Bab 9 : Jauhi Mishall, Dekati Shila

1171 Kata
Chandra tidak bisa meninggalkan rumah Shila walau sebentar, selalu diminta oleh Widya untuk tetap stay, karena nanti, sang istri pasti akan membutuhkannya. Sementara di sisi lain, pria itu dihujani oleh berbagai macam perasaan buruk mengenai Mishall. Usai gadis itu mengirimkan pesan ... Chandra tidak bisa mengenyahkan pikirannya. Apa yang terjadi pada Mishall di hari pertama bekerja? Chandra juga tidak bisa secara sembarang menelepon perempuan lain di rumah Shila. Perempuan itu bisa muncul kapan saja, dan bisa mendengar apa pun. Shila pasti akan melakukan semua ancamannya jika Chandra melakukan kesalahan lagi. Maka, pria itu mencoba mengalihkan fokusnya dengan membaca buku yang dibawa dari perpustakaan di ruang tengah. Buku karya Dee Lestari tidak bisa masuk ke otak, karena selalu saja ... bayangan Mishall melakukan kesalahan buruk atau sedang tertekan selalu muncul. Chandra menutup bukunya dengan kasar. Hanya satu jam. Seharusnya, ia bisa pulang saat Shila nanti membutuhkannya seperti yang Widya katakan. Chandra harus-wajib memeriksa keadaan siswinya itu. "Pak Chandra?" Namun, Widya kembali menahan langkah Chandra yang nyaris melewati pintu. "Silakan naik ke atas." Chandra mengepalkan tangan. Memejamkan matanya untuk sesaat. Sial! Ini hanya siswinya! Kenapa Chandra harus peduli? Mishall sudah besar untuk menjaga dirinya sendiri. Maka, pria itu menjauhi pintu. Menyusul Widya menuju lantai atas. "Shila sedang apa?" "Tidur, Pak," jawab Widya saat langkah mereka sudah sejalan. "Ini ... bagaimana kalau Shila malah semakin mengamuk?" tanya Chandra, sedikit cemas. Pipinya masih perih karena perlakuan Shila tadi. "Tenang saja, Pak. Saya sudah melihat karakter Bu Shila selama beberapa hari ini. Saya bisa yakin, Bu Shila tidak akan melawan atau menyakiti Anda. Untuk berjaga-jaga, saya akan tetap di dekat pintu. Ada obat penenang di sini." Chandra mengangguk atas penjelasan Widya barusan. Rasanya, kasihan juga. Padahal, setahun lalu, Shila sudah lepas dengan segala obat penopang kewarasannya. Namun, karena kesalahan satu malam, perempuan itu kembali ke kondisi lamanya. Baru saja membuka kamar, Chandra disambut oleh tubuh Shila yang berbaring telentang dengan bagian kepala jatuh dari kasur. Perempuan itu terpejam nyaman, meski posisinya begitu buruk. "Perlakukan Bu Shila seperti dulu, saat Anda menghiburnya ketika Bu Shila terpuruk karena keadaan. Dia bisa merasakan ketulusan Anda, Pak Chandra. Bagaimanapun, Anda adalah cinta pertamanya." Chandra mengangguk lagi. Kemudian menutup pintu kamar sehingga akses pengamatan Widya menjadi terbatas. Pria itu melangkah perlahan, bahkan melepas sepatunya agar tidak mengganggu ketenangan Shila. Ia berhenti di depan wajah Shila, berjarak kurang dari satu meter. Chandra melipat kakinya, duduk di dekat wajah Shila. Pria itu tidak melakukan apa-apa selain menyunggingkan senyum. Napasnya bahkan diatur perlahan agar tidak mengganggu sang istri sama sekali. Cantik. Selalu. Chandra nyaris lepas kendali menyentuh wajah yang membuatnya terpesona pertama kali. Tatapan tajam Shila, yang saat terpuruk berubah sendu-dengan mudah mengambil alih semua perhatian Chandra hingga pria itu memusatkan fokus hanya padanya. Sampai Shila sembuh, hingga mereka menikah. Namun, sekarang usaha Chandra kemarin serasa sia-sia, karena ia malah membuka luka lama Shila mengenai orangtuanya. Shila baik sebenarnya, hanya kadang, saat kenangan masa lalunya kembali muncul, perempuan itu akan mengamuk seperti orang gila, dan tidak berpikir matang untuk menyakiti siapa pun di sekitar. Itu membuatnya ditakuti oleh semua karyawan, sehingga Shila lebih sering di rumah, dan urusan perusahaannya berada di bawah kendali lima orang tadi. Alasan Chandra bertahan di sisi perempuan labil ini karena Shila hanya punya dirinya sekarang. Perempuan ini, jika jatuh ke tangan salah satu dari lima orang tadi, belum tentu seperti bersama Chandra. Mereka mungkin akan memperlakukan Shila seperti orang tuanya yang gila kerja dan hobi selingkuh. Itu sama saja membunuh Shila secara perlahan. Maka, Chandra bersedia berdiri di sisi Shila. Hingga sekarang. Dari celah mata Shila, keluar setetes cairan bening. Dahinya pun berkerut dalam. Tampak kesakitan. Chandra mengusap-usap kening Shila hingga kerutan tadi memudar lalu hilang. Sebagai gantinya, kelopak mata itu terangkat. Sepasang bola mata hitam pekat tertuju pas pada Chandra. Sebelum perempuan itu bertindak, Chandra lebih dahulu menahan kepalanya agar tidak bergerak. Pria itu memajukan tubuhnya dan mencium bibir merah perempuan itu dengan gerakan lembut. Chandra merasakan ada kuku-kuku yang menusuk kulit kepalanya, tetapi ia tidak menanggapi. Tetap menggerakkan bibirnya sampai cengkeraman perempuan itu melemah. "Maaf ...." Chandra melepaskan dirinya hanya untuk mengatakan kata itu. Kemudian mengecup lagi. "Maaf ... maaf." Chandra menambah kata-kata permohonannya agar hati perempuan itu sedikit terketuk. "Maaf." Shila menjatuhkan kedua tangannya di samping kepala Chandra. Perempuan itu menunjukkan sisi rapuhnya, setelah kemarin-kemarin selalu menunjukkan ancaman dan amarah. Shila bahkan pasrah saat air matanya terus bergerak turun ke kening. "Aku nggak bakalan ninggalin kamu lagi." Chandra melepas bibirnya, tetap menjaga jarak kurang dari 20 senti. Kesalahannya ini bermula dari kemarahan sesaat. Chandra bersumpah, demi apa pun-saat kesal pada Shila, ia akan menenangkan dirinya sendiri. Bukan mencari pelarian. Omong-omong masalah pelarian, Chandra malah terpikirkan lagi mengenai Mishall. Bagaimana dengan siswinya itu? Pria itu tanpa sadar melamun, dan baru sadar saat wajahnya dibingkai oleh telapak halus milik Shila. "Kamu mikirin apa?" tanya Shila, yang kembali lagi dengan sorot tajamnya. Chandra buru-buru menormalkan perasaan. Fokus pada Shila seorang. Ia mencium kening istrinya, dan mengusap bekas tangis perempuan itu. "Kenapa tidur begini? Emang nggak sakit?" Chandra berbisik rendah, membantu Shila memperbaiki posisi kepalanya. "Aku nggak tau ...." Suara Shila gemetar saat menjelaskan. Sorot pandangan perempuan itu meredup oleh cairan bening, lalu jatuh air mata detik berikutnya. "Aku nggak tau gimana hilangin sakitnya, Chandra. Ini ... ini beneran sakit banget. Lebih dari perlakuan Papa dulu. Lebih dari sikap Mama dulu. Aku nggak tau gimana sakitnya bisa berkurang ... bahkan walaupun aku siksa diri sendiri. Aku butuh pelampiasan, tapi nggak tau apa. Yang aku pikirin cuman ... aku mau kamu juga ngerasain sakitnya. Aku mau ... kamu juga menderita kayak aku. Aku mau ... kamu nggak bahagia selain sama aku." Penjelasan Shila yang terdengar kacau itu membuat Chandra memeluknya. Seperti dulu. "Dan aku sekarang juga sakit ... kamu abaikan begini." Chandra berbisik rendah di samping telinga Shila. "Aku minta maaf. Maaf. Maaf." "Tapi ... kamu tidur sama perempuan lain." Shila menekan suaranya. Sangat kuat. Sama eratnya dengan pelukannya di leher Chandra. "Itu editan." Chandra meneguk ludahnya terlebih dahulu sebelum mengungkap kebohongan tersebut. "Percaya sama aku, Shila. Itu editan. Ada pembenci aku yang mau kita pisah." Pelukan Shila melemah. "Seriusan? Kamu ada bukti?" Shila berujar lirih. "Mau aku buktikan?" Chandra dengan hati-hati melepas kaitan tangan Shila. Ia membawa laptopnya yang mendekam di laci kerja selama beberapa hari kemarin. Mengikuti tutorial di YouTube, ia mencoba meyakinkan sang istri. Hingga bermenit-menit lamanya. Sebuah video liburan berdurasi 20 detik berhasil ia edit sehingga wajah Shila mengisi perempuan dalam video tersebut. "I-ini belum halus. Soalnya aku belum ahli edit video. Pelakunya pasti bayar orang mahal buat bikin editannya jadi sehalus itu." Chandra sedikit gugup meyakinkan sang istri yang tampak fokus pada layar laptop. "Nanti aku minta temen aku buat tunjukin video editannya." Shila memindahkan objek penglihatannya pada Chandra. Tampak dingin tak terbaca, membuat suaminya meneguk ludah. "Kamu kenal perempuan di video kamu itu?" tanya Shila dengan nada sinis. "Ng-nggak. Sama sekali enggak." Chandra meneguk saliva lagi. "Okey." Chandra menyunggingkan senyum leganya. Shila tampak percaya, meski dahinya masih terdapat gurat-gurat kecurigaan. "Aku bakalan awasi kamu." Lanjutan dari Shila membuat Chandra terhimpit. Mishall masih membutuhkan dirinya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN