“Apakah kalian akan langsung pulang?” tanya Cassio. Pembicaraan telah selesai sehingga ia tentu tidak akan menahan kepergian keluarga Terate apabila hendak kembali ke istana mereka. Ia juga sudah menghidangkan makan siang terbaik, jadi tidak perlu khawatir kalau tamu yang datang dari negeri sebelah akan kelaparan ketika pulang. Ia menoleh pada istrinya yang tampak menggelengkan kepala. “Apakah ada yang perlu dibicarakan lagi?” Cassio bingung sendiri sebab ia tidak mengerti dengan maksud yang diisyaratkan oleh istrinya.
“Bukan ada yang ingin dibicarakan,” ujar Weni seakan sadar kalau Kiela akan mengutarakan apa yang mereka bicarakan ketika berada di kamar mandi tadi. “Aku ingin kalian datang ke negeri Terate. Bagaimana pun juga, kalian harus mengenal negeri kami sekalian bisa melihat istana kami. Bagaimana?” Selama ini, pihak dari Terate yang selalu mendatangi negeri Etanio, jadi Weni berharap Cassio dan keluarganya mau datang ke negeri Terate untuk sekedar melihat-lihat saja. Itu pun kalau mereka tidak keberatan. Ia menatap suaminya untuk ikut bicara juga.
Rados tentu bukan orang yang suka memaksa dan lagian ia juga tidak keberatan apabila sering mendatangi negeri Etanio yang sudah ia anggap layaknya negerinya sendiri. Ia bisa mengenal negeri karena sering datang, justru membuat keuntungan agar ia mampu memahami apa saja masalah yang bisa ia bantu untuk Cassio sebagai pemimpin. “Apa yang dikatakan oleh istriku mungkin benar tetapi jika kalian tidak ingin datang, tidak masalah. Kalian pasti akan mendatangi negeri Terate tanpa kami minta pun karena setelah pernikahan usai, Lisa akan kami bawa istana. Dia harus mengikuti suaminya dulu sebelum penyatuan dua negeri diberitahukan kepada rakyat.”
“Kamu benar, Weni. Aku dan keluargaku jarang sekali datang ke Terate dan aku merasa tidak enak kalau menolak tawaran kalian. Bagaimana istriku? Lisa? Apakah kita bisa datang hari ini untuk berkenalan dengan negeri Terate?” Cassio tahu apa yang ada di pikiran Weni ketika membicarakan hal yang memang harus ia lakukan. Ia tentu tidak bisa mengabaikan negeri Terate yang pemimpinnya sudah banyak membantu, maka ia pun harus mengenal dengan baik sehingga dapat belajar untuk memakmurkan negerinya semaksimal mungkin sebelum diambil alih oleh Danius. Ia kadang masih merasa ragu oleh kemampuan Danius tetapi ia tahu ada putrinya yang tak kalah harus diwaspadai karena tidak mahir dalam memimpin. Mereka harus tetap dipantau agar tidak ada keputusan gegabah yang dibuat dan merugikan rakyat.
Lisa melirik pada Danius kemudian menatap sang ayah dengan senyuman. “Aku sangat ingin datang ke negeri Terate karena sudah lama tidak berkunjung, tetapi aku sudah ada janji dengan teman-temanku." Lisa sudah mengatakan akan datang ke pertemuan yang diadakan di rumah Gabriel. “Kalian tentu tahu kalau Finia baru saja mengadakan pesta ulang tahun dan tentu pestanya sangat meriah, aku sendiri begitu takjub. Akan tetapi, masih ada yang kurang karena kami tidak bisa menghabiskan waktu bersama saking banyaknya tamu, jadi aku akan bertemu dengannya dan teman-temanku untuk merayakan kembali.”
“Aku sungguh tidak tahu kalau putriku sudah punya janji untuk bertemu dengan teman-temannya. Bagaimana kalau aku dan istriku saja yang datang lebih dulu? Bukankah Lisa bisa menyusul lain waktu?” Cassio tidak tahu akan ada perayaan kembali padahal pesta yang didatangi Lisa juga memakan banyak waktu sehingga putrinya pulang malam sekali. Siapa yang akan menduga kalau sesama teman tidak bisa berkumpul di pesta ulang tahun yang meriah, pasti serasa ada yang kurang apalagi pertemanan mereka sangat akrab.
Kiela memerhatikan Lisa yang tampak cemas karena tidak bisa datang akibat janji yang sudah disepakati. Ia pun menggenggam tangan putrinya. “Kamu tidak perlu merasa tidak enak hati. Weni dan Rados pasti memahaminya. Kamu tidak bisa menghabiskan waktu dengan sahabatku pasti sangat menyiksa, bukan? Kamu juga bisa memberi tahu teman-temanmu mengenai rencanamu untuk menikah, jadi agar bisa dirayakan bersama. Saling bahagia.” Kiela tidak ingin putrinya menjadi murung karena tidak bisa ikut datang ke negeri Terate. Ia yakin akan ada kesempatan lain untuk bisa mengunjungi negeri Terate meskipun bukan sekarang.
“Finia?” tanya Weni. “Danius juga datang ke pestanya tetapi ia tidak mengatakan kalau pestanya meriah, dia bilang ada hal yang mengguncang yaitu pesta sempat dihentikan sementara karena Finia menangis selama acara. Aku tidak tahu mana yang benar dari ucapan yang diutarakan oleh Lisa atau Danius tetapi aku yakin salah satunya berbohong. Jadi sebenarnya apa yang terjadi di sana?” Weni jelas ingin tahu kebenarannya karena Danius pulang sangat larut dan ia pun langsung menginterogasinya, jadi Danius mengatakan kalau pestanya ditunda karena pemilik pesta mendadak tidak bisa melanjutkan.
Danius menyadari arti lirikan Lisa padanya, ia tahu Lisa tidak akan membicarakan mengenai Finia yang menangis saat pesta hendak berlangsung. Ia sendiri secara sadar menyatakan dirinya sendiri sebagai pelaku yang telah membuat Finia menangis tetapi tidak bisa memberitahukan siapa pun akan hal yang ia bicarakan dengan Finia. Ia tidak ingin pertemanan Lisa dan Finia berantakan serta berimbas pada hubungannya dengan Lisa. Ia pun menyuruh Finia menjadikan kalau apa yang telah terjadi, biarkan hanya mereka saja yang tahu. “Aku mengatakan hal yang benar tetapi bukan berarti Lisa salah mengucapkan. Pestanya berlangsung meriah setelah Finia tidak menangis lagi. Finia juga bilang selama pesta kalau ia sangat bahagia karena bisa mengadakan pesta yang meriah.”
Tahu kalau istrinya akan bicara lagi, Rados menggenggam tangan Weni sambil menggelengkan kepala. “Bukan masalah apa yang dikatakan oleh Danius dan Lisa, mereka punya pandangan berbeda tentang pesta. Agar hari tidak terlalu larut ketika pulang nanti, sebaiknya kita berangkat sekarang. Aku tentu sudah mempersiapkan diri untuk mengenalkan negeri Terate pada kalian. Sudah lama kalian tidak datang dan aku melakukan banyak perubahan, jadi aku bisa memastikan kalau Cassio akan linglung.” Rados tertawa kemudian diam karena Weni mencubit pinggangnya.
“Aku memang sudah lama tidak mengunjungi negeri Terate dan bisa kamu pastikan kalau aku mungkin akan tidak mengenali beberapa tempat yang kamu ubah.” Cassio menatap Kiela yang menyenggol lengannya. “Kalau begitu, aku dan istriku akan bersiap-siap. Kalian akan menunggu di sini atau di depan?” Ruang makan seharusnya sudah mereka tinggalkan dari tadi karena acara makan siang sudah selesai tetapi adanya pembicaraan membuat mereka betah untuk duduk. Cassio mengikuti istrinya yang beranjak dari kursi begitu pun Weni dan Rados yang sudah bangun dari kursi dan sepertinya siap meninggalkan ruang makan.
“Aku dan istriku akan menunggu di luar saja. Aku juga akan menyuruh prajurit untuk mempersiapkan kuda untuk kalian.” Setalah Cassio dan Kiela mengangguk setuju, ia hendak berjalan mengikuti Weni yang sudah lebih dulu meninggalkan ruang makan bersama Cassio dan Kiela. “Apakah kamu akan tetap berada di sini?” tanya Rados pada putranya yang masih setia duduk. Ia melirik pada Lisa yang sudah beranjak dari kursi. Ia mengerutkan kening ketika putranya memberi isyarat untuk pergi tetapi ia tidak kunjung pergi. “Apa kamu ingin berduaan dengan Lisa?”
Ingin rasanya Danius mendorong ayahnya untuk meninggalkan ruang makan tetapi ia mengurungkan niat karena tentu tidak sopan. “Ada yang ingin aku bicarakan dengan Lisa, jadi sebaiknya ayah keluar lebih dulu. Aku akan menyusul.” Danius melirik pada Lisa yang tampak terkejut dengan yang ia utarakan. Ia kembali memberi isyarat agar ayahnya meninggalkan ruang makan. Ia bersyukur karena Rados sudah melangkah meninggalkan dengan Lisa. Ia pun menatap wanita yang akan menjadi istrinya dengan senyuman. “Bisakah kamu mengajakku ke taman? Aku sudah lama tidak mengunjungi taman istana Etanio dan ada yang ingin aku bicarakan padamu juga.”
Meskipun heran dengan tingkah Danius, Lisa tetap mengangguk kemudian berjalan lebih dulu menuju taman. Ia merasa kalau langkah Danius tidak secepat biasanya sehingga ia pun menoleh sambil menunggu Danius menyejajarkan langkah karena ia tidak ingin Danius berjalan di belakangnya. “Apa yang ingin kamu bicarakan padaku? Apakah ini ada kaitannya dengan penolakanku untuk datang ke Terate?” Lisa tidak ingin Danius membicarakan hal yang seakan membujuknya untuk tetap ikut dan membatalkan janji. Ia memang bisa melakukannya tetapi tidak ingin karena sudah lama juga tidak berkumpul dengan teman-temannya. Ia ingin bercerita banyak serta memberi tahu rencana pernikahannya sesuai dengan saran ibunya.
Sejauh mata memandang, taman istana Etanio sangat tumbuh subur. Danius menoleh pada Lisa yang masih menunggu jawabannya dan ia pun menggeleng. “Bukan itu yang ingin aku bicarakan padamu, melainkan hal lain yang jauh lebih penting.” Tangan Danius menggenggam tangan Lisa dan ia pun berlutut di depan Lisa. Tak lupa tangan kirinya mengambil kotak kecil yang ada di saku celananya. “Aku bukan tipikal pria romantis yang bisa mengutarakan perasaan dengan sangat manis. Aku masih sangat kaku untuk urusan cinta, tetapi aku ingin melamarmu dengan cara yang benar.” Danius melepaskan tangan Lisa dan ia pun membuka kotak kecil yang berisi cincin. “Lisa Cassiopette, maukah kamu menjadi pendamping hidupku dan menemaniku menghabiskan sisa hidupku?”
Lisa menatap Danius yang sangat tulus mengatakan, ia juga takjub dengan cincin yang dibawa oleh Danius. Ia mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan yang diberikan oleh Danius. Ia membiarkan pria yang akan menjadi suaminya, memasangkan cincin ke jari manis kananya. Cincin yang sangat indah dan ia akan menggunakannya terus agar selalu mengingat kehadiran Danius dalam hidupnya. “Terima kasih telah mempercayakan aku menjadi istrimu. Aku mencintaimu.” Lisa membiarkan Danius memeluk tubuhnya dan ia merasa bahagia sekali.