Sayang

1511 Kata
Clara sudah pulang ke rumahnya diantar oleh supir Byan, pagi-pagi sekali ia pulang karena nanti harus kembali lagi ke rumah sakit untuk menjaga duda tampan itu. Robby tentu saja merasa heran karena sang putri tiba-tiba saja pulang pagi sekali tanpa memberikan kabar. "Kamu kok... Pulang pagi-pagi?" Tanya Robby pada Clara. "Pagi pa, iya soalnya nanti aku harus balik lagi ke rumah sakit. Nggak apa-apa ya aku libur sehari, hari ini kan papa nggak ada jadwal meeting." Balas Clara. "Byan nggak ada yang jagain? Anaknya gimana?" "Maka dari itu anaknya minta aku buat jagain Papinya, hari ini dia lagi ada ujian di sekolah, aku mana tega nolak. Pak Byan sih bilang nggak masalah sendirian, tapi tetep aja yang namanya orang sakit di rumah sakit, masak dibiarin sendirian sih Pa? Kan kasihan..." Jelas Clara. "Ya udah nggak masalah, kamu boleh libur hari ini. Tujuan kamu mulia, Papa suka sekali kalau kamu seperti ini, penuh empati. Oh ya nanti malam tetep jadi ya?" "Jadi apa?" Tanya Clara tak mengerti, hal itupun membuat Robby menghela nafas berat. "Jangan pura-pura lupa deh, kamu kan udah janji sama Papa kalau kamu bakalan nurut kali ini Papa kenalin ke anak teman Papa. Papa mau kamu menikah tahun ini Clara, mau sampai kapan kamu nunda-nunda terus? Usia kamu tiga tahun lagi udah tiga puluh tahun, kamu anak perempuan Papa satu-satunya, Papa nggak mau kamu jadi perawan tua. Shera aja sekarang udah gendong anak, kamu kapan kasih Papa cucu?" Ucapan Robby barusan sontak membuat Clara langsung menepuk dahinya. Kalau sudah berhubungan dengan urusan perjodohan seperti ini, Clara benar-benar malas sekali, tapi ia sudah janji dengan ayahnya, apa yang harus ia lakukan setelah ini? "Pa! Papa kan udah punya cucu dua Pa, kenapa sekarang minta lagi? Kalau mau cucu lagi minta gih sono sama Mas Bram, jangan sama aku Pa." "Gimana Papa nggak minta sama kamu, kan kamu yang paling deket sama Papa Mama disini, sedangkan Bram tinggal di Surabaya. Papa jarang banget ketemu sama cucu-cucu Papa, Papa pengen banget dapet cucu dari kamu, makanya kamu cepetan nikah." "Papa ihhh... Ya udah ya udah nanti aku kabarin lagi deh, kalau ada maunya aja, nggak bisa ditunda-tunda." "Apanya kamu udah sering nunda-nunda, terakhir kali pacaran sama mantan kamu, Papa kira kamu bakalan serius, tau-taunya cuma main-main doang." "Iya-iya nanti aku kabarin deh." "Beneran ya! Awas kalau kamu sampai ingkar." "Iya Papa iya... Aku mau mandi dulu, jadwal Papa udah aku siapin nanti aku kirim lewat email." "Siap sayang." Clara pun segera naik menuju kamarnya dengan wajah ditekuk. Demi apa pagi-pagi ayahnya sudah membuat moodnya menjadi berantakan, padahal tadi dirumah sakit hati Clara sangat berbunga-bunga karena jatuh cinta, tapi sekarang ayahnya malah mengacaukan semuanya. "Ogah gue dijodoh-jodohin. Pokoknya Pak Byan harus mau nikah sama gue. Titik!" Gumam Clara dengan penuh penekanan. *** Sedang di rumah sakit, Byan baru saja bangun dari tidurnya dan tidak melihat Clara sama sekali membuatnya bertanya-tanya. Saat Cinta baru saja keluar dari dalam toilet, Byan pun langsung bertanya pada putrinya tersebut. "Cinta!" Panggil Byan. "Papi udah bangun, gimana sekarang jauh lebih baik kan?" Tanya Cinta sambil berjalan menghampiri Ayahnya. "Jauh lebih baik, tidur Papi nyenyak banget. Oh ya, Clara mana?" "Mbak Cla? Kan dia pulang duluan terus abis ini kesini lagi, ini udah mau jam lima." Balas Cinta. "Iya, Papi lupa." Mendengar itu Cinta pun langsung tersenyum geli dibuatnya. "Papi suka Mbak Clara ya? Dia cantik banget kan Pi? Baik dan perhatian banget lagi, aku suka Pi sama dia. Kalau Papi nikah sama dia, aku oke-oke aja." Ucapan Cinta barusan membuat Byan menatap putrinya tak habis pikir. "Cinta, Papi sama Clara itu baru pertama kali ketemu. Dia anak sekaligus sekretaris rekan bisnis Papi, senior Papi dikampus dulu. Baru pertama ketemu, mana bisa langsung ngajakin nikah, menikah itu nggak segampang yang kamu ucapkan. Apalagi Clara begitu muda, mana mau dia sama Papi yang udah tua." Tutur Byan. "Papi kok gitu sih Pi? Aku aja bisa ngerasain kalau Mbak Clara juga tertarik sama Papi, emang kenapa kalau baru ketemu langsung nikah? Emangnya nggak boleh? Diluaran sana yang kayak gitu juga banyak. Aku pengen banget Papi bisa bahagia sama wanita lain, Papi bisa move on, Papi dapat perhatian dan kasih sayang, dihargai, dan dihormati sama pasangan Papi. Aku lihat Mbak Clara perhatian banget sama Papi, aku tuh seneng banget lihatnya Pi. Meski aku masih enam belas tahun, cuma anak remaja yang nggak punya pengalaman apa-apa, tapi aku berasal dari keluarga broken home yang memaksa aku untuk menjadi lebih dewasa dibanding usiaku. Aku juga kangen sosok Mami Pi... Aku juga pengen punya Mami yang bisa sayang dan perhatian sama aku, sedangkan Ibu kandungku sendiri malah nelantarin aku, sampai sekarang bahkan mana pernah Mami perhatian sama aku?" Cinta pun mulai terisak, dan hal itu membuat hati Byan seperti diremas-remas. Selama ini Byan sudah terlalu egois hanya mementingkan perasaannya sendiri tanpa memikirkan perasaan putrinya. Ia pikir Cinta baik-baik saja hidup tanpa sosok Ibu, tapi ternyata dugaannya salah. Kehadiran Clara yang penuh perhatian membuat keinginan Cinta untuk mendapatkan kasih sayang seorang ibu kembali muncul. "Maafin Papi belum bisa jadi Ayah sekaligus Ibu yang terbaik untuk kamu." Byan pun mulai mendekati Cinta dan memeluk putrinya dengan erat. "Aku tuh benci Pi sama Mami hiks, kapan sih Papi sadar kalau wanita gila itu nggak pernah tulus sama Papi. Dia cuma pengen uang dan uang, apalagi semenjak namanya kian meredup, dia terus aja nyariin Papi, dan Papi masih nanggepin dia. Pantes aja Bunda marah sama Papi karena Papi nggak pernah tegas sama hidup Papi." "Walau bagaimana pun dia tetap Ibu kandung kamu." "Aku tau Pi, status dia sebagai Ibu kandungku nggak akan pernah bisa tergantikan sampai kapanpun. Tapi Papi juga jangan lupa kalau dia adalah dalang dibalik kehancuran hidup Papi sama aku. Pokoknya aku nggak akan pernah sudi kalau Papi sampai balik lagi sama dia, aku cuma pengen Papi nikah sama Mbak Clara, titik!" Setelah mengatakan hal itu, Cinta pun buru-buru pergi meninggalkan Byan yang terus meneriakkan namanya. "Cinta sayang... Apa kabar nak, Mami kangen banget sa-" "Ngapain kamu kesini? Pergi sana! Dasar wanita nggak tau malu!" Sahut Cinta dengan suara lantang, Anggita yang baru datang pun tentu saja merasa sangat shock dibuatnya. "Cinta... Ini mami sayang, mami kesini ka-" "Aku nggak mau ketemu sama kamu, dasar nggak tau diri." Setelah mengatakan hal itu Cinta pun buru-buru pergi meninggalkan ruang perawatan Byan. Gadis itu bahkan tak mempedulikan panggilan sang Ayah yang terus menyerukan namanya. "Udah mas biarin aja, anak itu emang kurang ajar, makin besar attitude-nya makin nggak karu-karuan." Ujar Anggita pada Byan yang kini menatapnya dengan tatapan tajam. "Siapa yang bilang dia kurang ajar? Yang membuat dia menjadi seperti itu memangnya siapa?" Tanya Byan pada Anggita dengan penuh penekanan. "Mas a-" "Jangan sekali-kali kamu bilang dia kurang ajar padahal sebenarnya yang lebih kurang ajar dari dia adalah kamu." Anggita tentu saja langsung kena mental ketika Byan mengucapkan hal itu padanya. "Mas..." Anggita pun mulai mengeluarkan airmata buayanya. "Mas aku mohon maafin aku mas, aku benar-benar menyesal, aku beneran janji kali ini akan berubah, aku mohon mas By, aku tau kamu masih cinta kan sama aku? Perasaan kamu dari dulu sama aku nggak pernah berubah, aku beneran janji kali ini nggak akan pernah ngecewain kamu." Anggita berusaha meraih tangan Byan namun Byan menepisnya dengan kasar. "Tidak ada gunanya kamu datang mengemis-ngemis seperti ini, kita berdua sudah lama selesai dan saya tidak akan pernah mengulangi kesalahan yang sama untuk yang kesekian kalinya. Kamu adalah masalalu saya, dan saya sudah tidak sudi lagi untuk mengulang masalalu buruk penghancur hidup saya dan juga Cinta. Perasaan saya terhadap kamu sudah tidak ada dan sudah lama mati. Sekarang saya hanya menganggap kamu Ibu dari anak saya Cinta. Tidak lebih." Kata-kata terakhir Byan membuat wajah Anggita semakin tertekan. Namun wanita itu masih tidak mau menyerah juga, sebesar apapun kesalahannya pada Byan dan Cinta, Anggita bahkan tidak akan pernah mau mengakuinya. Oleh sebab itu kenapa Cinta selalu menyebutnya dengan wanita yang tidak tahu malu. "Mas kalau kamu udah nggak cinta sama aku nggak mungkin kamu masih sendiri sampai detik ini. Kamu sekarang hanya sedang berbohong supaya aku pergi, aslinya kamu tuh masih cinta kan sama aku mas? Jujur mas... Aku bisa ngerasain kalau kamu masih punya rasa sama aku." Anggita mulai mendekati Byan dan memaksa duduk disamping pria tampan itu. "Mau apa kamu? Apa yang kamu lakukan? Pergi sana! Jangan seperti ini! Kita sudah bukan siapa-siapa lagi." Byan pun menyingkirkan tangan Anggita yang menyentuh pundaknya dengan kasar, namun wanita tak tahu malu itu masih belum menyerah juga, kini ia kembali mencoba ingin mencium bibir Byan dengan paksa. Hal itupun membuat Byan harus menggerakkan tubuhnya cukup keras untuk menyingkirkan Anggita dari tubuhnya, tentu saja hal itu menimbulkan rasa sakit yang kembali muncul di area perut dan membuat Byan meringis kesakitan. "Kamu itu milikku mas, cuma milikku!" Tegas Anggita, namun sayang aksinya itu tiba-tiba terhenti karena kedatangan Clara dan juga dua orang satpam. "Sayang!" Seruan Clara yang cukup lantang tentu saja langsung mengejutkan Byan, Clara yang tiba disaat waktu yang tepat membuat pria itu merasa sangat lega luar biasa. Dan panggilan Sayang yang dilontarkan oleh gadis cantik itu membuat Byan kembali merasakan perasaan aneh yang entah apa itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN