Bab 8 : Istri atau Siswi?

1221 Kata
Halaman depan rumah sudah diisi tiga buah mobil mewah, dengan masing-masing seharga lebih dari 3 miliar rupiah. Chandra memarkirkan motornya, di bagian samping rumah, kemudian berlari-lari memasuki rumah melalui pintu yang sudah terbuka lebar. Chandra memelankan langkah saat dirinya disambut oleh lima pria berusia di atas 30 tahunan di ruang tengah. Semuanya berpakaian formal, khas orang kantoran—dengan beberapa orang memegang map khusus. "Pak, usahakan jangan membuat keributan, ya. Bu Shila sedang istirahat di atas." Widya yang berdiri di samping Chandra berbisik pelan. Ia mundur secara perlahan, lalu meninggalkan ruang rapat dadakan ini. Chandra mendekati mereka. Meski tidak setara dalam masalah pendidikan, tetapi ekspresi bijaksana yang Chandra tunjukkan cukup untuk menghadapi orang-orang berpengalaman ini. Jujur, ada sedikit kecemasan dalam dirinya, tetapi karena Chandra yakin mereka datang karena Shila, maka Chandra harus menghadapinya. Untuk sang istri. "Ada apa? Tumben anggota pimpinan tertinggi Vellecia Company datang ke sini." Akhir kalimat Chandra sertakan senyum tipis ramahnya. Menatap mereka satu-persatu untuk menebak, tujuan kelima orang ini. Salah satu dari mereka—berusia sekitar 35 tahunan, berdiri seraya memperbaiki letak jas kerjanya. "Kami ingin Bu Shila memilih di antara kami untuk mengurusnya." Jawaban itu sontak tidak bisa menghalangi Chandra untuk berekspresi bingung sekaligus geli. "Apa hak kalian mau urus istri saya? Sementara saya—suaminya, masih hidup dan sehat di sini. Saya masih sanggup jaga Shila sampai tua, sampai akhir hayatnya." Chandra tidak bisa menjaga intonasi suaranya agar lebih baik, karena pelanggaran batas pekerja kepercayaan Shila ini. "Kami sudah tahu, Pak Chandra." Pria itu mendekati Chandra, hingga menyisakan jarak kurang dua meter. "Anda yang menjadi penyebab Bu Shila kembali trauma dan dalam keadaan buruk sekarang, karena kasus perselingkuhan Anda." Chandra tidak bisa bergerak di tempatnya, dengan mata melebar sempurna. Dari mana masalah ini bisa bocor? Saat lawan bicara menyentuh pundak Chandra, pria itu segera mengelak. "Demi kesehatan mental Bu Shila, salah satu dari kami—sebagai kepercayaan mendiang orang tuanya, akan merawat Bu Shila, sampai sembuh." Pria dewasa itu melebarkan senyumnya, yang bagi Chandra seperti ejekan. "S—saya masih bisa jaga Shila ...." Chandra kehabisan kata-kata. Dia tidak bisa kehilangan Shila, tapi bagaimana menghadapi lima orang berpengaruh ini? "Jika tinggal bersama Anda, Bu Shila tidak akan pernah bisa sembuh." Pria berjas paling muda angkat suara. "Memang, kemarin Anda membantu penyembuhannya, tetapi sekarang Anda yang membuat Bu Shila malah semakin sakit sekarang." Pria di hadapan Chandra mengangguk menanggapi masukan tersebut. "Benar. Kami tidak bisa membuat atasan yang sudah diamanahkan pada kami semakin sakit hanya karena setiap hari melihat Anda. Untuk proses penyembuhan yang cepat, Bu Shila harus kami yang rawat. Juga semua harta warisan, perusahaan, semuanya akan kami urus bersama." Chandra tahu. Janji pria di depannya ini hanya sekadar ucapan saja. Dengan melihat bagaimana pria tua itu tersenyum, Chandra tahu, mereka lebih suka mengurus kekayaan Shila dibandingkan pemiliknya sendiri. Bahkan, kemungkinan buruknya, mereka bisa melakukan hal fatal hanya demi mencapai tujuan mereka: kaya atas harta orang lain. "Tidak bisa!" balas Chandra dingin. Kedua tangannya terkepal di sisi tubuh, mencegah emosi menyulut lebih tinggi. "Oh, kami tidak akan meminta izin Anda, Pak Chandra. Karena kami yang diamanahkan mendiang orangtua Bu Shila untuk menjaganya." Pria tua itu hendak berbalik meninggalkan Chandra, tetapi tidak semudah itu. Chandra tidak bisa menahan kecepatan kepalan tangannya mendarat di rahang pria dewasa tadi. "SUDAH SAYA BILANG, SAYA TIDAK MAU MENYERAHKAN ISTRI SAYA PADA KALIAN!" Belum cukup puas, karena keempat orang lainnya menatap Chandra rendah. "SAYA SUAMINYA! SUAMINYA! SAYA LEBIH BERHAK URUS ISTRI SAYA DARIPADA KALIAN! JANGAN HARAP SHILA AKAN JATUH KE TANGAN KALIAN SEBELUM SAYA MATI!" Dua dari empat orang tadi membantu pria dewasa yang baru saja dipukul Chandra, menopang sehingga bisa berdiri sempurna. "Seperti yang dibilang tadi. Kami tidak butuh izin Anda, Pak Chandra—untuk membawa Bu Shila. Cukup dengan bukti perselingkuhan Anda sudah membuktikan betapa buruknya karakter Anda menjadi seorang suami." Yang paling tua menyahut, begitu santai duduk di sofa. S*al! Chandra lebih menguatkan kepalan tangannya sekarang. Bahkan, rahangnya ikut mengeras. "Apa kalian membicarakan ini dengan saya sebelumnya?" Suara jernih itu terdengar, memancing semua pandangan mengarah ke tangga yang membentuk lingkaran—pada perempuan bergaun merah tersebut. "Kalian sepertinya lupa mengenai detail amanah Papa saya, dan sudah melanggar batas kalian sebagai pesuruh saya." Shila menuruni anakan tangga dengan sorot tajam yang berhasil menundukkan tatapan kelima bawahannya itu. Kecuali Chandra, karena suaminya itu malah membalas tatapannya. Sesampainya di lantai dasar, Shila berdiri di samping Chandra. Mengangkat sudut bibirnya tipis, memfokuskan pandangan pada kelima pria berjas itu. Sementara di belakang punggungnya, kedua tangan Shila saling meremas—mencoba mengendalikan dirinya sendiri karena sedang berdiri di samping Chandra. "Amanah Papa saya—jika kalian lupa, akan saya ulangi, adalah menjaga, mengasuh, merawat, dan memastikan kesehatan saya mental dan fisik, jika ... saya belum menikah, atau berpisah dengan suami saya. Selain yang sudah saya sebutkan tadi, kalian semua ... tidak punya hak apa pun untuk mengurus, mengasuh, atau menjaga saya." Shila lalu melirik Chandra dengan sorot mata penuh kemarahan. "Karena saya masih punya suami." Bibirnya yang gemetar membentuk senyum. Ia kembali fokus pada bawahannya tersebut. "Silakan pergi, sebelum saya ganti kalian dengan orang yang lebih mengerti aturan." Semuanya secara spontan menunduk dalam. "Baik, Bu Shila." Kelimanya dengan tubuh merunduk, melewati Shila dan langsung pergi dari sana. Mobil-mobil mewah itu secara teratur meninggalkan halaman rumah. Chandra lega, tetapi tidak pada detik berikutnya. Ketika pipinya dihantam rasa perih yang kuat. Shila pelakunya, menampar Chandra hingga wajah pria itu terdapat bekas kemerahan, juga cakaran. Napas Shila bergetar usai melakukan itu. Ia menyembunyikan kedua tangannya yang gemetar di belakang tubuh, serta pandangannya teralihkan ke tempat lain. "Jangan pikir aku menolak mereka karena masih cinta sama kamu." Shila bergerak menjauh, menuju sofa single yang langsung menghadap pada Chandra. "Aku belum puas balas perbuatan kamu." Chandra melirik pada Widya yang berdiri di lantai paling atas, hanya menyimak. Perempuan itu memberikan anggukan, meyakinkan agar Chandra melakukan pendekatan. Meski cekat-cekit masih kentara di pipinya, bahkan terdapat goresan yang menghasilkan darah segar, Chandra tidak mau peduli. Ia berlutut di depan Shila yang memalingkan wajah. Chandra meraih paksa tangan Shila untuk ia genggam lembut. Ia tetap mendongak pada sang istri meski terlihat diabaikan. "Kalau tampar aku bisa meredakan kekesalan kamu, silakan, Shila. Kalau kamu mau sakiti aku secara fisik, silakan. Keluarin semua kekesalan dan kemarahan kamu—" Chandra belum selesai berbicara, tetapi sebuah pukulan sudah mendarat di wajahnya. Telinganya sampai berdenging karena hal itu. "Sakit?" tanya Shila. Menunjukkan lagi senyum gemetarnya. "Itu belum seberapa. Aku ... aku mau sakiti kamu ... mutilasi kamu ... siksa kamu ... aku mau bunuh kamu!" Perempuan itu memperkuat perasaannya dengan cengkeraman tangan. "Bu Shila." Beruntung, sebelum Shila melakukan ancamannya, Widya sudah mengambil fokusnya. "Ayo, istirahat." Ajakan Widya langsung diterima oleh Shila. Namun, sebelum benar-benar beranjak, Shila menggunakan lututnya untuk menendang Chandra. Shila terlebih dahulu dibiarkan naik ke atas. Widya bergerak cepat untuk membantu Chandra hingga pria itu sudah duduk sempurna di sofa. Chandra mengeluarkan ponsel dari sakunya, karena tadi terdengar berdering. Sebuah pesan dari Mishall. Ia bahkan belum dua jam meninggalkan perempuan itu, tetapi sudah ada berulah lagi. Mishall Afifah Pak ... Pak Chandra sibuk? Terakhir kali, Pak. Bantuin saya, ya? Saya ada masalah di sini. Saya nggak tau gimana atasinnya. Chandra hendak berdiri, tetapi ditahan Widya. "Sebaiknya tetap di sini, Pak." Widya membuat Chandra dilanda kebingungan berat. "Bu Shila akan membutuhkan Anda nanti. Jadi, tetap di sini." Bagaimana sekarang? Menyelamatkan siswinya, atau menjaga istrinya? ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN