"Hmmm… untuk fotonya nanti coba kau minta pada tim sebelah sana, karena kami sudah minta, namun belum di kirimkan, kami juga sudah e-mail untuk mengingatkan," ucap Gracia
"Baiklah… mmm… apakah maksud kalian aku yang memintanya?" tanyaku untuk mengungkapkan maksud hati dari mereka
"Tidak perlu," jawab Aaron sambil berjalan menghampiriku.
"Blue kau kemana saja? Apa kau tidak tahu kalau kamu membutuh kan bantuan mu?" ucap Aaron
"Maafkan aku, ponsel… ku letakkan di dalam tas, jadi aku tidak dengar, heeee." Aku berusaha menjawab dengan tenang
"Ya sudah yang penting pesanku sampai dan kau sudah membacanya," balas Aaron.
"Boleh aku tahu secara persis kasusnya seperti apa?" tanyaku perlahan
"Baiklah, ayo kita ke ruang rapat yang lebih besar, karena tim dari departemen sebelah akan hadir," perintah Aaron
"Nah, ini dia… Blue, ini kau pegang tablet ku, dan kira-kira ini pelaku yang berhasil di ambil gambarnya dari CCTV. Saat itu mereka sedang melakukan penjarahan di beberapa toko dan kedai," ucap Aaron sambil memberikan tablet nya padaku.
Ada 10 foto yang berhasil diambil dari kamera CCTV dan terlihat jelas sekali bahwa mereka adalah perempuan. Dan mereka jelas bukan dari negara ini.
Berbagai pertanyaan mengenai kejadian penjarahan yang dilakukan oleh para perempuan ini patut di pertanyakan, siapa yang menyuruh mereka? Apa yang mereka inginkan? Pasti ada sesuatu yang diinginkan oleh mereka sehingga menarik perhatian masyarakat dan pemerintah.
Saat di ruang rapat, aku langsung duduk di barisan paling belakang, dan tanganku langsung bergerak mengikuti insting. Menggambar komplotan penjarahan, dengan wajah tertutup, tentunya sangat membutuhkan ketelitian. Ku bedah satu per satu gambarnya berdasarkan dari foto yang ada.
Ke enam orang yang ada di dalam ruang aula yang semula ramai merapatkan kursi dan mengeluarkan gadget masing-masing mendadak sepi saat melihatku seperti orang kerasukan membedah gambar pelaku tanpa henti.
Aaron menghampiri ke tempat dimana ku sedang membedah gambar. Ia memperhatikan secara detail dan diam-diam mulai merekam semua gerak-gerik ku.
Tiba-tiba melihat cara ku menggambar, Aaron teringat akan seseorang yang pernah ia kenal, seorang wanita yang sama persis dengan cara menggambarku.
"Maaf, kalau aku boleh tahu, darimana kau memiliki bakat membedah gambar seperti ini? Kau tahu kemampuanmu seperti ini sangat langka dan mengingatkan aku akan seseorang yang pernah ku kenal," ungkap Aaron.
Aku masih belum menggubris pertanyaan Aaron karena, masih dalam konsentrasi yang penuh.
Aaron masih tetap merekam ku, dan semua orang langsung menghampiri ku juga. Untung saja saat mereka datang, membedah gambar sudah selesai, tinggal ku kuatkan saja dengan berbagai teori.
"Eh… kenapa kalian ke sini?" tanyaku
"Wow, kau hebat sekali menggambar sketsa seperti ini," ucap Gracia
"Hmm… ya Gracia benar… kalau aku boleh tahu, darimana kau memiliki bakat membedah gambar seperti ini? Kau tahu kemampuanmu seperti ini sangat langka dan mengingatkan aku akan seseorang yang pernah ku kenal." Aarkn bertanya sekali lagi padaku.
"Oh… hmmm dari mamaku. Dia yang sudah mengajari ku bagaimana membedah gambar," jawabku.
"Mamamu? Siapa namanya, aku juga ingin diajari olehnya," sahut Emily.
Mendadak raut mukaku menjadi sedih mengingat akan kehadiran sosok mama. Mama yang selama ini ku rindukan, yang selalu aku tunggu kedatangannya.
"Blue, apa kau baik-baik saja?" tanya Spencer
"Tidak apa-apa, aku baik-baik saja. Nama mamaku Helena,hanya saja dia sudah meninggal," jawabku.
"Helena? Blue…jangan-jangan mereka adalah…." Aaron bagai tersambar petir mendengar jawaban ku.
Aaron sebisa mungkin menyimpan segala emosinya. Ia tidak ingin mendahului emosi sahabat kentalnya.
"Selamat pagi, maaf kami telat,"ucap Jethro yang datang bersama tim nya.
"Blue, kau pernah mengatakan pada ku saat interview, kau tinggal bersama dengan ayahmu, hmmm… apa kau bisa hubungi dia sekarang untuk langsung datang ke kantor? Ada hal yang ingin ku katakan pada ayahmu," pinta Aaron
"Ta… tapi kenapa? Apakah ada yang salah denganku?" tanyaku ketakutan.
"Tenabg saja, tidak ada yang salah denganmu, sudah kau panggil saja ya, katakan untuk datang ke aula ini," perintah Aaron
"Baiklah," jawabku sambil menghubungi ayahku untuk segera ke kantor,tepatnya ke ruang Aula.
Aaron berusaha untuk menenangkan dirinya dan tidak bertindak gegabah. Ia tahu bahwa sahabat nya sangat merindukan putri semata wayangnya.
Mendengar permintaan putrinya, Biksu Yen segera pergi menuju kantor menggunakan transportasi umum. Ia berpikir kalau putrinya sedang dalam masalah.
Biksu Yen tak ingin jika putrinya di perlakuan sangat tidak adil, oleh rekan kerjanya, terlebih jika sampai membullynya.
Beruntung sekali jalanan tidak macet, sehingga Biksu Yen dapat tiba di kantor ku, hanya dalam waktu 30 menit saja.
Setibanya di kantor gedung pertahanan dan keamanan, petugas keamanan menghubungi Aaron dan mengatakan ada seseorang yang menanyakan perihal aula gedung B.A.U, dan langsung saja Aaron mengizinkannya untuk masuk ke dalam.
"Hmmm sepertinya untuk rapat sesama tim, akan saya undur salam waktu beberapa jam, ada hal yang ingin saya tanyakan, sementara ini kalian boleh mengerjakan yang lain atau mungkin istirahat," perintah Aaron.
Semua orang termasuk aku, sangat senang dengan keputusan Aaron, setidaknya mereka bisa sarapan terlebih dahulu atau membeli segelas kopi.
Setelah memastikan ruangan sepi, Aaron meminta izin sebentar untuk ke toilet pada Jethro.
"tok… Tok… permisi, ada tamu," ucap sekretaris Aaron
"Masuk," jawab Jethro
"Maaf tuan, tadi tuan Aaron mengatakan bahwa tamunya di minta untuk datang ke aula ini."
"Kalau begitu masuk saja, tidak apa," jawab Jethro
Jethro berpikir kalau tamu yang datang ke sini pastilah sangat penting, entah itu anggota FBI atau mungkin menteri.
"Silakan Masuk, Tuan," ucap sekretaris Aaron
Saat biksu Yen masuk, Jethro terkejut bukan main, ternyata tamu yang dimaksud adalah Biksu Yen.
"Yen… kenapa kau datang? Ada apa? Apakah kau di minta datang oleh Aaron?" tanya Jethro
"Aaron bekerja di sini juga? Aku… tidak mengetahui nya sama sekali," jawab Biksu Yen
Dan sama hal nya dengan Jethro, Aaron pun terkejut saat mengintip ke dalam ruangan Aula, bahwa biksu Yen lah ayah yang dimaksud oleh Blue. Sebelum masuk ke dalam ruangan, Aaron menghubungi Blue untuk segera kembali lagi ke ruang Aula.
"Yen," sapa Aaron
"Aaron, benarkah itu kau, ya Tuhan aku sangat merindukanmu, sudah lama sekali kita tidak bertemu ya," balas Biksu Yen sambil memeluk Aaron.
Aaron pun membalas pelukan hangat dari biksu Yen dan menitipkan air mata.
"Seharusnya dari awal aku sudah mengetahui bahwa kau ada di sini," ucap Aaron.
"Tunggu… kau bilang apa? Seharusnya dari awal kau sudah mengetahui kalau Yen ada di sini? Aku tidak mengerti, tahu dari siapa?" tanya Jethro heran