Dengusan kasar muncul dari hidung Starlee, jadi orang-orang rumah ini ditambah dengan Olivia telah makan terlebih dahulu tanpa memanggilnya. Mereka benar-benar cocok untuk menjadi sebuah keluarga. Starlee tak akan menemukan keluarga yang lebih sempurna dari ini.
Brengsek!
Ia menahan lapar yang menyiksa, sedang di meja makan semua orang sedang menyantap makanan tanpa memikirkannya sedikitpun. Hah, enak saja. Ia tidak akan tinggal diam saja.
Starlee melangkah menuju meja makan.
"Starlee?" Olivia menatap Starlee penuh tanda tanya. "Kenapa kau ada di sini? Bukannya kau tidak ingin makan?" tanya Olivia.
Tidak ingin makan? Kapan ia mengatakannya? Keiinginan makannya bahkan kini bertambah 10 kali lipat ketika melihat hidangan lezat di atas meja. Ia sudah tidak sabar untuk menyantap makanan-makanan itu.
"Aku berubah pikiran." Starlee mendekat ke meja makan, duduk di salah satu kursi yang kosong lalu mulai makan tanpa peduli pada tatapan orang sekitarnya yang tampak terganggu.
Tadinya Angel diminta oleh Asher untuk memanggil Starlee, tapi Olivia menawarkan dirinya. Namun, wanita itu tidak pernah memanggil Starlee, ia hanya pergi sebentar lalu kembali dengan mengatakan bahwa Starlee akan melewatkan makan malamnya. Tak ada yang merasa keberatan, mereka malah merasa senang karena tidak akan makan bersama babi.
Rasa mual mendera, Stancy, Angel dan Valen ketika melihat cara Starlee makan. Wanita itu seperti tidak makan selama berbulan-bulan Sedang Olivia dan Asher hanya melirik Starlee sekilas.
Suasana yang tadinya nyaman kini berubah menjadi tidak menyenangkan. Makanan yang tadinya terasa lezat kini terasa tak nikmat karena keberadaan Starlee, tapi tidak untuk Starlee. Ia yang tadi ingin makan sedikit, kini hanya menjadi sebuah wacana. Realitanya ia telah menghabiskan semua makanan di atas meja.
Suara sendawa keluar dari mulut Starlee. Ia merasa begitu kenyang. Sungguh nikmat sekali makanan yang sudah masuk ke dalam perutnya.
"Dasar tong sampah!" Valencia menatap Starlee menghina.
Starlee tersadar. Meja makan sudah kosong. Tidak mungkin. Tidak mungkin dirinya lagi. Starlee ingin menangis sekarang. Bagaimana caranya ia bisa mengendalikan nafsu makannya yang luar biasa ini?
"Kau sangat menikmati makan malam ini, Starlee. Kau menghabiskan semuanya tanpa sisa." Stancy memberikan tatapan sinis. Tiap ucapannya mengandung kebencian yang dalam.
Starlee tersenyum pada ibu mertuanya kemudian berkata, "Ibu sangat mengenalku. Terima kasih, Ibu." Ia memberikan jawaban yang membuat Stancy jengkel setengah mati.
Apakah Starlee sudah kehilangan akal? Tidak sadarkah bahwa baru saja aku menyindirnya! batin Stancy.
"Ah, Olivia, aku ingin mengatakan sesuatu padamu." Starlee beralih pada Olivia. "Kau tampak sangat dekat dengan keluarga suamiku. Entah kenapa aku merasa kau cocok berada di keluarga ini. Atau mungkin kau sedang berpikir untuk masuk ke keluarga ini? Menggeser tempatku, mungkin?"
Olivia tersedak salivanya sendiri. Lagi-lagi ia merasa seperti Starlee telah mengetahui segalanya. Tidak hanya Olivia yang tersedak, Asher dan juga dua adik iparnya juga seperti itu. Mereka terkejut atas kalimat yang keluar dari mulut Starlee.
Starlee tertawa. "Aku hanya bercanda, kenapa kalian terlihat serius sekali?"
Bercanda? Sungguh lelucon yang buruk, Starlee.
Semua yang ada di meja makan berpikiran seperti itu. Selera humor Starlee benar-benar buruk. Mereka hampir saja terkena serangan jantung. Jika Starlee mengetahui tentang hubungan Olivia dan Asher pada saat ini, maka mereka akan kehilangan segalanya. Starlee pasti akan mendepak mereka dari rumah, serta perusahaan? Starlee mungkin akan mengambil alih kepemimpinan. Memang benar Asher yang membesarkan perusahaan itu, tapi selama ini perusahaan itu dimiliki oleh Starlee.
Starlee bangkit dari tempat duduknya. "Valencia, rapikan meja makan ini. Jangan jadi wanita pemalas." Setelah itu ia meninggalkan meja makan dengan santai.
"Apa yang salah dengan sampah itu!" Valencia menggerutu kesal.
Starlee bisa mendengar gerutuan Valencia. Ia tersenyum kecil dan terus melangkah. Tak akan ada lagi Starlee yang membereskan meja makan. Dua adik iparnya harus diajari mengurus rumah, dengan begitu mereka bisa menjadi istri yang baik kelak. Bukankah ia seorang kakak ipar yang baik? Starlee memuji dirinya sendiri.
"Bereskan saja, Valen. Starlee mungkin sedang kerasukan setan," seru Asher.
Olivia menatap Asher tak suka. "Asher, jangan terlalu kasar seperti itu. Aku sahabatnya, meski aku menyukaimu, tapi aku tidak suka kau bicara seperti itu pada Starlee." Olivia jelas bersandiwara. Jika ingin dinilai siapa yang paling jahat di meja makan itu maka dirinyalah orangnya. Olivia menginginkan kehidupan sahabatnya sendiri.
"Maafkan aku, Oliv. Aku hanya tidak tahan dengan sampah itu." Asher menggenggam jemari Olivia. Dibandingkan dengan Starlee, Oliv memang jauh lebih cantik dan sexy. Oliv juga cerdas, di sekolahnya Oliv selalu mendapatkan juara, ya meskipun juara umum selalu didapat oleh Starlee.
Valencia jengkel setengah mati. Ia baru saja mengecat kukunya, jika ia merapikan meja makan dan mencuci tumpukan piring maka cat kukunya akan rusak.
Sampah sialan! Valencia memaki dalam hatinya.
Di dalam kamar Starlee sedang meratapi dirinya. Ia melihat perutnya yang berlemak. Lagi-lagi ia merasa frustasi. Ingin sekali rasanya ia menjedotkan kepalanya di dinding dan lupa bahwa tadi ia sudah memakan banyak sekali makanan.
Starlee memang suka makan, tapi ia tidak segila tadi. Ia akan kekenyangan bahkan muntah jika makan terlalu banyak. Astaga, Starlee tidak bisa berpikir bagaimana bisa ia menelan semua makanan itu.
Starlee menutup wajahnya. "Starlee, kau harus berusaha dengan kuat, Sayang. Kau bintang, jangan lupakan itu." Starlee kembali menyemangati dirinya sendiri. Meski pada kenyataannya ia merasa putus asa.
"Arshaka!" Starlee tiba-tiba mengucapkan nama tunangannya. Ia lupa sudah seminggu tidak melihat Arshaka. Ia rindu tatapan dingin prianya. Ah, hanya dengan memikirkan Arshaka saja suasana hati Starlee menjadi baik.
Ya, ya, jika masalah cinta, ia sama saja dengan pemilik tubuh sebelumnya, terlalu buta. Ia sadar sepenuhnya bahwa ia ditolak oleh Arshaka, tapi ia masih bertahan dan memasang muka tembok. Hanya ia sendiri yang menganggap pertunangan itu, sementara Arshaka, pria itu bahkan tidak akan mengingat dirinya.
Pertunangannya dan Arshaka pun hanya diketahui oleh segelintir orang, keluarga dan kerabat dekat Arshaka saja. Tunangannya itu mengatakan bahwa ia tidak ingin menjadi bahan gosip orang lain dengan berita pertunangan, terlebih lagi tunangannya adalah dirinya. Menurut Arshaka dirinya hanya wanita yang menjual badan untuk mendapatkan uang. Ya, begitulah penilaian Arshaka tentangnya.
Starlee tiba-tiba merindukan kehidupan lamanya. Ia rindu kediamannya, rindu rutinitas bekerja, serta merindukan Amber sahabatnya. Starlee melihat televisi menyiarkan kematiannya, Amber adalah orang yang paling banyak mengeluarkan air mata karena kepergiannya. Starlee tahu bahwa Amber adalah satu-satunya orang yang mencintai dirinya dengan tulus.
Starlee berdiri, kakinya hendak melangkah tapi tertahan. "Apa yang mau kau lakukan, Starlee? Mana mungkin Amber akan percaya bahwa wanita ini adalah kau." Starlee menghela napas. Ia kembali mendaratkan bokongnya ke sofa. Detik kemudian ia kembali berdiri. "Amber pasti akan percaya jika aku menyebutkan apa saja yang sudah kami lakukan berdua. Ya, tentu saja dia tidak akan menganggapku orang gila."
Tapi Starlee kembali duduk. Sepertinya malam ini bukan saat yang tepat. Ia harus menunggu besok untuk bisa menemui Amber di kediaman wanita itu. Malam ini Amber pasti sedang sibuk, mengingat jadwal wanita itu juga padat. Amber sama seperti dirinya, seorang supermodel yang memiliki jadwal padat.
Pintu kamar Starlee terbuka. Sosok Angelica dan Valencia terlihat memasuki kamar itu. Keduanya memasang wajah tidak suka terhadap Starlee. Baiklah, gangguan ketenangan untuk Starlee akan dimulai kembali.
"Apa yang salah denganmu, Sialan!" Valencia memaki Starlee. Ia melakukan hal yang sering ia lakukan pada pemilik tubuh sebelumnya.
Starlee menaikan pandangannya, menatap Valencia acuh tak acuh. "Kau datang ke sini hanya untuk marah-marah?"
"Jangan bertingkah, Starlee! Atau kau akan menderita!" Angelica ikut bicara. Ia benci melihat keberanian Starlee saat ini.
"Dua adik iparku benar-benar sopan. Kalian memperlakukanku dengan sangat baik." Starlee mengalihkan pandangannya ke televisi yang menyala.
"Kau pikir kau siapa berani memerintahku!" geram Valencia.
Starlee masih pada posisinya, ia kembali melihat ke Valencia kemudian tersenyum. "Aku rasa kalian yang lupa kalian siapa di rumah ini."
Wajah Valencia dan Angelica tiba-tiba kaku. "Ah, jadi kau ingin mengatakan bahwa kau pemilik rumah ini jadi kamilah yang harus bekerja," seru Angelica.
"Pintar." Starlee menjentikan jarinya.
"Jalang sialan ini!" Valencia hendak menjambak rambut Starlee, tapi tanganya tertahan di udara. Ia berbalik meringis karena Starlee yang memutar tangannya.
"Coba saja sentuh aku. Aku tidak menjamin tanganmu akan baik-baik saja." Starlee meremas tangan Valencia kuat.
"Apa yang kau lakukan pada adikku, Sialan! Lepaskan dia!" Angelica juga hendak menjambak rambut sepunggung Starlee.
Starlee mahir beladiri sebelum ini, dan meski ia sudah berganti tubuh ia tetap memilikinya. Tangannya yang lain menangkap tangan Angelica. Membuat adik iparnya itu ikut merasakan apa yang Valencia rasakan.
"Lepaskan tanganku, Jalang!" raung Angelica murka.
Starlee memasang wajah tenang. "Pergi dari sini, dan jangan mengganggu ketenanganku atau aku akan mematahkan tubuh kalian!" peringatnya tegas kemudian melepaskan tangan Angelica dan Valencia.
Bukannya takut, dua adik iparnya semakin berang. "Kau sudah mulai berani sekarang, huh! Kau pikir kami akan takut padamu!" desis Angelica.
"Sampah sepertimu tidak pantas menjadi kakak ipar kami!" tambah Valencia.
"Lalu mintalah kakak kalian untuk menceraikanku. Setelah itu pergi dari rumah ini dan jabatannya sebagai CEO akan kembali dipertimbangkan. Mudah sekali, kan?"
Wajah Valencia dan Angelica menjadi merah padam. Mereka merasa lemas. Wanita di depannya sungguh berbeda dengan sampah yang selama ini mereka tindas. Entah dapat keberanian dari mana hingga wanita gendut itu berani berbicara seperti tadi. Yang mereka tahu, Starlee tidak ingin berpisah dengan kakaknya, itulah kenapa mereka bisa memerintah Starlee sesuka hati.
"Tunggu apa lagi? Cepat bicara pada kakak kalian. Aku menunggu di sini." Starlee menggerakan kepalanya, mengusir Angelica dan Valencia.
"Sampah tidak berguna!" Valencia mengumpati Starlee, kemudian ia pergi bersama dengan kakaknya. Kedatangan mereka ke ruangan itu berniat untuk membalas Starlee, tapi yang terjadi malah mereka merasa semakin marah.
"Ibu!" Valencia masuk ke kamar ibunya. Saat ini Stancy baru saja mengenakan masker wajah, wanita tua itu menolak untuk menjadi tua. Ia ingin terlihat segar dan muda.
"Ada apa?" Stancy bersuara pelan. Ia tidak ingin maskernya rusak.
"Sampah tidak berguna itu sudah berani menentang kami. Dia bahkan menantang kami untuk bicara pada Asher untuk menceraikannya. Dan dia mengatakan setelahnya kita harus keluar dari kediaman ini!" jelas Valencia berapi-api.
"Apa!" Stancy bersuara marah. Masker di wajahnya ia raup begitu saja dan kemudian ia remas kuat.
"Jalang itu sudah terlalu berani, Bu. Dia mencoba menyadarkan posisi kita di sini." Angelica memprovokasi ibunya.
Stancy tidak bisa menahan kemarahannya. Ia segera pergi ke kamar Starlee.
"Apa yang kau katakan pada adik-adikmu!" bentak Stancy.
Starlee sudah tahu bahwa Stancy pasti akan mendatanginya. Ia yakin keributan malam ini akan diperpanjang oleh wanita tua yang kini mengenakan gaun tidur berwarna merah tua. Ah, selera Stancy benar-benar bagus. Dia mengenakan gaun tidur ternama. Stancy cukup pandai menghabiskan uang orang lain.
"Apapun yang kau dengar dari Valencia dan Angelica semuanya benar." Starlee menjawab datar.
"Berani-beraninya kau!" Stancy melayangkan tangannya hendak menampar wajah Starlee.
Starlee menangkap tangan Stancy. Matanya terlihat begitu tajam. "Kenapa kalian suka sekali main tangan. Kalian benar-benar bar-bar." Starlee menghempaskan tangan Stancy kuat.
Darah Stancy mendidih, ia ingin sekali membunuh Starlee saat ini juga. "Kau menyebut kami apa tad?!"
"Bar-bar! Mau aku ulangi lagi?" tanya Starlee.
Stancy memegang dadanya. Wajahnya terlihat tidak percaya. Kemudian ia tersenyum tidak enak. "Begitu caramu bicara dengan mertuamu, hah!"
"Kenapa? Apakah aku terlalu sopan, Ibu? Mau aku bersikap kasar seperti kalian?" Starlee bersuara dingin.
"Aku akan memberitahu Asher. Aku tidak terima ucapanmu!"
"Lakukan saja, Ibu. Silahkan. Atau Ibu mau aku yang bicara pada Asher?"
Stancy makin merasa sesak napas. Ia hanya ingin mengancam Starlee, tapi yang terjadi Starlee malah menantangnya.
"Kau! Kau pasti akan menyesal!" Stancy membalik tubuhnya kemudian pergi.
Starlee mendengus perlahan. "Apanya yang aku sesali? Kehilangan Asher? Yang benar saja, Arshaka jauh lebih sempurna berkali lipat dari sekedar Asher."