Jethro terus saja memelukku dengan erat.
"Tidak Nak, kau salah, bukan maksud aku tidak menginginkanmu, hanya saja ada satu hal. Aku berjanji akan menjelaskannya," ucap Jethro
"Tapi aku butuh penjelasanmu sekarang! Kau tahu… aku sangat membencimu, aku pikir kau memintaku kembali padamu, karena memang kau merindukan ku dan sayang padaku, tapi nyatanya tidak!" seruku
"Blue… dengarkan dulu, aku memang benar merindukanmu, aku…." belum sempat Jethro Menjelaskannya, aku sudah memotong pembicaraan nya.
"Kalau kau benar merindukanmu, lantas mengapa kau baru mengetahui keberadaanku sekarang, memangnya kau tidak pernah mencari tahu tentang aku?"
Jethro tidak bisa menjawab Peryanyaanku, lantaran memang selama ini ia terlalu sibuk akan pekerjaannya, hingga belum sempat untuk mencari tahu, apalagi bertanya pada Biksu Yen mengenai rencana kepindahanku ke Amerika Serikat.
"Lebih baik aku mati bersama mama daripada aku harus memiliki papa, yang tidak pernah mencintaiku."
Aku pergi kembali ke kamar, dan menghapus air mata ini. Lega rasanya aku sudah menumpahkan segala kekebalan dan luapan amarahku selama 20 tahun lamanya.
" Blue… kalau kau tidak hidup, maka apa lasanku untuk hidup dan bangkit. Ku akui kalau aku selama ini terus saja sibuk akan pekerjaan ku. Tapi itu kesibukan ku juga memiliki alasan. Aku sangat bersedih harus kehilangan orang yang paling aku sayangi dan cintai. Belum lagi, aku harus jauh darimu. Seandainya saja saat itu Matthew tidak menjual semua informasi pada kelompok pembelot, maka aku sudah bisa bersama dan hidup bahagia dengan mama Mu sayang, "ucap Jethro lirih.
Beberapa jam kemudian, aku sudah siap untuk berangkat kerja. Dengan memakai tas ransel dan memakai celana jogger berwarna coklat s**u dan kemeja berwarna mint.
Di meja makan tidak ada pemandangan sarapan pagi yang selalu di hidangkan.
"Huft… rasanya percuma aku membeli, penanak nasi ini, mmmm… memasak tidak ya? Sekarang sudah jam 6, masak nasi sekitar 1 jam. Ku bawa bekal saja lah."
Memasak nasi dan beserta sayur dan lauk Pauknya dalam waktu 1 jam, merupakan sebuah tantangan yang besar bagiku. Biasanya dalam hal urusan makanan, aku selalu terima beres. Tapi sekarang, aku harus bisa semuanya sendiri.
Beruntungnya aku sempat diajarkan memasak beberapa macam makanan oleh Ayah. Setidaknya aku tidak terlalu kaku sekali dalam hal urusan dapur.
Saking bersemangatnya bereksperimen memasak makanan, sampai aku tidak menyadari papa sedang mengamati ku di meja makan hingga memvideokan aku sedang memasak.
Memasak memang membutuhkan fokus. Terutama saat sedang tes rasa, rasa asin dan manis pada satu makanan harus seimbang. Aku melihat sekeliling, dengan maksud mencari papa, untuk tes rasa pada masakan, apakah masakanku ada yang kurang atau terlalu berlebihan di satu rasa.
Selain itu juga, aku bermaksud untuk meminta maaf atas segala perkataan yang telah menyakiti hatinya. Saat sedang mencari keberadaannya, aku mendapati dirinya sedang berada di bekakangku, menyiapkan peralatan makan.
"Pa," ucapku dengan nada halus
"Ya sayang, ada apa?" tanya nya
"Hmmm coba tes rasa masakanku, apakah terlalu asin atau ada yang kurang, jawab jujur!" pintaku.
"Hmm… baiklah akan papa coba," ucapnya.
Jethro mengambil sendok dan mengambil beberapa sendok makanan di piring kecil. Setelah memasukkan makanan ke dalam mulutnya, ia terdiam sejenak, mencoba menelaah rasa dari makanan itu.
"Sepertinya terlalu asin, untuk menetralisir rasa asin, baiknya gunakan air sedikit," usul Papa.
Sementara itu…
Sesuai dengan janjinya, pagi-pagi sekali Spencer kembali datang ke rumah mungil Matthew, hendak menjemput nya.
"Selamat pagi, Pak," sapa Spencer
"Pagi, anak muda," jawab Matthew
"Bagaimana dengan tidurmu malam ini, apakah nyenyak?" tanya Spencer
"Sama seperti kemarin, tidak nyenyak dan selalu di hantui dengan rasa bersalah."
"Hmm...baiklah, aku akan pergi ke stay tempat dimana anda bisa melupakan semua rasa yang selama ini sudah anda pendam, bagaimana apakah anda mau?" tanya Spencer
"Baiklah, jika memang itu bisa membuatku merasa lega. Aku akan berpamitan dulu pada istriku."
Sambil menunggu Matthew berpamitan pada istri tercintanya, Spencer ingin menghadiahi Blue sekuntum bunga yang cantik untuknya. Di halaman depan rumah Matthew tumbuh beberapa bunga yang cantik.
"Hendak kau berikan kepada siapakah bunga itu?" tanya Matthew
"Oh, anda sudah selesai berpamitan dengan istri?" tanya Spencer
"Hahaha… ya sudah, ayo kita berangkat," ajak Matthew.
Dalam perjalanan Matthew banyak bertanya dengan perkembangan kasus yang sedang marak sekarang ini, terutama dengan kasus pembelot.
"Bagaimana perkembangan kasus yang kemarin kau katakan padaku?"
"Kasus pembelot kah maksud anda?"
"Ya… itu maksud ku. Bagaimana perkembangan nya?"
"Masih dalam pemeriksaan, karena sepertinya kasus ini akan merembet ke pemerintahan. Oleh Karena itu, kami juga belum bisa memberikan keterangan apapun. Kami takut jika memberikan informasi yang salah, maka akan memberikan ketakutan pada masyarakat," ungkap Spencer.
"Aku semalam melihat TV, mencari tahu tentang kelompok pembelot. Mmm kalau menurut berita yang beredar, mereka menggunakan jubah ya?" tanya Matthew
"Iya benar," jawab Spencer.
"Kalau boleh aku bilang, aku pernah berkhianat masuk menjadi anggota kelompok pembelot. Mereka tak akan segan memberikan fasilitas yang kita inginkan dan uang dengan jumlah yang fantastis."
"Owh ya? Wow, keren sekali, memangnya ada perekrutan khusus untuk masuk menjadi anggota mereka ya?" tanya Spencer
"Tidak ada perekrutan khusus untuk masuk menjadi anggota komplotan mereka."
"Lalu kenapa kau ingin masuk dalam anggota komplotan mereka?"
"Saat itu, aku…." Matthew mulai menarik nafas dan membiarkan agar beban ya terlepas sambil melihat pemandangan di luar.
"Maaf apakah anda sudah sarapan, Pak?" tanya Spencer menawarkan makanan.
"Hahaha… sudah, mmm… sepertinya aku mengenal jalanan ini, memangnya kita mau kemana?" tanya Matthew.
"Tenang saja Pak, aku hanya ingin meringankan bebanmu saja, percayalah," jawab Spencer
"Setidaknya setelah kau, melihat kawan lamamu, ku harap semua rasa bersalah yang selalu menghantuimu dapat teratasi," batin Spencer.
Tiba di areal kantor, Matthew memperhatikan dengan sesama, bentuk gedung yang tak akan pernah ia lupakan. Harum aroma kasus kriminal yang selalu teratasi dengan baik, kala itu ketika ia masih berjaya, dengan keempat kawannya.
Meskipun Spencer tidak mau memberitahukan padanya, hendak pergi kemana, namun, ia sudah, mengetahui jalan pikirannya.
"Jadi ke sini kau membawaku pergi, Hmm… aku tahu maksud baikku, tapi aku tidak tahu apa yang akan menunggu ku disana. Namun, aku berharap juga mereka bisa menerima permintaan maaf ku," ungkap Matthew.
"Tidak apa, setidaknya kau sudah mengutarakan apa yang ada dalam perasaan dan pikiranmu, serta bebanmu akan terasa ringan walau hanya sedikit," tutur Spencer.
"Kawan-kawan… aku kembali lagi, mengharapkan maaf dari kalian semua, aku harap kalian mau memberikan ucapan maaf yang tulus itu padaku," ucap Matthew sambil memandang gedung pertahanan dan keamanan pemerintah pusat negara.