Pembicaraan semalaman bersama dengan ‘partner in crime’ membuat Reno langsung berangkat ke rumah keluarganya selepas dari klub malam itu. Reno memutuskan untuk memejamkan matanya untuk menghimpun tenaga esok hari sebelum memulai perang pertamanya.
Entah sudah berapa jam dia terlelap, dia merasakan jika mobilnya berhenti. Perlahan dia membuka matanya dan menyadari jika dia seorang diri di dalam mobil. Dia memutuskan untuk turun dan mencari keberadaan Loka.
Terlihat Loka seperti sedang menelpon seseorang, dengan jiwa kepo Reno yang terkenal maksimal, dia mengendap-ngendap untuk tahu siapa yang Loka hubungi.
“Aku tahu, tapi sepertinya dia baru sadar jika Gladis membutuhkan bantuan,” ujar Loka. Reno yang mendengarnya semakin penasaran membuatnya makin penasaran siapa lawan bicaranya.
“Entahlah dia belum mengatakan kepadaku apa yang akan dia lakukan, tapi setelah bertemu dengan Oman aku bersyukur akhirnya dia sadar jika Gladis dalam bahaya,” kata Loka.
“Bukan begitu, aku tidak mungkin mengkhianati Reno dalam hal ini, selain karena aku memang sudah lama bersamanya tapi karena aku tahu sebenarnya dia memang masih menginginkan Gladis bersamanya. Itu yang membuatku tetap mengikuti kemauannya seburuk apapun itu,” kata Loka.
Ada sedikit perasaan lega dalam diri Reno mengetahui hal itu. Apapun itu setidaknya Loka masih setia kepadanya, dia tidak bisa membayangkan jika dia berkhianat, entah kepada siapa dia akan percaya untuk kedua kalinya.
“Aku akan mengabarimu lagi besok perkembangannya, kita masih di jalan mau ke rumah Tuan Rendra dan aku meninggalkannya di mobil, jika terlalu lama dia pasti sadar lalu mencari keberadaanku,” ujar Loka.
Reno langsung dengan sigap bersembunyi agar tidak ketahuan Loka yang mulai celingukan melihat situasi dan kondisi. Tak lama dia mengakhiri panggilannya dan berjalan ke arah mobil mereka.
Reno mencari jalan lain dan dia menemukan tanda toilet. Dia masuk ke dalam toilet dan melakukan panggilan alamnya terlebih dulu dalam benaknya dia memikirkan kemungkinan orang-orang yang diajak Loka bicara.
Jiwa keponya yang mulai menguasai dirinya membuatnya mencari cara untuk mengetahui siapa orang itu. “Setidaknya aku harus tahu siapa orang yang membantunya,” gumam Reno sambil berjalan keluar yang tak sadar ada orang di hadapannya.
“Astaga, kamu ngapain di sini!” pekik Reno kaget karena tak disangka Loka ada di hadapannya. Loka hanya nyengir, “Aku nyariin Bos lah, kan tadi masih di mobil kok mendadak ilang,” balas Loka.
“Kamu sendiri darimana?” tanya Reno langsung nemu ide untuk memancing Loka bicara. Asistennya itu terlihat sedikit panik dan berusaha mengendalikan ekspresinya. “Mini market beli minum,” jawab Loka cepat.
“Beli apa?” selidik Reno. Loka mulai menyadari jika dia salah berbohong dengan Reno. Dan benar saja tak lama Reno sudah curiga dengan gelagat Loka. Pria itu menatap Loka tajam dan tidak berkedip sedikitpun.
“Jadi apa yang kamu lakukan di belakangku Loka Bramastya,” cecar Reno membuat Loka menelan ludahnya pahit. Dia tak menyangka jika aksinya akan ketahuan secepat ini tapi sepertinya dia tak punya cara lain selain jujur kepada bosnya ini.
“Maksudnya mau beli minum setelah ketemu sama Bos, karena tadi peregangan sedikit sambil nelpon,” lirih Loka dengan menelan ludahnya pahit. Reno langsung mengapresiasi kejujuran Loka soal ini.
“Siapa nelpon pagi buta gini,” tanya Reno makin penasaran. Loka diam tapi kemudian mengeluarkan suaranya. “Kita bicara di mobil aja Bos, bisa saja kondisi ga aman di sini,” bisik Loka.
Reno langsung mengedarkan pandangan meskipun dia tak menemukan sesuatu yang mencurigakan tapi dia setuju dengan Loka soal ini. Reno mengangguk paham dan meminta Loka untuk beli bir sebelum mereka berangkat lagi.
“Aku bisa gantiin kamu nyetir kalau emang kamu mau tidur,” kata Reno tapi Loka menggeleng. “Santai aja Bos, rekorku tidak tidur dua hari dan ini baru satu hari. Sebelum berangkat aku juga udah dopping, jadi aman sampai rumah nanti,” ujar Loka santai.
Reno langsung menepuk pundak Loka dan mengacungkan jempolnya bangga. Tak lama Reno ingat jika asistennya ini menjanjikan sesuatu yang harus dia ketahui.
“Jadi siapa yang menelpon tadi?” tanya Reno mengingatkan Loka dan kemudian asistennya itu diam cukup lama. Reno yang tak sabar sampai harus memanggil nama Loka dua kali dan akhirnya membuat Loka bicara.
“Sania,” ucap Loka singkat malah membuat Reno tak mengerti. “Sania, siapa Sania itu?” tanya Reno yang memang asing dengan nama itu.
“Asistennya Nona Gladis semenjak kuliah di semester akhir dua tahun lalu. Sania dipekerjakan oleh Tuan Bagas untuk menjaga Gladis dari dekat setelah Tuan Bagas tahu Gladis dekat dengan Liam,” penjelasan Loka membuat Reno mulai paham.
“Lalu pembicaraan kalian adalah,” selidik Reno membuat Loka menghela napas panjang. “Tentu saja sesame asisten pribadi seperti kalian ya jelas membicarakan kelakuan bos masing-masing,” kata Loka.
Reno yang mendengar perkataan Loka dalam pikirannya langsung muncul berbagai macam peristiwa dan entah setan darimana dia jadi kepikiran bagaimana cara pacaran Gladis dengan Liam, termasuk kegiatan mereka yang lebih intim.
“Ehem, apa termasuk dengan kelakuan intim mereka,” ceplos Reno tapi kemudian sadar dia mengubah istilahnya. “Maksudku cara pacaran Gladis dan Liam apa kalian juga membicarakan hal itu,” ucap Reno.
Loka yang mendengar pertanyaan yang tak disangka olehnya tak ayal langsung membuatnya terbahak dan muncul ide untuk meledeknya.
“Bilang aja penasaran gimana Gladis sama Liam, tentu saja mereka melakukan semua hal yang dilakukan orang yang pacaran. Apalagi ini di Jerman, semua bebas melakukan apapun bukan,” kekeh Loka.
Reno diam membayangkan tubuh molek Gladis dan semua hal yang selama ini dia jaga. Dan sialnya Gladis yang mendapatkan semua itu membuat dalam hatinya ada kekesalan yang entah karena apa.
“Lanjut, skip aja bagian itu ga penting,” geram Reno membuat Loka makin terbahak dan dia baru diam sampai Reno menoyor kepalanya. “Ga usah ketawa, puas lo ngeledek gue,” ketus Reno.
“Sania mulai khawatir sama hubungan Gladis dan Liam, karena Leon akhir-akhir ini mulai terlihat mencampuri urusan Liam. Seperti yang Sania ceritakan, dua tahun lalu keduanya menjalani kehidupan normal sampai beberapa bulan belakangan ini Leon mulai muncul diantara mereka,” kata Loka.
Reno langsung penasaran tingkat tinggi, “Apa yang Liam dan Leon bicarakan, Sania tahu apa enggak?” tanya Reno makin kepo. Loka mengangkat bahunya samar.
“Aku juga menanyakan hal yang sama tapi Sania terlihat ragu untuk cerita, karena dia tak yakin mendengarnya dengan seksama. Dia hanya cerita Leon termasuk orang yang peka dengan keadaan sekitar, dia pernah mencuri dengar tapi kemudian Leon langsung pergi dengan perkataan yang mengantung,” jelas Loka yang dipahami Reno.
“Lalu apa yang dikhawatirkan Sania sekarang,” tanya Reno langsung pada pokok pembicaraan mereka. Loka sekilas menatap Reno dan kembali fokus menyetir. Reno langsung merasa tak enak dengan tatapan Loka barusan.
“Gladis tahu jika dia diawasi oleh seseorang tapi bukan dari orang suruhan kamu dan Tuan Bagas. Sania khawatir jika Gladis akan berbuat nekat, karena wanita itu mulai merasa tak nyaman dengan kehadiran mereka,” jelas Loka.
“Jadi benar jika orang itu bukan orang baik, apa kamu sudah ngomong soal ini sama Oman,” pinta Reno dan Loka mengangguk paham. “Oman sedang mengeceknya karena Sania baru mengatakannya kepadaku hari ini,” lapor Loka.
Reno diam menyandarkan tubuhnya ke jok mobil yang sedang melaju ke rumahnya. Dia melihat ini sudah pagi dan tinggal menunggu matahari untuk menampakkan sinarnya. Dia menghitung perbedaan waktu yang ada di Jerman dan Indonesia.
“Hallo Om Bagas,” sapa Reno setelah beberapa detik dia berpikir dan mengotak atik ponselnya. “Maaf Om kalau ganggu malam-malam begini, mudah-mudahan Om belum tidur,” ucap Reno.
“Gapapa Ren, ada apa tumben kamu nelpon Om jam segini, ada hal yang penting,” tanya Om Bagas yang memang hapal tabiat Reno yang tak sabaran.
“Banyak yang mau saya bicarakan Om, saya harap bisa ketemu sama Om langsung tapi saya maklum kalau Om sibuk dan saya juga lagi di Jerman, jadi gaa bisa ketemu langsung,” jelas Reno.
“Om lusa mau ke Jerman ke tempat Gladis, kalau kamu memang mau ketemu, kita bisa ketemu di sana. Om janji ga bakal bilang Gladis kalau mau ketemu kamu,” sambut Om Bagas.
“Siap Om, nanti Reno jemput,” jawab Reno cepat tapi tak lama dia ingat surat yang ditunjukkan Oman kepadanya.
“Maaf Om kalau saya ikut campur, tapi boleh usul Om kalau perjanjian kontrak kerja dengan PT. Gervas bisa ditunda dulu sampai kita ketemu,” usul Reno membuat Om Bagas langsung paham.
“Okay Om paham, itu urusan gampang yang bisa aku hold sampai kita ketemu nanti,” balas Om Bagas melegakan Reno. Setelahnya Reno langsung mengakhiri panggilan setelah mereka berjanji untuk saling memberikan kabar dua hari lagi.
Reno mengusap ponselnya lama dan memandangi ponselnya lama. Dia membuka galeri foto dan menemukan satu foto yang memang sengaja dia simpan selama ini. Senyum itu yang selalu membuatnya ingat semua memori mereka dan selalu membuatnya ingin kembali.
“Loka siapkan semua berkas soal Gervas dan ayo kita lihat sampai sejauh mana mereka mau mendepak Sasmita.”
*****