Ingatan masa lalu

1045 Kata
"Boleh saja, jemput aku pagi-pagi ya… rasanya sudah lama aku tidak berjalan pagi sambil menghirup segarnya udara pagi," jawab Matthew. Spencer tersenyum dengan lebar, dan mengucapkan rasa terima kasih yang besar pada Matthew. "Baiklah aku akan pamit, terima kasih atas waktunya dan maaf sudah mengganggu waktu santai sore minggu anda, permisi," ucap Spencer. Setelah Spencer pergi dengan mobilnya, Emma dan Matthew terlibat pertengkaran kecil. "Matthew, apa kau yakin akan membicarakan serta mengungkit segala kesalahan mu? Aku khawatir jika kau mengingat kembali akan kesalahan mu, kesehatanmu akan terganggu lagi," tutur Emma "Aku tidak apa-apa Emma… apa kau tahu bahwa setiap malam aku selalu di hantui oleh rasa bersalah ku ini, setiap detik rasanya aku tidak bisa melepas rasa bersalah dan kebodohan yang sudah ku perbuat, aku...aku hanya ingin menebus kesalahan ku dan kalau ada yang bisa ku perbuat agar mereka bisa memaafkan ku, aku rela, sungguh Emma, "balas Matthew dengan suara lirihnya. "Baiklah jika memang itu maumu, tapi kau juga harus ingat untuk tidak terlalu memforsir kesehatanmu," ucap Emma khawatir. "Terima kasih kau sudah banyak mengerti akan Kondisi ku." Sesungguhnya Emma sangat kasihan melihat kondisi suaminya saat ini. Begitu lemah tak berdaya, hanya bisa meratapi gambar dirinya dan keempat sahabatnya yang tersenyum dengan bahagia. Emma memang berharap akan ada sebuah keajaiban pada suaminya, bisa kembali normal, dan kembali seperti di saat ia bertemu untuk yang pertama kalinya. Gagah, tegap serta memiliki semangat hidup. Hari mulai larut, aku dan Papa baru saja tiba di rumah dan langsung membereskan belanjaan dan menempatkan penanak nasi serta tempat menaruh beras di dapur bersih. "Blue… apa kau ingin makan malam?" tanya Papa "Tidak… aku sudah kenyang, mungkin aku akan membuat juice saja," jawabku. "Hmm… rasanya peralatan itu sudah lama ada di gudang, apa perlu aku ambilkan sekarang?" tanya Papa "Tidak perlu, aku sudah membelinya tadi, lagipula alat itu sudah lama usang, dan sudah pasti ada beberapa partikel yang rusak," jawabku "Hmmm… tapi itu kan milik mama, nanti papa akan betulkan ya. Sudah sana kamu mandi, dan istirahat, besok pagi kita akan pergi ke kantor bersama," titah papa. Tanpaenjawab satu patah kata pun, aku langsung pergi ke kamar dan membersihkan diriku. Sementara itu Jethro pergi ke ruang kerja tempat ia biasa meluangkan waktunya sambil minum alcohol. Di sana tersimpan banyak foto kenangan mama. " Helena, aku sudah menemukan putri kita, ia sudah bersamaku sekarang, dia sangat cantik seperti mu. Sama cantiknya ketika aku pertama kali bertemu denganmu. Mata dan senyumnya sama persis denganmu. Oh ya ada satu lagi yang sangat persis denganmu, bakat menggambar yang kau wariskan untuknya terjaga dengan baik. Kini ia benar-benar seperti mu. Andai saja komplotan b******k itu tidak membunuh mu, pasti kita sudah hidup bahagia. Dan mungkin saja Blue akan memiliki seorang adik,"ucap Jethro lirih. Keesokan paginya, seperti biasa aku selalu bangun pukul 4 pagi. Suasana nya kali ini berbeda, tidak ada lagi terdengar suara kayu bersahutan, atau suara decitan lantai akibat gesekan sepatu ayah yang selalu latihan. Baru hari pertama aku berpisah darinya, rasanya seperti 10 tahun lamanya aku tidak berjumpa. Ingin rasanya aku menghubungi nya hanya untuk melepas rindu. Namun, aku ingat bahwa aku harus bisa beradaptasi dengan orang, tua kandungku. Aku harus bisa dekat dengan orang tua kandungku. "Hehhh… mungkin ayah benar, rasanya aku harus memperbaiki komunikasi dengan papa." batinku sambil menghela nafas dan bangun dari tempat tidur. Mataku masih terasa sangat berat sekali, rasa kantuk ini tak bisa ku hindari. Keluar dari kamar, ku mencari keberadaan papa. " Ah ya… aku lupa, mungkin papa terbiasa bangun siang."gumamku. Pintu kamar tidurnya ku buka perlahan, hanya mengeluarkan sedikit decitan saja. Tempat tidur yang besar, rapi dan kosong. "Kenapa kosong? Dimana papa? Apakah dia tidak tidur di rumah?" Aku panik bukan main melihat kamar tidur yang kosong. Aku berusaha mencari ke setiap sudut rumah, mulai dari kamar mandi, dapur, halaman depan, halaman belakang, dan tempat laundry. "Mmm masih ada satu tempat yang belum aku periksa, pasti di sana," gumam ku. Sebuah kamar dengan pintu yang terbuat dari kayu magoni dan cat berwarna hijau lumut. Tampak seperti sebuah ruangan keramat yang siapapun tidak boleh masuk ke dalam. "Tok...tok...tok,"aku,mengetuk pintu nya berulang kali, tapi tetap saja tidak ada jawaban dari dalam. Semakin penasaran dengan isi ruangan yang terus memanggil ku untuk masuk ke dalam. Ku buka secara perlahan, dan sudah di sambut dengan sebuah tangga menjorok ke dalam. "Ruangan apa ini?" tanyaku sambil mengingat mengenai bentuk rumahku yang tidak memiliki ruangan bawah tanah. Ku ikuti kemana anak tangga ini membawaku pergi. Terlihat sebuah ruangan yang menurutku sangat aesthetic. Lampu kuning yang menyorot dengan hangat sebuah ruangan yang di lengkapi sebuah minibar lengkap dengan koleksi minuman alkohol dan anggur dari berbagai tahun. Kemudian perapian yang dibuat sangat klasik, persis dengan perapian di rumah dulu yang ku ingat,yakni terbuat dari batu bata merah dilapisi dengan cat berwarna merah dan emas. Serta sofa yang bisa dijadikan sebagai tempat tidur, dan smart TV yang yergantung di atas dinding perapian. Dan tak lupa sebuah meja kerja berbentuk bulat yang terbuat dari pohon yang sudah di ratakan. Mataku melihat sekeliling ruangan yang bagiku seperti sudah sangat tak asing. Setelah puas melihat indahnya ruangan kerja, kaki ku terpaku tak bisa bergerak saat melihat foto mendiang mama. Foto itu di bingkai dengan indah dan di pasang dekat dengan rak buku dan meja kerja. Secara tak sadar, tanganku langsung meraih sebuah pendant yang ku jadikan sebagai kalung. Kaki ku terus berjalan mendekati foto mama. "Ma…." ucapku dengan tak kuasa menahan air mata. Derai air mata semakin deras diikuti dengan pecahnya suara tangisanku, hingga papa terbangun dari indahnya mimpi. "Blue… ada apa? Kenapa kamu menangis sayang?" tanya Papa bingung Dadaku terasa sesak, memandang foto mama. Masih jelas dalam ingatanku, bagaimana orang-orang berjubah hitam membunuh mama dan berusaha mencari ku. "Tunggu… jubah hitam!" mimik muka ku mendadak serius. "Blue…kau kenapa, Nak?" papa semakin bingung melihat mimik wajahku. Ia takut kalau terjadi sesuatu denganku. "Jubah hitam… papa… jubah hitam… mereka mencariku, mereka ingin membunuhku tapi mama menahan nya," ucapku berulang kali. "Jubah hitam? Ingin membunuhmu? Blue Sadar lah nak… sadar sayang!" Jethro terus saja menampar kecil kedua pipiku setelah itu memelukku dengan erat. Ku coba atasi sendiri kesedihan ini, perlahan aku mencoba untuk tenang dan menyambut pelukan hangat papa. "Papa… kenapa kamu pergi? Tidak kah kamu menginginkan aku di hidup mu?" ucapku dengan tatapan masih penuh kesedihan, namun, berusaha untuk sadar
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN