya ada dua orang pria beda generasi di sana. Papa Rendra menyodorkan semua berkas yang sudah dia pelajari beberapa hari belakangan ini terkait masalah Abra. Reno melihat ada beberapa tinta warna melekat di sana. Reno melihatnya sudah pusing dan dia tahu siapa yang akan dia minta untuk merangkum semua ini. Pria itu hanya menggeleng melihat berkas itu. “Papa tahu kamu tidak akan mau membaca semuanya, tapi khusus sekarang Papa harap kamu mau belajar soal ini. Intinya adalah salah satu petinggi Abra yang kita semua percayai mengkhianati kita dengan menjual data perusahaan kepada pihak lain yang tak bertanggung jawab,” penjelasan pembuka dari Papa Rendra. Reno masih diam menyimak soal ini. “Kamu tahu perusahaan kita mengenai pembuatan limited car yang dibuat berdasarkan pesanan dan perusahaanmu sebagai penyedia sparepart dan aksesorisnya. Dan kondisi itu dimanfaatkan oleh orang tak bertanggung jawab untuk memasukkan Abra dalam salah satu jajaran tim transaksi illegal,” jelas Papa Rendra. “Contohnya adalah,” tanya Reno santai. “Bahan kimia kosmetik, miras, senjata, termasuk narkoba, apapun itu yang membutuhkan tempat untuk meletakkan semua itu,” lanjut Papa Rendra membuat Reno paham dimana letak masalah ini. “Gila ini sih, pasti mereka ngira kita penyelundup,” kesal Reno dan Papa Rendra mengangguk. “Intelejen negara dari seluruh Eropa mulai mencurigai Abra dan menyelidikinnya. Meskipun Papa tak memiliki bukti tapi semua transaksi mengatasnamakan Abra dalam hal ini dan kamu tahu artinya apa,” kata Papa Rendra. “Sialan bener itu orang, terus kemana sekarang itu orang sialan,” geram Reno. “Wusshhh,” ilustrasi Papa Rendra semakin membuat Reno kesal. Tanpa menunggu lebih lama lagi dia menelpon seseorang yang dia percaya dalam hal ini dan setelah dering ketiga baru tersambung. “Oman, bantuin aku dunk, cek keberadaan direktur operasional Abra, dia mendadak ilang beberapa minggu terakhir setelah kasus Abra mencuat,” kata Reno to the point membuat Oman menghela napas. “Madin juga minta hal yang sama, sebenarnya kalian berdua ini kenapa sih, ribet amat jadi Bos,” keluh Oman. Reno mengerutkan dahinya karena mendengar satu nama yang tak asing untuknya. “Rasyid kenapa?” tanya Reno penasaran dan Oman bercerita jika Madin mengalami penggelapan data membuat semua transaksi illegal mencantumkan nama Madin Group sedangkan mereka tak pernah melakukan itu. “Tunggu sebentar, kenapa bisa sama gini, kayanya ada yang aneh deh dengan semua ini,” kata Reno yang jiwa pekanya mulai bangun. Oman berdehem tanda setuju. “Kamu dimana? Ayo kita bertiga ketemu bahas ini,” ajak Reno dan Oman menyanggupi. “Kamu tanya Rasyid dulu, kan yang sok sibuk dia,” balas Oman dan ganti Reno yang mengangguk. “Ada satu nama dari semua kejadian ini ga Pa?” tanya Reno begitu dia menutup panggilan teleponnya. Papa Rendra mengambil berkas dan mencari sebuah nama dalam hal ini. Entah saking paniknya atau pusingnya dia tak menemukan nama itu sampai kedua asisten mereka masuk membawa makanan dan minuman. “Darwin, kayanya kemarin ada satu nama yang kita temukan, kok sekarang ga ada sih,” keluh Papanya sedangkan Darwin memikirkan ulang apa yang sudah dia pelajari. “Iya saya ingat kalau ada nama yang berpotensi untuk melakukan semua ini,” kata Darwin meminta ijin untuk melihat nama yang dimaksud dari dokumen yang sudah dia kumpulkan. “Damian, Santosa, Marques, Leon, David –“ omongan Darwin terpotong ketika mendengar tiga nama terakhir. Reno nampak berpikir seakan dia teringat sesuatu. “Tunggu sebentar, itu nama yang asli kan bukan nama samaran. Maksudku untuk penulisan di kartu identitas dia menggunakan nama itu,” tanya Reno sekaligus memastikan yang dia pikirkan benar. “Marques siapa nama lengkapnya,” tanya Loka yang sudah siap dengan tabletnya. “Dan Leon siapa,” tanya Reno cepat. Darwin menelan ludahnya sesaat dan melirik ke arah Rendra, pria paruh baya itu mengangguk. “Marques Alexander dan Leon Putra Arkanta.” *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN