*
Butuh waktu sekitar dua jam menggunakan helikopter untuk bisa sampai ketempat tujuan mereka.Sebuah desa kecil dan terpencil di tengah Giri Karang.Desa yang sedari dulu sering mereka kunjungi karena didesa ini seseorang yang mereka kenal dan hormati tinggal.
Desa ini membawa banyak kenangan bagi mereka karena didesa inilah hubungan persaudaraan mereka terjalin.Desa ini juga yang menjadi saksi bisu bagaimana mereka tumbuh bersama.Dan hanya di desa inilah mereka tidak perlu khawatir akan terbongkarnya rahasia mereka karena desa ini adalah salah satu ujung dunia yang bisa menghubungkan alam kedua dan alam ketiga.
"Lama tidak melihatmu chhodana."
"Terakhir aku kemari saat malam bulan mati.Tidak selama itu bahut bada."ucap Ningrum.
"Kau sepertinya sudah sangat nyaman tinggal didunia manusia, chhocadana.Hati-hatilah dan jangan lengah!"
"Terima kasih atas saranmu."balas Ningrum sambil tersenyum kepada makhluk penjaga desa yang ada dihadapannya.
"Apa kabarmu aadamee?"
"Saya baik."jawab cepat Gendis dengan tatapan mata yang lembut meski tak ada ekspresi apa pun yang ditunjukannya.
Didunia manusia Gendis dikenal sebagai sosok yang dingin tanpa ekspresi tapi sangat kaya.Namun di desa ini Gendis di kenal sebagai manusia yang malang karena dikutuk sejak hari kelahiran.
Banyak makhluk yang tinggal didesa ini yang mengenal Gendis sejak ia masih berumur balita.Dan menyaksikan bagaimana Gendis kecil harus bertahan dari efek kutukan yang ditanggungnya.
Bahkan tak jarang makhluk-makhluk penghuni desa ini membantunya sehingga walaupun tidak sedekat Ningrum.Makhluk-makhluk di desa ini memiliki arti tersendiri bagi Gendisa.
"Kalian datang untuk bertemu Nyai Laran?"
"Benar,apa beliau ada?"tanya Ningrum.
"Semalam beliau memasuki alam kedua."
"Apa!"ucap Ningrum dan Gendis secara serentak.
"Kapan beliau kembali?"tanya Ningrum.
"Maafkan aku,beliau tidak mengatakan apa-apa tentang kapan beliau akan kembali.Tapi beliau meninggalkan pesan untuk kalian."
"Apa pesan beliau?"tanya Ningrum.
"Takdir mungkin adalah sesuatu yang tak dapat diubah.Tetapi hanya berdiam diri juga bukan pilihan yang bijak.Cobalah walau itu membuatmu terjatuh kedasar jurang karena mungkin saja didasar jurang itu kau menemukan apa yang selama ini kau cari."
**
Suasana sunyi dan aroma melati yang memenuhi udara adalah dua hal yang akan selalu ditemui oleh Gendisa setiap kali ia datang kerumah Nyai Laran.Rumah yang juga pernah menjadi tempat tinggalnya selama tujuh tahun.
Dirumah ini Ningrum dan Gendisa tinggal dibawah asuhan Nyai Laran.Sebelum akhirnya Broto dan Sekar Wangi membawa mereka dan menjalani kehidupan di dunia manusia.
Kekuatan sihir yang dimiliki Ningrum pun adalah kekuatan pinjaman yang dipinjamkan oleh Nyai Laran padanya.Dan kemampuan Gendisa untuk mengendalikan kutukannya adalah ajaran Nyai Laran yang mengajarinya tentang segel kutukan.
Bagi Ningrum dan juga Gendisa,Nyai Laran adalah sosok guru yang sangat mereka hormati makanya tak jarang mereka datang untuk meminta sarannya.
"Nyai Laran memiliki kemampuan untuk melihat masa depan.Melihatnya meninggalkan rangkai bunga melati yang belum rampung ini.Sepertinya kepergiannya ke alam kedua adalah hal yang mendesak."ucap Gendis yang kemudian melanjutkan merangkai bunga melati yang ditinggalkan Nyai Laran.
Ningrum yang juga melihat rangkaian bunga melati setengah jadi itu hanya terdiam.Bukan sesuatu yang aneh jika Nyai Laran memasuki alam kedua.Tetapi pesan yang ditinggalkan oleh Nyai Laran lah yang kini tengah dipikirkannya.
"Apa mungkin penglihatan itu tentang kita?"tanya Gendis yang tangannya tidak berhenti merangkai bunga.
"Mungkin saja,Nyai Laran tau kita tidak pernah terlibat dengan hal-hal gaib alam ketiga.Tetapi Nyai Laran justru membuat kita menemui Nur Laila dan kini ketika kita datang untuk meminta saran tentang arwah Nana.Justru Nyai Laran meninggalkan pesan tersirat agar kita menolongnya."balas Ningrum.
"Tanda yang diperlihatkan Nur Laila sama persis seperti tanda yang terukir dikening jasad Nana.Jika kita ingin menolong arwah Nana itu artinya kita butuh bantuan Nur Laila."ucap Gendisa.
"Dan dia pun juga meminta bantuan dari kita.Ini hubungan timbal balik yang sesuai tetapi kita tidak tau apa yang diinginkan olehnya."ucap Ningrum.
"Selama itu adalah hal-hal yang bersifat duniawi.Kita bisa memberikannya."ucap Gendis.
"Tetapi bagaimana jika dia menginginkan hal lain?kau ingat malam itu dia seperti seseorang yang nyaris putus asa akan sesuatu."ingat Ningrum.
"Ayo kita lakukan!kita tolong arwah Nana dan kita temui kembali Nur Laila.Selama yang dimintanya bukan hal yang berbahaya.Kita bisa bernegosiasi dengannya."putus Ningrum.
"Kak,mungkin ini akan berbahaya."ucap Gendisa.
"Kau yang awalnya ingin menolong arwah Nana.Tetapi kenapa baru berpikir tentang bahayanya sekarang?apa mungkin ketika aku berteriak padamu kemarin.Kau tidak berpikir seberapa berbahayanya keinginanmu itu?"tanya Ningrum.
"Aku hanya mengikuti kata hatiku yang ingin menolong arwah Nana."balas Gendis.
"Itu dia kata hatimu.Selama ini kau selalu menahannya dengan alasan agar tak ada satu orang pun yang terluka.Dan aku sebagai kakakmu justru membiarkan hal itu terjadi meski aku tau betapa kesulitannya dirimu.Gendis ,kita mungkin tak tau apa yang akan kita hadapi jika ingin menolong arwah Nana.Tetapi mungkin apa yang dikatakan Nyai Laran benar.Sekalipun terjatuh kedasar jurang mungkin disanalah kita menemukan apa yang telah lama hilang."jelas Ningrum yang menatap Gendis dengan kasih sayang.
"Meski saat ini Nyai Laran berada di alam kedua.Apa pun yang dilihatnya mau itu baik ataupun buruk.Kakak percaya Nyai Laran tidak akan pernah membiarkan kita sendirian menghadapi bahaya."lanjut Ningrum.
Gendis menyelesaikan rangkaian bunga melatinya.Kemudian meletakkan rangkaian itu di meja kecil didalam sebuah ruangan yang diketahuinya sebagai ruangan ritual.Dimasa kecilnya ruangan ini adalah tempat favoritnya.Karena disini ia dapat menggunakan kekuatannya sebelum akhirnya Nyai Laran mengajarkan tentang segel kutukan kepadanya.
Sudah diputuskan mereka akan menolong arwah Nana dan akan melibatkan Nur Laila didalam prosesnya.Walaupun tak pernah sekali pun mereka terlibat dengan arwah bumi seperti arwah Nana.Baik Ningrum dan juga Gendisa memiliki kemampuan yang cukup untuk setidaknya tidak tersesat dan hilang akal jika berurusan dengan hal-hal gaib alam ketiga.
"Kemana ular itu pergi?"cari Ningrum yang tidak dapat merasakan aura seseorang selain dirinya dan Gendis.
"Mungkin bersama Nyai Laran di alam kedua."balas Gendis.
"Itu tidak mungkin!siular itu pasti kini sedang mengintai wanita itu."ucap Ningrum dengan nada sengit dan ekspresi tidak suka.
Gendis hanya bisa terdiam dan memaklumi kakaknya jika itu sudah berurusan dengan siluman ular yang selama ini kakaknya sukai.
Sudah bukan lagi hal yang asing bagi Gendis melihat kecemburuan kakaknya terhadap wanita yang merupakan reinkarnasi seseorang dari masa lalu.
Ketika Nyai Laran memberikan segel pada kutukannya tidak hanya iblis yang ada didalam dirinya yang berhasil ditekan.Tetapi juga sebagian emosinya sebagai manusia pun ikut terpendam.
Salah satu emosi Gendis yang terpendam adalah perasaan menyukai seseorang.Butuh waktu lama bagi Gendis untuk bisa menyesuaikan dirinya dengan semua hal yang berhubungan dengan perasaan kakaknya terhadap siluman ular yang telah lebih dulu tinggal bersama Nyai Laran.
Jika Gendisa bisa maka ia akan memberikan apa saja kepada siluman ular itu untuk membalas cinta kakaknya.Tetapi setelah bertahun-tahun hanya diam mengamati.Gendisa mulai mengerti bahwa perasaan cinta terhadap seseorang bukan sesuatu yang dapat dipaksakan atau bahkan dibeli dengan uang.
Bahkan dimasa lalu Gendisa pernah bertanya kepada ayahnya.Apakah perasaan suka terhadap seseorang itu bisa dibeli seperti membeli barang yang disukai.
"Ayah,berapa harga cinta?"tanya Gendis remaja.
"Apa maksudmu nak?"tanya balik Broto yang terkejut mendengar pertanyaan putrinya.
"Kakak terus bertingkah aneh.Ketika Gendis tanya kenapa kakak jawab karena cinta.Ayah tolong beliin kakak cinta supaya kakak nggak aneh-aneh terus."jelas Gendisa remaja.
Broto tertawa terbahak-bahak mendengar permintaan putrinya.Membelikan cinta untuk Ningrum andaikan ia punya sembilan nyawa belum tentu ia berani melakukannya.Karena yang dicintai oleh putri sulungnya itu adalah siluman ular yang telah hidup sangat lama.
Setelah tawanya reda Broto membawa Gendis remaja untuk duduk disampingnya dan berkata,
"Gendis,ayah nggak bisa beli cinta buat kakak kamu karena cinta itu nggak ternilai harganya."terang Broto.
"Tapikan uang ayah banyak?"tanya Gendis.
"Memang uang ayah banyak tetapi itu nggak akan pernah cukup untuk membeli cinta buat kakak kamu.Sekarang ayah tanya Gendis sayang sama kakak?tanya Broto.
"Sayang dong!"ungkap Gendis.
"Kalau kakak berubah kewujud asli,Gendis masih sayang?tanya Broto.
"Sayang dong!"ungkap Gendis.
"Apa kak Ningrum kasih sesuatu ke Gendis supaya Gendis sayang sama kakak?"tanya Broto.
"Nggak,Gendis sayang kakak bukan karena dikasih uang atau sejenisnya tapi karena kakak adalah kakak."ucap Gendis.
"Gendis,rasa sayang Gendis ke kakak juga bisa disebut cinta.Jika cinta Gendis bukan karena dibeli sama kakak maka itu artinya cinta Gendis ke kakak ada dengan sendirinya.Cinta bukan barang yang Gendis lihat di mall terus Gendis suka dan kemudian Gendis beli."jelas Broto.
***
Jeritan kesakitan terdengat sangat jelas disepanjang lorong gelap tempat Nana terpenjara.Ini sudah ketiga kalinya Nana mendengar jeritan tersebut dan setiap ia mendengarnya tubuhnya gemetar tanpa henti.
Siapa yang bilang kalau sudah mati tidak akan ada lagi rasa sakit atau rasa takut.Justru setelah mati Nana baru menyadari bahwa rasa sakit dan rasa takut yang ia rasakan ketika hidup tidak sebanding dengan apa yang kini ia rasakan.
Memeluk tubuhnya yang gemetar.Nana hanya berharap jeritan itu segera berhenti.
"Tolong berhentilah."lirih Nana dengan nada takut bercampur sedih
"Natalie."
"Natalie."
"Natalie."
Seketika Nana bergeming.Meski suara jeritan itu masih terdengar tetapi suara yang memanggil namanya juga bukan sebuah ilusi.
"Natalie."
"Natalie."
"Kau mendengarku?"
Nana mendengarnya dan air mata seketika menggenang dimatanya.Suara yang memanggil namanya datar dan dingin.Dan suara itu juga memanggil nama aslinya.
Tak perlu mengira-ngira Nana tau siapa pemilik suara itu.
"Ya Gendis,aku mendengar mu."balas Nana dengan suara serak mencoba menahan tangisnya.