“Dan aku penasaran sejauh mana dia menolak pesona seorang playboy,” ucap Reno dengan jumawa. Teman-temannya yang lain hanya bisa mencibir dengan kesombongan Reno itu.
“Sotoy lu, ngeliat dari ceritamu yang udah nolak kamu berkali-kali bisa jadi dia ga bakal mau sama lu,” ledek Yaseer habis-habisan.
“Sialan, kenapa sih ga ada yang mendukung aku giliran aku jadi bener,” gerutu Reno yang mendapat sambutan gelak tawa dari semua teman-temannya.
“Aku mendukungmu Bos, kan mau dapet Huayra,” ujar Loka santai tapi Reno malah mendelik. “Enak aja, kan udah aku bilang Huayra-ku ga sepadan sama penthousemu,” geram Reno.
“Eh, bentar Yas, aku sebenarnya ga mau ngomong soal bisnis pas kita lagi santai gini, tapi aku perlu saran secepatnya sih sebelum Papaku ngomel lagi,” kata Reno yang kemudian dia teringat jika ada urusan dengan Abra Group.
“Kenapa emangnya?” tanya Yaseer dan yang lainnya ikut penasaran. “Ada masalah penggelapan di Abra Group, tapi entah penggelapan seperti apa karena aku belum mempelajari lebih dalam, tapi beberapa ke masalah asset yang untungnya ga sampai jual saham gitu lah,” jelas Reno.
“Lalu, masalahnya adalah? Kan tinggal bawa ke kantor polisi aja diperkarakan beres, kan Abra punya tim lawyer juga,” kata Yaseer santai.
“Tau aku, cuma aku ga paham kenapa Papaku jadi bawel bangeet urusan begini. Loka, coba ceritain gimana sih kasusnya,” pinta Reno yang kemudian semuanya jadi melihat Loka.
“Tuan Rendra ga cerita detail Bos, dia pengen Bos Reno sendiri yang ketemu dengan beliau dan mendengar langsung,” kata Loka. Reno langsung berdecak sebal dan menegak minumnya.
“Tuh kan, emang kayanya bokap yang lebay deh,” kata Reno tak suka tapi Yaseer dan Dimas saling berpandangan aneh. Reno yang memang peka menyadari sesuatu.
“Ngapa kalian?” tanya Reno tak paham.
“Saran kita sebaiknya kalau kamu ketemu beliau deh sebelum terlambat, minimal kamu tanya Papa kamu kenapa dia ga mau cerita sama siapapun soal ini,” saran Dimas yang mendadak membuat Reno ngeri.
“Okey, kasih clue dunk, mungkin aku jadi paham apa yang mesti aku lakukan sama Papaku nantinya,” pinta Reno karena mendadak ada gelisah juga dalam hatinya.
“Permainan bisnis Ren, kamu denger kabar soal Rasyid ga?” kata Yaseer yang makin tak dimengerti Reno. Dan polosnya pria itu menggeleng.
“Aku denger pembahasan dari beberapa tim bisnis, Madin Group lagi goyang bukan karena uang tapi ada penggelapan yang menyangkut masalah properti perusahaan dan data mereka juga,” Yaseer mengemukakan apa yang dia tahu.
Reno jadi diam berpikir, apa Abra juga mengalami masalah yang sama. Tapi dari yang dia tahu Abra main aman dan tidak pernah terlibat urusan dunia mafia dan lain sebagainya yang menyebabkan mereka terpuruk.
“Coba besok aku cek ke Papa kalau emang kaya gitu,” ujar Reno mengakhiri perbincangan tapi pikirannya masih menerawang dan memikirkan beberapa kemungkinan yang terjadi.
Alarm ponsel Reno berbunyi, sekilas dia melirik jam masih pukul 6 pagi. Dia masih mengerjapkan matanya dan bergelung dengan selimutnya. Ada sedikit rasa pusing menjalar di kepalanya, tepat saat dia mulai bangun muncul Loka dari pintu kamarnya.
“Obat hangover,” ucap Loka menyodorkan segelas air dan obat. Tanpa pikir panjang Reno langsung meminumnya dan mengembalikan gelas kepada Loka.
“Ada yang urgent hari ini?” tanya Reno membuat Loka berpikir sejenak. Selain urusan dengan Tuan Rendra tidak ada yang penting Bos,” jawab Loka.
Reno langsung teringat jika dia masih ada urusan dengan ayahnya soal Abra. “Coba kamu siapkan laporan soal problem yang ada di Abra, aku males bacanya kalau panjang-panjang,” perintah Reno dan dia berdiri melakukan peregangan sebentar.
“Eh, tunggu dulu,” ucapnya saat dia hendak berjalan ke kamar mandi. “Aku ada jadwal apa weekend ini?” kata Reno mendadak semangat bertanya soal weekend yang biasanya malas dia pedulikan.
“Tidak ada Bos, kosong,” jawab Loka yakin. Reno tersenyum lebar langsung mengangguk. “Bagus, berarti aku bisa punya banyak waktu sama Asmara,” sahutnya ceria dan langsung masuk kamar mandi.
Loka masih mendengar Reno bersenandung di sana dan lelaki muda itu hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat kelakuan bosnya yang absurd sejak kenal Asmara.
“Sesuatu yang istimewa memang perlu didapatkan dari hal yang tak biasa,” gumam Loka berpuitis lalu pergi dari sana.
***
Reno harus membaca berkas yang sudah dia minta kepada Loka berkali-kali. Sampai dia memijat keningnya perlahan lalu jadi kencang karena masalah yang dia hadapi kali ini tidak sepele.
Loka yang melihatnya sampai bingung harus membantu bagaimana selain menuruti semua keinginan Reno. Hampir dua hari ini mereka sampai tidak pulang ke penthouse melihat pekerjaan ini. Bukan karena banyaknya pekerjaan tapi ini semua terkait masalah yang menimpa Abra Group.
“Hallo,” jawab Reno saat mendengar ponselnya berdering tanpa melihat siapa yang menelpon. “Kamu dimana Ren?” tanya seseorang yang sudah dia hapal di luar kepala suaranya.
“Aku di Jakarta Pa, kenapa?” tanya Reno tak merasa bersalah. “Papa lagi di Surabaya kamu malah di Jakarta,” keluh Papa Rendra membuat Reno kaget.
“Lah sejak kapan Papa ke Indonesia ga ngabarin Reno?” balas Reno sambil melirik Loka tak suka. Paham dengan lirikan itu Loka menggeleng cepat.
“La ini Papa bilang kamu kalau Papa di Indonesia,” jawab Papa Rendra santai dan tanpa dosa. Reno hanya membalasnya dengan decakan sebal.
“Reno masih ada urusan di sini, jadi ga bisa cepet balik Surabaya, kalau Papa cuma numpang makan doank, iya udah ga masalah, jangan protes kalau aku ga bisa datang ketemu sama Papa,” jelas Reno bawel.
“Papa ke sini mau ketemu sama kamu bahas soal Abra, Papa capek nungguin kamu ke Jerman ga nongol-nongol,” keluh Papa Rendra membuat Reno diam.
“Ini sudah masalah serius Ren, dan kamu ga bisa diem aja sekarang, Papa butuh kamu buat beresin ini,” ujar Papa Rendra makin membuat Reno terdiam.
“Papa tahu kamu sudah punya Sabra Automotive yang membuatmu tetep hidup sampai beberapa generasi, tapi Abra ini juga soal wasiat dan amanat dari mendiang kakek untuk kita berdua,” jelas Papa Rendra.
“Liat weekend ini deh Pa, Reno ada urusan soalnya weekend ini, jadi setelah urusan Reno selesai, Reno kabarin Papa gimana enaknya,” jawab Reno dengan helaan napas.
“Okay Papa tunggu kabar kamu, Papa ada di rumah Kakek sekarang sama Mama kamu juga,” jawab Papa Rendra dan mengakhiri panggilannya.
Reno menyandarkan tubuhnya ke kursi dan berharap esok segera datang. Masalah Abra membuatnya ingin segera menemui Asmara untuk mencari hiburan dan melupakan sejenak apa yang dia alami saat ini.
“Aku merindukan senyuman dan tawa itu. Astaga, jika jatuh cinta seindah ini aku ingin jatuh cinta terus dengannya,” gumam Reno dengan senyuman mengembang sembari memejamkan mata.
***
Matahari bersinar cerah membuat Reno semangat bangun pagi dan terus bersenandung. Siulan kecil terdengar dari bibirnya yang mempesona wanita manapun. Loka yang berdiri di tepi pintu hanya bisa berdehem melihat tingkah laku Reno.
“Ngapa lu, berdiri di sana kaya patung selamat datang,” sindir Reno dan Loka malah terbahak mendengarnya. “Happy banget kayanya kalah menang tender milyaran,” kekeh Loka.
“Sorry aja Bro, kamu bakal tahu rasanya kalau sudah jatuh cinta, bahkan kamu lebih rela meninggalkan uang milyaran untuk mengejar cintamu,” sahut Reno puitis.
“Sebahagia elu dah, ini kunci mobil dan semuanya sudah siap sesuai yang kamu bilang,” kata Loka melempar kunci mobil Reno dan dia menangkapnya dengn sigap.
Reno bergegas melajukan mobilnya ke rumah Asmara, hari yang ditunggu untuk menghabiskan waktu bersama. Pria yang sudah berdandan maksimal itu sudah memiliki banyak rencana untuk dia habiskan bersama wanita pujaannya.
“Selamat pagi Asmara,” sapa Reno riang ketika dia melihat Asmara sudah rapi di depan pintu. “Pas banget sih, kamu udah rapi gini, tau aja aku mau ngajakin kamu jalan,” ucap Reno penuh semangat.
Asmara menatap Reno dengan wajah kesal dan tidak bersahabat seperti biasanya. Reno mulai menormalkan ekspresinya karena melihat wajah Asmara yang tak biasa.
“Aku memang mau pergi, tapi bukan sama kamu,” ucap Asmara pelan dan ketus. Reno yang mendengarnya langsung menoleh dan celingukan.
“Tapi di sini ga ada siapapun, bohong ya?” ucap Reno dengan senyuman jail. Tanpa menunggu lebih lama dia menyodorkan sebuket bunga krisan kepada Asmara membuat wanita itu kaget.
“I-ini buat aku,” tanya Asmara tapi wajah kesalnya mulai perlahan memudar. Reno mengangguk, “Bunga spesial untuk orang yang spesial juga,” ucap Reno.
Asmara mengerutkan dahinya, “Siapa yang kamu bilang spesial?” tanya Asmara bingung. “Tentu saja kamu Sugar,” balas Reno.
“Jangan ngaco Ren, aku ini sudah bertunangan, kenapa kamu bisa menganggapku spesial.”
*****