Reno memandang kedipan lampu kota Surabaya di penthouse miliknya. Ada sekaleng bir yang dia pegang, angin malam tak melunturkan niatnya untuk tetap berdiri di sana meskipun dia paham angin malam tak bagus untuk dirinya.
Loka datang menepuk pundaknya sekilas dan membawa sekaleng bir yang sama. Reno hanya melirik sekilas tapi tak terlalu merespon kedatangan asistennya itu.
“Sekarang apalagi?” tanya Loka bersandar ke pagar balkon menghadap Reno dann Reno mengubah posisinya bersandar ke pagar menghadap ke jalanan.
“Sepertinya Rasyid juga mengincar Asmara,” ucap Reno dan Loka mendengarkan sambil minum birnya. Karena dirasa tak ada perkataan apapun yang keluar Loka pun bicara.
“Kamu merasa terintimidasi?” tanya Loka tapi nadanya sedikit menyepelekan. Reno menggeleng tapi kemudian mengangguk. Dia menegak minumnya dengan rakus sampai belepotan di bibirnya.
“Alasannya?” tanya Loka lagi. Reno menggoyang-goyangkan kaleng birnya. “Bukan soal tampang atau usaha kita berdua karena nantinya itu hak Asmara yang memilih diantara kita,” jeda Reno.
Pria itu menatap Loka dengan tatapan yang tak bisa dimengerti oleh asistennya ini. “Tapi taruhannya adalah hubunganku dengan Rasyid, kita kenal lebih dari sepuluh tahun dan kamu bisa bayangin apa yang bakal terjadi dengan kita jika pada akhirnya kita sama-sama mencintai satu orang wanita,” jelas Reno.
Loka diam sejenak sampai lamunannya terjeda karena suara cengkraman kaleng soda Reno. Pria itu tak bisa berkata apa-apa karena memang yang dibilang Reno ada benarnya, tidak mungkin keduanya tidak memiliki konflik setelah kejadian ini.
“Dan jika kamu lupa, Rasyid tak pernah peduli dengan seseorang semenjak Nima meninggal dua tahun lalu, kita ke klub bersama bahkan bisa berbagi wanita bersama. Tapi kali ini aku ga menjamin dia bisa berbagi wanita yang sama melihat caranya mencari tahu Asmara,” kata Reno yang terlihat kesal.
“Aku akan bantu pastikan ke Dika soal ini, kalau perlu juga dengan Edgar demi menjawab kekhawatiranmu,” usul Loka tapi Reno menggeleng. “Jadi orang yang tak tahu masalah ini saja, kita lihat sejauh mana rasa penasaran Rasyid kepada Asmara,” pinta Reno.
Loka ganti yang menggeleng, “Kita ga akan tahu langkah apa yang bakal diambil oleh Rasyid jika kita tidak bertanya soal ini Ren, aku menolak permintaanmu kali ini,” tolak Loka.
Reno sudah membuka mulutnya tapi Loka menjeda omongan Reno. “Aku percaya soal Asmara yang akan memilih kalian berdua tapi aku tidak bisa tinggal diam melihat kamu cuma nunggu bola api itu datang atau menggelinding ke kakimu,” Loka penuh penekanan mengatakan hal itu sambil menegak birnya.
“Jika kalian bersaing, bersainglah dari start yang sama dan finish juga yang sama, menang atau kalah itu cuma soal keberuntungan, itu baru namanya kompetisi,” tutup Loka membuat Reno menarik sudut bibirnya.
“Tidak sia-sia kamu jadi asistenku puluhan tahun,” ledek Reno sambil menepuk pundak Loka. Lelaki itu hanya mencebik kesal dan mendorong Reno.
“Tapi berasa aneh ga sih sama itu cewek,” pertanyaan Loka tiba-tiba membuat Reno berpikir. “Aneh sih enggak cuma kayanya wajahnya ga asing, bener ga sih?” Reno meluruskan maksud Loka karena sahabatnya itu mengangguk.
“Tunggu kayanya dia punya sosial media deh coba kita cek aja gimana kelakuannya,” kata Reno dan langsung merogoh ponselnya dan melihat sosial medianya.
“Kayanya ini cewek emang ga gampangan deh Bro, liat aja beberapa ini dia ga follow aku juga,” keluh Reno membuat Loka terkikik. “Berasa pesona playboy Reno menghilang yak,” ledek Loka puas dan Reno refleks mengetukkan smartphone mahalnya ke kepala Loka.
“Jangan ngasal, belom aja lu tahu gimana dia bisa mehek-mehek sama gue,” sombong Reno dan kembali fokus pada sosial media Asmara.
“Ga ada yang special sih sebenarnya, kaya bener-bener sederhana banget, keluar negeri aja yang dipajang di sosial medianya cuma ke Singapore,” kata Reno yang kemudian menyadarkan Loka.
“Mana fotonya?” tanya Loka langsung merapat di sebelah Reno. Pria itu menggeser ponselnya dan menunjukkan foto Asmara saat berada di Singapore. Loka langsung terbelak dan menatap Reno.
“Cewek Singapore,” celetuk Loka. Reno yang tak mengerti hanya bisa mengerutkan dahi. “Cewek Singapore apa, dia kan orang Indonesia,” balas Reno polos.
Sekarang ganti Loka yang memukul pundak Reno kencang untuk menyadarkannya. “Cewek yang ada di apartement Singapore maksudku, koplak,” sahut Loka dan Reno jadi ikutan terbelak dan sekali memandang foto itu.
“Ga masuk akal, ga mungkin,” seru Reno karena sekali lagi dia memperhatikan wajah itu dan mengulang kembali memorinya. “Kenapa dia bisa beda gini tampangnya?” tanya Reno tak mengerti. Loka mengangkat bahunya, “Perawatan kali,” jawab Loka santai.
Tak lama keduanya jadi tertawa terbahak-bahak. “Ini yang paling membuatku percaya kalau Tuhan sudah mentakdirkan kita ketemu sama jodoh mau gimanapun kita menghindar dan lupa pasti ada aja caraNya buat ngingetin,” kata Reno yang mendadak bijak.
“Sok iyes lu,” balas Loka berlalu ke dalam penthouse. “Ayo buruan masuk, jaga kesehatan, mau terbang ke Jakarta ga?” goda Loka di tepi pintu.
“Kenapa lagi sama Dimas?” tanya Reno sok tahu tapi posisinya udah siap masuk ke penthousenya. “Lusa ada rapat manajemen sama Berdikari, kalau kamu ga mau datang aku minta Dimas yang datang,” kata Loka santai dan berjalan ke tengah ruangan.
Reno berpikir sejenak dan kemudian dia sadar, “Aku aja yang datang geblek, siapin tiket!” jerit Reno sambil berjalan ke dalam penthousenya. Loka hanya terbahak mendengarnya.
***
Bagi Reno ini salah satu takdir baik yang membuatnya kembali dipertemukan, Reno yang diundang meeting ke perusahaan tempat Asmara langsung setuju padahal biasanya hanya mengirim perwakilannya saja. Reno sudah penuh semangat untuk bertemu kembali dengan Asmara dan dia sudah bertekad untuk memperjuangkan cintanya.
Dimas sampai dibuat bingung dengan kedatangan Reno yang mendadak hanya karena urusan rapat manajemen. “Tumben lu Bro nyempetin datang ke sini cuma buat datang rapat ke Berdikari,” tanya Dimas karena paginya Reno sudah duduk anteng dan membahas berkas soal materi meeting di Berdikari.
Reno hanya melirikkan matanya, tak peduli dengan ejekan Dimas, karena kali ini ingin totalitas agar Asmara bisa melihatnya sebagai pemimpin yang kompeten bukan cuma playboy. Partner kerja sekaligus sahabatnya itu merasa tak digubris membuat dia mendekat dan melihat apa yang dilakukan oleh Reno.
“Feelingku ada udang dibalik rempeyek ini, apa dibalik bakwan sampe baca materi segala,” makin gencar Dimas menyindir. Reno yang jiwa sosialnya yang tak bisa dikontrol akhirnya mendongak.
“Berisik, ngapa sih jadi orang kepo banget,” keluh Reno membuat Dimas malah terbahak. “Dia siapa?” tanya Dimas cekikikan. Reno menggeleng, “Jangan entar kamu embat, aku ga mau punya pesaing berat lagi,” kata Reno absurd.
“Oke, aku bisa tanya Loka aja kalau gitu,” kata Dimas santai berlalu dari sana. Ucapan Dimas membuat Reno terusik. “Entar kalau berhasil aku ceritain, bawel amat sih lu pada,” teriak Reno dan Dimas melambaikan tangannya.
Meeting dimulai jam satu tapi Reno berencana datang lebih awal berharap dapat kesempatan makan siang dengan Asmara. Di dalam mobil dia tidak berhenti memeriksa penampilannya. Jas yang dia pakai sengaja dilepas agar terlihat lebih santai dan Loka sudah siap untuk membawa jas tersebut ke ruang meeting.
“Standby yes, kalau aku butuh mobil,” perintah Reno dan Loka mengangguk. Ketika mobil akan melaju ke area parkir dia melihat sosok yang dia kenali di taman kantor. “Stop, stop, aku berhenti sini aja,” ucap Reno dan supir langsung menghentikan mobilnya.
Reno melihat Asmara sedang termenung sendiri dan menggerutu sendiri, pria itu tersenyum mendengar keluhan wanitanya itu, kesempatan ini tentu saja tak disia-siakan oleh Reno.
"Astaga, apes banget giliran udah bisa maksi dengan layak malah ga ada temennya," gumam Ara sambil memainkan ponselnya dan membuka kotak makannya yang sudah dia pesan sebelumnya dan mengaduk minuman dingin di tangannya.
"Kalo jodoh itu emang ga lari kemana-mana ya," ujar Reno yang membuat Ara menengok saat sedang menikmati minumannya.
"Maaf siapa ya?" tanya Ara polos dan tanpa rasa bersalah, yang membuat Reno ikutan bengong dan kaget.
*****