Kembali dari kantor Asmara Reno terlihat lebih banyak diam, bengong, melamun dan sesekali nampak berpikir gelagat Reno yang seperti ini mengganggu pandangan mata Dimas yang sedari tadi melihat pria itu duduk lemas di sofa.
Dimas menghampiri Reno dan menepuknya. “Kesel gue liat lu bengong ga jelas kaya gini, persis kaya mau mati segan hidup juga ngeselin,” ucap Dimas yang langsung mendapat pelototan dari Reno.
“Mulut itu ya, busyet dah ga bisa di filter,” ucap Reno kesal malah membuat Dimas tertawa. “Ada apa sih? Rapatnya ga mulus?” tanya Dimas mendadak ikutan kepo.
“Rapatnya mulus tapi hatiku yang ga mulus,” ucapan Reno membuat Dimas berpikir meskipun dia paham ini soal wanita tapi kenapa Reno sampai kaya zombie tak berakhlak begini.
“Tumben rapat aja pake urusan hati,” goda Dimas membuat Reno berdecak. “Kamu tahu kan kalau aku datang ke sini karena pengen kenal sama salah satu staff di sana,” kata Reno membuat Dimas mengangguk paham.
“Dan masalahnya adalah?” tanya Dimas masih tak mengerti. Reno menghela napas ulang dan menyandarkan tubuhnya di sofa.
“Aku ditolak,” lirih Reno membuat Dimas melotot, bukan karena iba tapi dia tak percaya dengan apa yang dia dengar karena dia tahu sendiri bagaimana pesona Reno dan sekarang dia ditolak.
“My God, ini semacam penghinaan terhadap pria playboy penjerat hati wanita,” sindir Dimas yang langsung mendapatkan pukulan di punggung dari Reno.
“Astaga, kdrt ini,” teriak Dimas. “Sejak kapan kamu jadi sensi gini sih, kalah cewek pms,” keluh Dimas. Reno kemudian menyadari perubahan dalam dirinya sejak Dimas mengatakan hal itu.
Reno langsung menatap wajah teman sekaligus partner kerjanya itu. “Emang iya ya, aku keliatan beda?” tanya Reno kepada Dimas dengan tampang tak berdosa.
Dimas mengangguk, “Coba cerita sama aku sejauh apa sih wanita yang bisa bikin kamu pms kaya begini,” kata Dimas yang posisinyaa sudah siap jadi pendengar yang baik.
“Aku ga tau mesti bilang gimana tapi jujur banget wanita ini bikin aku ga bisa fokus dan hilang akal gitu lah,” ucap Reno di awal. Dan akhirnya mengalirnya bagaimana cerita mereka bertemu sampai kejadian di Singapore yang tak disengaja.
Dimas mendengarnya dengan seksama sampai dia hampir tak percaya dengan apa yang diceritakan Reno. “Jadi maksudmu secara ga langsung dia jadi bawahan kamu dunk sekarang?” tanya Dimas dan Reno mengangguk.
“Kaya cerita sinetron aja hidupmu,” tutup Dimas dan dia beranjak dari duduknya. Reno cuma berdecak mendengar kesimpulan Dimas. “Yang ada sinetron ngikutin cerita hidupku tapi mereka ga bayar royalty tau,” gerutu Reno tapi tanggapan Dimas hanya tawa lepas yang bernada menghina.
“Terus rencanamu apa sekarang, melihat dari ceritamu sepertinya dia bukan tipe orang yang bisa diajak ke klub malam atau diberi bunga dan barang-baran mewah,” kata Dimas membuat Reno sedikit berpikir.
“Hanya masalah perusahaan saat ini yang membuatku bisa dekat dengannya, anggap aja dari situ aku bisa lebih dekat dengannya dan mengenalnya,” kata Reno dengan penuh semangat.
“Aku rasa ada yang memilih berlian baru daripada menunggu berlian lama yang sempat dia berikan kepada orang lain,” ungkap Dimas membuat Reno kembali membanting punggungngya ke sofa dan menatap langit ruangan kantor Dimas.
“Sebenarnya kalian ingin aku move on atau tidak sih,” keluh Reno. Di saaat yang sama Loka masuk dan dia membawa satu map yang dia pikir pasti berisi file penting.
“Sorry kalau aku ganggu, tapi mudah-mudahan ini waktu yang pas dan ga membuat kamu terpuruk,” ucap Loka membuat Dimas penasaran dan berjalan kembali ke sofa untuk melihat apa yang dibawa oleh Loka.
Ada beberapa foto dan beberapa lembar kertas. Reno melihat foto itu dan dia terkejut ketika tahu foto yang dipegangnya adalah foto seseorang yang dia kenal.
“Gladis,” ucap Reno lirih.
“Dan Liam,” tambah Loka.
Kedua pria di sana memandang Loka dengan tatapan penuh tanya. Loka akhirnya melanjutkan penjelasannya yang belum semuanya tersampaikan.
“Aku tahu, meskipun kalian berdua sudah berjanji untuk berpisah dan hidup masing-masing, tapi ada orang setia yang kamu miliki masih ingin menjaga Gladis secara diam-diam,” kata Loka.
“Kenapa begitu?” tanya Dimas tak percaya sekaligus menengok kepada Reno dan pria yang semula bengong ini hanya menggeleng.
“Bos Reno ga tau masalah ini tapi orang itu sebenarnya pengawal dari keluarga Sasmita permintaan dari Pak Bagas. Laporan sampai ke tempat Pak Bagas dan ini semua hanya salinannya,” jelas Loka yang semakin membuat Reno tak mengerti.
“Kenapa dia harus melakukan hal itu,” tanya Reno cepat. Loka hanya mengangkat bahunya. “Secara pasti aku tak tahu, karena aku bertanya pun sampai mulutku berbusa dia tidak akan menjawabnya, tapi yang aku yakini ada sesuatu yang membuat keluarga Sasmita mengawasi Gladis, terutama saat bersama Liam,” Loka memberikan satu kesimpulan.
“Ini Liam sapa sih,” akhirnya Dimas mulai paham kemana arah pembicaraan ini. Reno berdecak, “Liam Arkanta,” kata Reno cepat dan Dimas mengangguk paham tapi kemudian menatap Reno tajam.
“Tunggu sebentar, maksudmu Liam anak kedua keluarga Arkanta, adiknya si Leon?” kata Dimas yang terlihat kaget. Loka dan Reno yang mendengar itu hanya bisa mengangguk.
“Ada masalah?” tanya Reno. Dimas langsung memukul punggung Reno membuat empunnya mengaduh. “Hey, ga pake fisik juga Bro,” seru Reno. Dimas langsung mencebik, “Rasain, gantian lah.”
“Jadi kenapa dengan Leon, Liam atau Arkanta,” Loka langsung menyela keduanya. “Ya ampun kalian ini katanya punya informan penting, tapi urusan beginian ga tau. Leon itu kan bekerja di dua jalur sejak dia berambisi menguasai harta keluarganya,” ujar Dimas.
“Ga ngerti,” kata Reno cepat.
“Selama ini kita tahu jika keluarga Arkanta hanya pengusaha garmen, tapi logika kalian masih nyampe ga dengan pengusaha garmen yang penjualannya hanya sampai di Asia dia bisa tajir kaya sekarang, kecuali kalau memang ada usaha lain yang dia miliki tapi tak terdaftar,” ucap Dimas.
Reno langsung menahan napas dan menghembuskan cepat. “Liam tahu soal ini?” tanya Reno dan Dimas menggeleng. “Itu hanya urusan di kalangan orang bisnis yang nyabang kaya kita, termasuk mungkin Om Bagass yang mendadak tahu dan kuatir dengan anaknya. Cek aja ke Oman kalau kamu mau tahu lebih detil,” usul Dimas.
Reno langsung menatap Loka dan asistennya itu langsung paham apa yang dia maksud. Reno langsung diam dan nampak berpikir. Takdir apa yang sebenarnya meliputi mereka sampai Gladis harus teerlibat dalam keluarga mafia.
“Sampai di level mana si Leon?” tanya Reno sambil memijat kepalanya yang mendadak pening. Dimas mengangkat bahunya. “Aku tak tahu pasti level apa, tapi kan dia yang menguasai jalur sutra Asia selama ini,” kata Dimas.
“Rasyid masih mending sih berarti,” gumam Reno membuat Dimas bingung. “Rasyid ikutan juga ya?” tanya Dimas tapi Reno menggeleng, “Ga seratus persen tapi dia memang jadi penguasa beberapa jalur belakangan ini sejak dia obsesi mencari Marcus,” jelas Reno.
Bunyi notifikasi di ponsel Reno pertanda ada email masuk. Reno segera melihatnya dan memandang nama baru di emailnya.
“Berarti kamu kalau ada apa-apa bisa minta bantu Rasyid lah, dia kan jelas banget posisinya. Ga pake jalur bawah tanah dan laut aja semua orang sudah tunduk ma dia, apalagi kalo sekarang dia ikutan di jalur seperti ini,” kata Dimas.
Reno mengangguk sambil membaca email yang baru masuk. Lalu, terdengar helaan napas panjang sampai mendapat tatapan tak mengerti dari Dimas dan Loka.
“Ada masalah?” tanya Dimas yang kepo.
Reno menggeleng. “Bukan soal kerjaan tapi soal aku dan Rasyid,” jeda Reno dan dia masih menggenggam ponselnya.
“Masalahnya adalah?” tanya Dimas lagi.
“Aku dan dia sama-sama mengejar orang yang sama saat ini. Dan sepertinya dia juga berharap bisa dekat dengannya.”
*****