Tetes air hujan membasahi bumi, tetapi tidak menyurutkan semangat rakyat untuk bekerja. Mereka tetap harus mencari nafkah untuk keluarga sehingga mau tidak mau lebih memilih menerjang hujan daripada tidak mendapatkan uang untuk makan. Beberapa rakyat mengenakan pakaian yang terbuat dari plastik agar tidak basah ketika bepergian, mereka satu per satu menaiki kuda dan meninggalkan rumah masing-masing. Mereka tidak sengaja berpapasan dengan gerombolan kuda yang mengarah ke istana, sebagian dari mereka bertanya-tanya dan sebagian lain melanjutkan perjalanan tanpa berusaha mencari tahu.
Lisa keluar dari istana setelah mendengar kalau Danius dan keluarganya akan datang. Pasalnya cuaca pagi tidak terlalu bersahabat, jadi ia khawatir sekali. Ia menatap gerombolan kuda yang masuk ke gerbang istana, para prajurit tampak membantu agar penumpang kuda turun. Ia tidak menduga kalau Danius dan keluarganya akan datang bersama beberapa prajurit, mungkin untuk menjaga apabila terjadi hal yang buruk, mengingat jalanan licin. Ia menoleh ketika tahu orang tuanya pun keluar untuk menyambut. Ia tidak tahu apa yang hendak orang tuanya bicarakan sehingga membiarkan Danius dan keluarganya kehujanan.
Dengan sigap, Lisa mengambil kain yang mudah menyerap air dan memberikan pada Danius yang mendekat. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya naik kuda sambil kehujanan. Mungkin sangat menyenangkan seperti yang dikatakan oleh teman-temannya tetapi tidak baik juga karena bisa sakit. “Apakah kamu mau minuman hangat?” Lisa menatap Danius yang tampak kedinginan. Jika ia tidak tahu mendadak, pasti sudah memberi tahu orang tuanya untuk membatalkan pertemuan. Ia menatap pelayan yang juga sibuk memberikan kain pada orang tua Danius dan para prajurit yang kehujanan. Sedangkan, orang tuanya hanya berdiri melihat.
“Boleh. Apakah kamu akan membuatkannya untukku?” Danius tentu suka memakan atau meminum sesuatu yang hangat ketika musim hujan. Ia kemudian memberikan kain kepada pelayan yang tersenyum padanya dan tentu ia membalas senyumnya karena tidak ingin dinilai sombong. Ia menatap Lisa yang mengangguk mantap dan menyuruhnya untuk masuk. Ia pun mengekor sambil menatap orang tuanya yang sedang bicara dengan orang tua Lisa. Ia tidak tahu apa yang membuat orang tuanya datang ke sini saat hujan tetapi sepertinya ada hal penting yang ingin dibicarakan.
“Kamu duduk saja dulu, aku akan membuatkan minumannya.” Lisa mempersilakan Danius untuk duduk di sofa sementara ia pergi menuju dapur untuk bertemu dengan Favia. Ia tidak pandai membuat sesuatu jadi butuh bantuan pelayan. Ia mendekati Favia yang sedang mencuci sayuran dan menyenggol lengannya. “Apakah kamu bisa membantuku untuk membuat minuman hangat?” tanyanya sambil berbisik karena ia tidak ingin pelayan lain mendengar apa yang ia bicarakan. Ia menatap Favia yang menoleh sambil memasukkan sayuran yang sudah dicuci ke mangkuk.
Meskipun heran dengan kemauan Lisa untuk membuat minuman hangat, Favia mengangguk dan menyuruh Lisa untuk mengikutinya. Mereka tentu tidak akan membuat di dapur yang berantakan melainkan di dapur yang memang diperuntukkan untuk membuat minuman sehingga tempatnya sangat bersih. Ia kemudian menatap Lisa karena tidak tahu putri dari raja dan ratu ingin membuat minuman apa. “Putri ingin membuat minuman hangat yang seperti apa? Di sini ada jahe, bunga, dan daun teh. Putri bisa memilihnya lebih dulu.” Favia menunjukkan bahan minuman pada Lisa. Ia masih heran karena Lisa mau berada di dapur untuk membuat sesuatu.
“Dari semua pilihan, apa yang menurutmu enak?” tanya Lisa karena ingin tahu selera Favia. Ia sendiri sudah mencoba semuanya tetapi tidak yakin kalau dihidangkan kepada Danius akan disukai oleh pria itu. Ia menatap Favia yang menunjuk pada bunga berbentuk kupu-kupu warna biru, jadi ia pun membandingkan dengan bahan minuman yang lain. “Aku ingin daun teh hijau saja yang pasti akan sangat bagus apabila dihidangkan ketika cuaca hujan seperti ini. Bagaimana cara membuatnya?” Lisa menatap Favia yang mengeluarkan gelas dan ia menoleh saat ada pelayan lain yang tengah mengambil banyak gelas, mungkin akan dihidangkan untuk prajurit dan orang tua Danius. “Apakah kamu akan membuatkan minuman untuk raja dan ratu Terate?”
Pelayan itu menatap Lisa dengan senyuman. “Iya, aku ingin membuatkan minuman untuk mereka dan para prajurit,” ujarnya dengan jujur meski heran dengan kehadiran Lisa yang ada di dapur. Ia menatap Lisa yang mengambil tiga gelas yang sudah ia taruh di nampan sambil menatap Favia yang hanya mengangkat bahu. “Maaf, kenapa Putri mengambil gelas yang sudah aku siapkan?” Pelayan itu menatap penuh heran pada Lisa karena ia ingin menggunakan gelas untuk menyiapkan minuman hangat dan menyajikan pada tamu yang ada dari negeri Terate.
“Biar aku saja yang buat. Kamu bisa membuat untuk prajurit saja.” Lisa berpikir ia tidak boleh hanya membuatkan minuman untuk calon suaminya tetapi juga calon mertuanya. Ia mengalihkan pandang pada Favia yang hendak menuangkan air panas ke gelas, ia pun langsung mengambil alih. “Aku akan menuangkannya, apakah harus penuh?” tanyanya karena ia tidak tahu ukuran yang pas untuk membuat minuman hangat. Ia mengangguk paham ketika Favia menyuruhnya hanya menuang setengah gelas saja. Ia menuangkan ke tiga gelas lalu memasukkan daun teh pada gelas dan mengaduknya. Ternyata membuat minuman sangat mudah. “Apakah ada lagi yang harus aku lakukan?”
“Tidak ada, tetapi Putri juga harus membawa gula.” Favia menyendok gula dan menaruhnya ke wadah kecil. Ia lantas menatanya pada nampan yang akan dibawa oleh Lisa. “Sudah siap dan Putri bisa membawanya untuk disajikan. Hati-hati.” Favia mengajarkan Lisa untuk membawa nampan agar tidak jatuh. Ia ingin membantu membawakan tetapi melihat kesungguhan Lisa, ia pun mengurungkan niat. “Jangan sampai jatuh.” Favia tersenyum pada Lisa yang mengangguk padanya.
“Kalau begitu, aku hidangkan ini dulu. Terima kasih sudah membantuku,” ucap Lisa lalu pergi meninggalkan dapur. Ia berjalan dengan pelan serta hati-hati agar nampan yang dibawa tidak jatuh. Ia memang tidak mahir dalam hal menyajikan makanan karena belum pernah belajar sama sekali tetapi dengan sangat semangat, ia ingin sekali membuatkan minuman untuk tamu yang datang dari negeri Terate. Ia menarik napas lalu mengembuskan sebelum melangkah mendekati ruangan di mana Danius dan keluarganya ada. Ia lupa membuatkan minuman untuk dirinya sendiri dan juga orang tuanya tetapi ia menoleh saat Favia datang dengan membawa nampan berisi tiga gelas teh untuk disajikan juga. Untung saja, Favia sangat mengerti dengan situasinya.
Lisa tersenyum pada Danius dan orang tuanya serta mengabadikan keterkejutan orang tuanya sendiri yang melihat ia menghilangkan minuman hangat. Ia kemudian memberikan nampan pada Favia agar dibawa kembali ke dapur sementara ia duduk di kursi dengan anggun sambil menatap semua orang yang ada di ruangan. “Kenapa kalian menatapku seperti itu? Apakah ada yang salah?” Lisa menatap penampilannya dan ia berpikir kalau tidak ada yang salah dari pakaian yang ia kenakan juga penampilannya. Ia menatap Cassio dan Kiela yang saling pandang sambil tersenyum menggoda padanya, ia pun mengerutkan kening.
“Aku akan meminumnya. Terima kasih sudah membuatkannya untukku.” Danius menatap Lisa yang tampak tersenyum padanya dan ia membalas senyum itu sebelum mengambil gelas untuk ia cicipi rasa minumannya. Tidak buruk juga, ia merasa rasanya seperti teh tanpa gula dan ia pun lalu menyendok gula karena ia suka dengan rasa yang manis. “Kamu sangat pandai membuatnya, aku sangat menyukai teh hijau buatanmu.” Danius tidak sedang merayu, minuman yang dibuat oleh Lisa bisa menjadi minuman favoritnya.
Weni mengangguk setuju setelah mencicipi minuman yang dibuat oleh Lisa. “Kamu bisa membuat minuman yang enak. Apakah kamu jago memasak?” tanya Weni penasaran karena ia jarang melihat seorang putri turun tangan ke dapur untuk menyajikan sesuatu sehingga ia bisa menebak kalau Lisa berbeda dari putri kebanyakan yang ia temui. Ia bisa melihat juga perhatian Lisa kepada putranya, keduanya tampak sangat cocok ketika bersama. Ia tidak bisa membayangkan kalau mereka punya anak, pasti sangat cantik dan tampan.
Sekarang Lisa tahu arti tatapan orang tuanya, mencoba untuk menggodanya karena ia bahkan rela melakukan hal yang tidak biasa dilakukan. “Aku belum jago memasak dan masih dalam tahap belajar. Aku akan belajar dengan giat agar bisa menyajikan makanan untuk suamiku nanti.” Lisa sebenarnya tidak yakin apabila ia bisa menguasai dengan baik tetapi ia tentu harus menunjukkan jika ia mampu sehingga bisa menjadi calon istri yang baik. Ia menatap kepada orang tuanya yang terlihat sudah mencicipi teh buatan Favia.
“Semenjak Danius mengatakan ingin memperistri putriku, dia jadi sangat giat melakukan banyak hal. Aku tahu kalau selama ini selalu memanjakannya sehingga ia bersikap layaknya putri yang manja tetapi aku masih tidak menyangka kalau dia akan mempunyai inisiatif untuk mempelajari hal yang tidak dikuasai sebelumnya. Dia hanya ingin menjadi istri yang baik ketika sudah menikah nanti. Bukan begitu, Lisa?” Cassio sangat senang bisa melihat putrinya banyak bekerja di dapur karena memang seorang istri harus bisa melayani suaminya dengan baik. Ia melebarkan senyumnya ketika Lisa mengangguk.
“Aku menghargai usahamu untuk belajar tetapi aku harus memberi tahumu apabila putraku tidak masalah jika kamu tidak bisa memasak pun,” ucap Rados. “Kamu dan Danius akan menjadi penerus kami dan banyak hal yang harus dilakukan sehingga memasak bisa menjadi pilihan yang sekian selama kalian bisa mempertahankan pelayan yang bisa dipercaya tetap bekerja di istana. Aku pikir kamu sebaiknya mempersiapkan hal lain, seperti misalnya malam pertama?” Rados meringis saat sang istri mencubit pinggangnya. “Aku hanya bercanda, Weni. Kamu jangan terlalu memikirkannya.”
Kiela yang melihat Danius menunduk malu pun tidak ingin melakukan pembicaraan yang terlalu intim. “Bagaimana kalau kita langsung beri tahu mereka apa yang tadi kita bicarakan. Aku pikir semakin mereka tahu dengan cepat, akan lebih baik.” Kiela tidak ingin menyembunyikan apa pun pada penerus takhta istana. Ia ingin Danius dan Lisa mengetahui segala hal yang membuat mereka bertemu pada hari yang bukannya telah reda. Ia menoleh pada suaminya karena Rados menyuruh Cassio untuk berbicara. Ia menatap Cassio yang sudah kembali menaruh gelas setelah menghabiskan minuman hangat yang dihidangkan.
Cassio menatap Danius dan Lisa dengan serius. “Aku bisa merasakan kalau kalian saling mencintai dan tentu pernikahan ini harus dilaksanakan atas dasar cinta bukan hanya penyatuan kedua negeri yang pasti tidak mudah untuk dikembangkan. Namun, daripada itu, kami di sini ingin mengetahui kesungguhan hati kalian kembali. Kami memang percaya kalau kalian akan bisa menjadi suami istri yang kami harapkan tetapi apakah kalian merasa sanggup untuk menerima beban besar yang akan kami berikan? Menjadi pemimpin tidak mudah dan aku ingin kalian mempertimbangkannya karena ekonomi negeri Etanio masih belum stabil. Jadi, aku ingin kalian membuat keputusan dulu sebelum membicarakan mengenai hal-hal yang harus kalian tahu.”
Lisa melirik pada Danius sebelum menjawab, “Aku telah memikirkan mengenai posisiku yang akan menggantikan ibuku sebagai ratu dan tentu mengambil alih tanggung jawab bibi Weni sebagai ratu di negeri Terate. Awalnya, aku merasa kalau tidak akan sanggup tetapi walaupun aku tidak menikah dengan Danius, kelak aku akan mewarisi negeri Etanio sehingga aku harus mempersiapkan diri lebih awal.” Lisa menyadari kalau ia mempunyai beban besar di pundaknya jika berbicara mengenai negeri yang dipimpin oleh orang tuanya. “Aku sanggup untuk melakukan dan akan berusaha sebaik mungkin.”
Danius takjub akan jawaban Lisa padahal yakin sekali masih ada keraguan dari hati wanita yang ia cintai. “Aku sering mendengar ibuku bercerita mengenai keadaan negeri tempat tinggalku dan aku juga selalu mendengar beberapa keluhan dari rakyat yang datang ke istana. Dari situ, aku tahu menjadi pemimpin tidak mudah tetapi ketika melihat orang tuaku tidak pernah menyerah bahkan menjadikan negeri Terate begitu makmur dan sejahtera, aku yakin selama ada kemauan, pasti bisa mewujudkannya. Aku putra dari pemimpin negeri Terate bersedia menerima mandat yang diberikan oleh orang tuaku dan keluarga negeri Etanio untuk memimpin negeri. Aku juga telah mempersiapkan diri dengan baik, tidak hanya sebagai seorang raja melainkan suami yang bisa membimbing dan mamanya istriku dengan baik.”
Suasana mendadak berubah jadi haru setelah mendengar kesungguhan yang tulus dari anak yang harus mewarisi takhta orang tuanya. Mereka kemudian melanjutkan pembicaraan akan hal yang harus mereka tahu dan tentu mempersiapkan juga yang dibutuhkan untuk pernikahan. Lisa menatap Danius yang bernapas lega karena pembicaraan sudah selesai. Ia mengalihkan pandang ketika orang tuanya dan orang tuan Danius meninggalkan ruangan untuk segera makan siang. Ia pun beranjak dari sofa diikuti oleh Danius yang kemudian menjajarkan langkah agar bisa berjalan di sampingnya. Danius akan menjadi suaminya dan ia yakin pria itu bisa menjadi pasangan yang baik.