Bab 15

2053 Kata
Usahamu gimana nduk? Ada kendala?. Jika ada kesulitan, kita bicarakan nanti usai menikmati sajian istimewa ini". Kata pak Tjandra, sambil melahap kulup daun singkong muda, yang dioleskan ke sambal bajak. "Berkat bimbingan Papa, semua berjalan lancar. Omset Kopi bubuknya juga bertambah terus. Kadang penyediaan bahan baku yang menjadi kendala. Secara umum, perkembangannya cukup signifikan." Kata Ummi. "Sistim pemberian gaji pada pekerja, cukup lumayan besar. Bonus juga kami berikan. Jadi mereka semua sangat semangat dalam bekerja." Kata Mama Endah. "Begitu juga dengan petani, kami membeli dari mereka dengann harga diatas pasaran, Armada untuk mengangkut kami yang menyiapkan. Jadi para petani tidak repot mengeluarkan biaya transportasi." Tambahnya. ……….. Gemericik hujan sedari sore tak henti-hentinya. Mamun demikian dinginnya masih dapat diajak kompromi. Secangkir kopi hangat sudah dapat mengusir kehadirannya, tanpa harus meny elimutu tubuh rapat-rapat. "Miiiii." Bisik Jojo. "Sssssssssssst, nanti saja. Kita temenin Papa, Mama." Ummi tau apa yang dimaksud suami tersayangnya. "Sebentaaaaar aza." Rayunya. "Mana bisa sebentar tho Pi? nanggung." Dikecupnya bibir suaminya, lalu ia bangun dan menariknya keluar. Jojo menarik Ummi hingga jatuh dalam pelukannya. Dijewer pipi kiri dan kanannya, lalu dikecup kening suaminya. "Ntar malam, Mimi siap. Bila perlu semalam." Kata Ummi, lalu duduk disamping suaminya yang masih berbaring. "Tayank, tuh liat, Papa, Mama. Mereka semua lagi nyantai didepan. Masak tamunya kita tinggal di kamar sich? ntar kalau kita ke rumahnya, terus kita ditinggal seperti kita membiarkan mereka seperti ini mau?" Rayu Ummi. "Okeeey dweh, Pipi nyerah, tapi Janji nanti." "eaaaa, tayank, mau berapa kali?" Jojo dan Ummi keluar dan bergabung dengan mereka. Suasana menjadi semakin hangat, mengalahkan dinginnya sore yang diguyur hujan. "Wah, basok pagi sebelum matahari terbit, sangat sip kalau mancing di sungai. Pak Tarjo pinjem palesannya ea Den?" Katanya. "Ambil aza di gudang pak, gak usah izin. Kan ada beberapa yang bisa digunakan." Jawab Jojo. "Dibagian mana Den yang biasanya tempat ngumpulnya ikan?" "Di sebelah barat, sebelum pohon trembesi, disitu ada sedikit tikungan. Nah, disana biasanya banyak ikan yang bisa dipancing." Jawabnya. "Semoga ikannya laper dan mau makan umpannya pak Tarjo pasang." Harap pak Tarjo. "Tanya Neng Ummi ada payung gak?" Kata Mama Silvie kepada pak Tarjo. "Ada Ma." Jawab Ummi. "Kasih pak Tarjo, biar dia beli jamu, ato obat napsu makan." Kata Mama Silvie. "Memang siapa yang gak napsu makan tho Ma?". Tanya Ummi "Biar dibawa pak Tarjo mancing " Tambah Mama Silvie. "Kok gitu, Ma?". Tanya Ummi makin penasaran. "Ikannya biar selera makan. Makanya ditaburi dulu dengan jamu napsu makan. Jadi pak Tarjo tinggal mancing dan dapat ikan banyak." Mendengar apa yang Mama Silvie katakan. Mereka ketawa terbahak-bahak. "Hahahahhahahaha, Saya sudah terlanjur mendengar dengan serius..... eeeeeeee... ternyata!!" Kata Jojo. Merasa dikerjain oleh Mama Silvie, pak Tarjo, mengambil piring di meja yang berisi Bentul goreng, lalu diberikan kepada Mama Silvie. "Terimakasih untuk ide cemerlangnya ya Ma. hehehehehe." Matahari telah tenggelam, walau tak ada yang memparhatikan. Malam mulai mengibarkan bendera tanda dia tlah hadir. Kehangatan kebersamaan keluarga disini memang tak pernah habis. ______ Sementara itu, Sugeng, Atun dan anaknya Mirna serta Sari, sibuk menyiapkan sesuatu untuk dikirimkan ke rumah Mama Endah, setelah mendengar bahwa pak Tjandra dan Mama Silvie datang. "ndok, coba ambil degan yang sudah dibelah oleh bapakmu." Pinta Atun pada Mirna anak pertamanya. "Ambil gula cair di warung sama toplesnya saja biar gak bolak-balik, kalau bisa sekalian ambil es batu." Pintanya. Pas sekali. Saat Pak Tjandra sekeluarga selesai menikmati hidangan pesta kecil. Es bledeg yaitu es yang berbahan dasar kelapa muda, blewah dan cimcao. kiriman keluarga Atun datang. Menantu dan anak, serta cucu pak Darjan memeng sangat menghormati, keluarga Mama Endah. Bukan saja karena kini sebagai boss, melainkan kepedulian serta keramahannya, kesederhanaan yang membuat keluaga Sugeng, bahkan itu berlaku buat semua orang menghormatinya. Serta menjadi panutan. "Wah, makin lengkap nikmatnya, habis menyantap ayam bakar, kulup daun singkong dan daun kenikir muda. Sekarang lanjut dengan minuman segar Es Blegeg ...Makin MANTAB sempurnanya." Kata pak Tjandra. "Makasih buat Es Bledegnya." Kata pak Tarjo. "Kalau tiap hari menunya seperti ini, pak Tarjo bisa pakai sarung, karena pakaian punya pak Tarjo gak ada yang muat...hahahahahaha." Kelakarnya. "Gampang, ntar hari raya kurban tinggal motong aza pak." Celetuk Mama Endah. "Den, kok bisa punya ide bikin layangan seperti ini?, pasti gara-gara ke Bali tempo hari ea?" Tanya pak Tarjo sambil memandang ke arah layang-layang bentuk perahu layar yang sedang mengangkasa itu. "Ide Istriku yang cantik ini." Kata Jojo sambil memandang dan merangkul Ummi yang berada disampingnya. Ummi tersenyum, mendengar pujian suaminya. Senyum manis yang membuat siapapun yang memandang, akan merasakan kedamaian. ……………….. "Coba pikirkan mulai sekarang, tempat berteduh untuk para supir yang menunggu. Sebentar lagi mulai musim hujan. Gak mungkin juga cuma berteduh di warung. Apa lagi kalau pas datangnya bareng, terus hujannya gak kunjung redah." Kata pak Tjandra, saat mengunjungi lokasi pabrik. "Sepertinya, di samping warung ini. Memanjang kesana, sekaligus kasih beberapa amben biar bisa berbaring, kalau mereka mau istirahat." Lanjutnya. Pak Tjandra, Mama Silvie, Mama Endah, Ummi, Jojo, pak Tarjo dan Sugeng. Berkeliling sekitar lokasi pabrik dan membahas langkah-langkah kedepan. Saat sampai di depan bangunan rumah yang ditempati oleh Sugeng sekeluarga. pak Tjandra memperhatikan ada mobil baru. "Nah, seperti itu, kasihan kan?, sekaligus nanti buatkan garasi disana." Sambil menunjuk kearah samping rumah. Selang beberama menit, datang tukang yang sejak awal dipercaya untuk mengerjakan bangunan pabrik, rumah maupun warung. "Pa, ini pak pemborong dan mengerjakan semua ini." Kata Mama Endah. "Kita ngomong-ngomong di rumah aja pak." Pinta Sugeng. Mereka semua langsung menuju rumah Sugeng. "Mari, silahkan masuk. Maaaak, ada tamu." Atun istri Sugengpun segera menyambut para tamu. "Lumayan besar ea. Rapi, saya suka dengan pekerjaan ini." Pujian pak Tjandra. "Trimakasih pak. Mama Endah yang memberi kepercayaan ini kepada saya. Jadi saya harus berusaha sebisa mungkin untuk menjaga kepercayaan itu." Kata Herry sang pemborong. "Tolong, buatkan garasi disamping rumah. Kasihan itu mobilnya mas Sugeng. Jarang dipakai, tapi kehujanan, kepanasan begitu." Kata pak Tjandra. Mendengar apa yang dikatakan pak Tjandra. Sugeng semakin merasa bahwa dirinya tersanjung dengan perhatian yang diberikan kepadanya. "Buat tempat santai, untuk para supir yang menunggu giliran bongkar muatan, maupun nunggu order, dan satu lagi. di sebelah timur pabrik itu ratakan. buat tambahan tempat parkir. Supaya gak sampai berjubel di depan pabrik. pastikan di depan jalan masuk ada sebuah pos jaga. Sudah saatnya pabrik ini ada yang jaga, walau sudah dilengkapi cctv disetiap sudut." Kata pak Tjandra. "O. iya, soal biaya dan yang lain-lain itu tanya sama Mama Endah." Tambahnya. "Kira-kira mana yang perlu didahulukan pak?" "Ya yang pasti itu garasinya, tuh kasihan mobilnya mas Sugeng. Masak mobil baru sudah harus merasakan kejemur. kehujanan, kedinginan. Kasihan kan? Buat garasi permanen, biar sesuai dengan bangunan rumah. Inget ! Jangan asal jadi." "Masalah itu, jangan kuatir pak. Mama Endah selalu berpesan begitu. Jadi sudah pasti saya usahakan yang terbaik, dengan bahan berkualitas, serta ditangani oleh tukang yang berpengalaman." Jawab Herry sang pemborong. "O, iya... gimana dengan bangunan warung? apa selama ini masih bisa menampung pembeli dan orang-orang yang sekedar nongkrong?" Tanya pak Tjandra kepada Atun istri Sugeng. "Masih cukup luas kok pak, biasanya yang cuma sekedar ngopi atau minum, mereka duduk santai di bawah pepohonan. Soalnya kan disana juga disediakan meja dan banyak kursi." Jawabnya. "Nah ini yang harus kita antisipasi. Kalau musim hujan. Kasihan mereka harus menunggu, terus kehujanan. Masih harus mengantar pesanan. Intinya, buat nyaman semua yang ada hubungannya dengan pekerjaan." Tambah pak Tjandra. "O...iya...Mumpung bapak inget. Buat kamar mandi. Masak para supir harus lari ke sungai siiiich. Itu tidaaaak manusiawiiiii." Kata pak Tjandra sambil bercanda. "Berarti kita harus tambah satu sumur bor dan tandon air lagi pak." Kata Herry. "Seratus. Betul sekali. Buat Toilet berjajar, beberapa kamar mandi. biar gak antri. Kira-kira untuk, kamar mandi + sumur bor dan garasi mobil berani kasih waktu berapa hari?" "Saya usahakan secepat mungkin pak." "Lha iya, cepat itu berapa hari?" "Saya usahakan 14 hari pak." "Yakin?" "Saya usahakan pak." "Berani jamin kualitasnya dengan waktu segitu?" Herry mengangguk penuh optimis. ______ "Sekarang gak perlu ke sungai lagi, mandi dulu aaaah." Kata supir yang biasa nganter gabah. "ntar masuk angin lho. lha wong bisanya mandi cuma dibulan pernama. Eeeeeee kok ya, mengubah kebiasaan." Ledek supir yang lain. "ea mumpung gratis thoooo, biar ganteng dan bisa dapet jodoh." "walaaaaah. terus cucumu piye?" "Cucu kan wis ono sing ngemong. lha yo bapak sama ibunya tho." "Yo wis, adus sana, ben ganteng ra lebus..terus tidur sana... kan sudah disiapin tempat buat tidur...hahahahaha." Pak Tjandra memang ahli dalam membuat orang krasan dan pinter membuat orang lain bahagia. sedangkan Mama Endah memberi upah lebih. Sabar, perhatian dan akrap pada semua orang. _____ Sementara itu di rumah pak Darjan. Kesehatannya semakin menurun. Dia menolak untuk dibawa ke rumah sakit. Pikirannya terus dihantui rasa bersalah. Mimpi buruk, ketakutan, gelisah terus datang setiap kali memejamkan mata. Kebaikan, ketulusan, perhatian yang diberikan kepadanya oleh Suryo adiknya dan Tias iparnya dianggapnya merupakan penghinaan baginya. Dan itu membuat dia nekat melakukan kesalahan besar yang berujung kematian. Kebaikan, ketulusan, perhatian serta pertolongan Ummi keponakannya kepada Atun, memberi sebuah rumah, mobil dan menyekolahkan cucunya, serta memberikan biaya saat kelahiran cucunya yang tidak sedikit. Membukakan mata Darjan akan kesalahannya. Kejahatan dan pembunuhan terhadap adik kandungnya sendiri yang sesungguhnya membantu kehidupannya selama ini. Sawah, ladang, kebun yang menghidupinya selama ini adalah milik Suryo adiknya, dia tak pernah menanyakan berapapun hasilnya. Bahkan Darjan sering menggadaikan tanah milik Suryo adik satu-satunya. Ketika tak dapat menebusnya, Suryo yang menebus tanpa pernah menyalahkan kakaknya, bahkan tidak pernah membenci sedikitpun terhadap tingkah lakunya. Kini rasa bersalah itu hadir setiap saat, hingga menyiksa batinnya. Membuat dirinya dihantui oleh lakunya dimasa lalu. Hp milik Sugeng berdering, saat dia sedang berada di desa tak jauh dari tempat tinggal mertuanya. Sugengpun bergegas pulang, karena mertuanya dalam kondisi kritis. dibawanya Darjan ke rumah sakit. Pak Darjan harus menginap disana, karena kondisinya sudah sangat lemah, berkali-kali dia tak sadarkan diri. "Mak, bapak kondisinya sangat kritis, mending warungnya ditutup, cepet ke Rumah Sakit. Minta tolong sama Ummi untuk mengantar kesini. "Sakit apa tho pak?" "Sudah gak usah banyak tanya ". Atun bergegas menutup warungnya. Banyak para supir yang bertanya, tapi Atun hanya menjawab singkat. Ketika Ummi melihat, bahwa Atun sepertinya gugup dan terhesa-gesa, Ummi menghampiri Atun. "Dik. Tolong anter aku ke rumah sakit. Kondisi bapak gawat kata mas Sugeng. Barusan dia telpon aku." "Ya sudah, gak usah panik. Kita akan berangkat kesana. Sebentar aku ambil mobil dulu." Ummipun bergegas mengambil mobilnya. "Yank...bapaknya mbak Atun sekarang di rumah sakit, gawat katanya. Yuk kita kesana sekarang. telpon Papa biar dia langsung menuju ke Rumah Sakit." Kata Ummi dalam telpon, saat bicara dengan suaminya. "Hallo, Ma... Ummi sama mas Jo, ke rumah sakit nganter mbak Atun. Katanya Pakde kritis. Mas Sugeng yang membawa kesana. Nati seandainya ada apa-apa, Ummi kabari." "Ya sudah, nanti kabari Mama ya. Hati-hati di jalan, gak perlu keburu-buru." "Makasih Ma. Ummi berangkat dulu." Sesampainya di rumah sakit, ternyata Papa Tjandra, Mama Silvie serta pak Tarjo sudah berada disana. "Neng. Pak Darjan sudah berada di paviliun. Papa yang minta agar pak Darjan dirawat disana." Kata pak Tarjo, saat dia melihat mereka keluar dari mobil dan dihampirinya. Ketika mereka sampai di ruang tinggu, berbincang tentang keadaan pak Darjan yang kritis. Tiba-tiba perawat memanggil dan menyuruh salah satu dari keluarga pak Darjan untuk masuk. "Apa Ummi sudah dikasih tau. tolong panggilkan dia. Bapak mau ngomong sama dia." Katanya lirih. Sugeng bergegas keluar memanggil Ummi. Mereka berempat masuk ke ruangan. Dan Ummi menghampiri pak Darjan. "Nduk. Maafkan pakdemu ea." Katanya lirih dan nafasnya tersengal-sengal "Gak usah ngomong begitu pakde. Yang penting pakde harus cepet sembuh." Bisik Ummi. Sambil mengusap-usap rambut pak Darjan. Sementara itu, Mama Endah sudah datang dan langsung menghampiri pak Darjan. "Pakde gak akan tenang kalau kamu gak memaafkan pakde." "Iya pakde. Pakde gak bersalah kok." "Gak, nak. Berjanjilah, kalau kamu memaafkan pakde. Biar pakde tenang di alam sana. Pakde sudah gak kuat lagi." "Jangan begitu. Pakde harus sembuh. Pakde harus kuat." Kata Ummi lembut. "Sudalah, Gak usah menghibur pakde. Ajal pakde sudah tiba. Ketahuilah, Bahwa bapak ibumu meninggal itu akibat kesalahan pakde. Tolong katakan. kamu memaafkan pakde." Kata pak Darjan terputus-putus. Ummi mengangguk dan berkata: "Tuhan itu maha pemaaf, dan Ummi telah tulus memaafkan pakde. Jadi pakde harus sembuh." Kata Ummi lirih, sambil dipegangnya tangan pak Darjan. "Anakku Atun dan Sugeng. Mengabdilah dengan jujur, agar hidupmu tenang." katanya . dipandangnya bergantian, Mama Silvie, pak Tjandra, Mama Endah dan Jojo. "Aku lelah, mau tidur." Katanya dan pak Darjan menutup matanya, dan Denyut nadinya berhenti. Melihat suaminya sudah berhenti bernafas. Bu Karmi menangis meronta-ronta. ……………………Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN