Acara pertunangan sederhana itu hanya berlangsung sebentar saja karena rumah sakit itu sangat sibuk. John mengajak Anna ke ruangan kerjanya sebentar, dia masih ingin berbicara empat mata dengan gadis tunangannya itu.
Mereka berdua pun naik lift ke lantai 12, lantai teratas gedung rumah sakit besar itu.
"Apa kau gugup, Anna?" tanya John iseng.
Anna melonjak di tempatnya karena sempat melamun sebentar saat mereka berdua terdiam.
"Ehh ... oohh ... tidak gugup, hanya masih merasa bingung. Segalanya berjalan di luar kendaliku," jawabnya jujur.
Mereka berdua pun masuk ke ruang kantor John yang luas karena ruangan itu merangkap ruangan CEO Wyndham International Hospital. John mengambil sebuah kotak berukuran setelapak tangan berlapis beledru warna biru tua.
Dia menghampiri Annastacia sembari berkata, "Anna, aku ingin memberikanmu ini."
"Apa itu, John?" tanya Anna penasaran sambil mengamati kotak di tangan John.
John membuka kotak itu yang ternyata berisi sepasang kalung rantai emas dengan liontin hati.
Tangan John dengan cekatan membuka liontin hati itu dan memperlihatkannya pada Anna isinya. Itu adalah jenis liontin yang bisa diisi dengan foto. Ada foto Anna di satu sisi dan foto John di sisi lain, itu adalah foto mereka memakai sneli putih.
"Ohh ini indah sekali, John," ucap Anna menutup bibirnya yang terperangah.
"Ya, aku ingin kau membawa fotoku agar selalu teringat kepadaku, Anna. Apa boleh kupasangkan ke lehermu?" ujar John menatap wajah Anna dengan teduh.
"Tentu, John. Terima kasih. Aku tak menyangka kau bisa bersikap romantis seperti ini," balas Anna tertawa pelan.
Sementara John menyibakkan rambut ekor kuda Anna lalu memasangkan kalung dengan liontin hati itu ke leher Anna. "Kini giliranmu yang memakaikan kalung itu untukku, Sayang," pinta John menyerahkan kalung dengan liontin hati berisi foto Anna.
Anna segera memakaikan kalung itu ke leher John. Dia merasa hatinya menghangat dengan inisiatif John itu. Sebenarnya dia sama sekali tidak memiliki perasaan spesial pada pria itu, mereka dekat tapi hanya sebatas rekan dan teman baik.
Tangan kiri John meraih pinggang Anna hingga menempel ke tubuhnya lalu menyentuh wajah Anna dengan tangan kanannya. Dia mendekatkan wajahnya pada Anna lalu mengecup bibir gadis itu dengan lembut dan dalam.
Bagi Anna ini adalah ciuman pria keduanya dalam 24 jam terakhir. Dia merasa limbung karena ciuman John, rasanya begitu posesif saat bibir pria itu menyesap bibir bawahnya dan bibir atasnya bergantian dan lama. Tangan John membelai punggung Anna dengan lembut.
Dering telepon di meja kerja John menghentikan ciuman panjang itu. Dia menghampiri meja kerja lalu menjawab panggilan telepon itu.
"Halo. Oke, aku akan segera ke ruang praktikku. Ya, Dokter Anna bersamaku. Ohh ... aku akan menyampaikannya pada Dokter Anna," jawab John lalu menutup telepon itu kembali ke meja.
Dia menatap Anna sambil berjalan mendekati gadis itu. "Jadi pasien emergency membutuhkan bantuanmu segera seperti biasa, Anna. Aku akan mencarimu saat jam istirahat makan siang bila kau bebas, oke?" ujar John menepuk punggung tangan Anna dalam genggamannya.
"Oke. Aku akan turun sekarang, John. Waktu adalah nyawa, kau tahu itu," pamit Anna dengan buru-buru lalu meninggalkan ruang kantor John.
Dia turun ke lantai 1 tempat Emergency Room berada. Perawat jaga ER menyerahkan berkas data status pasien ke tangan Anna.
"Dok, kondisi pasien masih sadar, tetapi perdarahannya cukup hebat di bagian punggung. Dia seorang artis, sebuah lampu sorot panggung menjatuhinya dari atas di bagian punggungnya dan merobek kulitnya cukup dalam," ujar Suster Belina menginformasikan kejadian penyebab kecelakaan yang menimpa pasien emergency itu.
Mata Anna membulat terkejut ketika membaca nama pasien yang harus dia operasi pagi ini, Jason Channing.
"Dimana pasien ini?" tanya Anna dengan panik.
"Di bilik 3, Dok," sahut Suster Belina.
Dengan segera Anna bergegas ke bilik 3 Emergency Room. Dia pun melihat JC berbaring tengkurap membelakanginya dengan punggung berdarah-darah. Kaos putih yang dia pakai sudah sebagian berubah warna merah pekat.
"Jason, kenapa kau mengunjungiku pagi ini di sini?" canda Anna dengan nada satir.
JC tidak dapat membalik tubuhnya, tetapi dia tahu itu suara Annastacia. Tentu saja mereka bertemu karena Anna, dokter bedah di rumah sakit nomor satu di kota itu.
"Ini murni kecelakaan, bukan karena aku rindu padamu lalu menyakiti diriku sendiri, Anna," balas JC bercanda juga.
"Haha ... kau konyol, Jason. Oke, aku akan segera menjahitmu. Bersiaplah Jason karena rasanya tidak enak. Sampai jumpa di ruang operasi," ujar Anna lalu keluar dari bilik 3 ER untuk mempersiapkan diri melakukan operasi pertamanya pagi ini.
Seperti biasa ruang OK selalu dingin, Anna sudah siap dengan pakaian standar operasinya dalam kondisi steril siap memimpin jalannya operasi.
Pasiennya itu telungkup dalam kondisi terbius total, Annastacia membersihkan luka gores di daerah punggung JC yang masih kotor itu dengan cairan NS, dia menggunakan kacamata bedah untuk melihat pecahan kaca dan kotoran yang masih terselip di antara kulit dan otot yang terluka itu. Anna mengambilnya dengan pinset, dia harus teliti agar setelah dijahit tidak menimbulkan infeksi.
Setelah yakin luka di punggung JC bersih barulah Anna menjahit otot yang robek lalu kulit di bagian luarnya juga dengan sangat rapi. Dia berharap setelah luka itu sembuh, tidak akan menimbulkan bekas jaringan parut. Dia paham JC adalah seorang artis terkenal, pasti dalam kesempatan tertentu harus melakukan pengambilan gambar dirinya tanpa baju. Nanti dia akan meresepkan salep anti keloid agar kulit JC di bagian punggung bisa kembali mulus.
"Done. Tolong awasi pasien dan laporkan perkembangannya kepadaku. Oya, katakan pada managernya, untuk sementara waktu, pasien sebaiknya tidak menerima kunjungan dari koleganya atau teman-temannya, seminggu ... catat itu! Tidak boleh banyak bergerak dan sebaiknya tetap dalam kondisi tidur tengkurap sampai bekas jahitan menutup sempurna, jika pasien menghendaki lukanya sembuh tanpa bekas," pesan Annastacia dengan detail. Dia merasa pekerjaannya untuk JC sudah sempurna, terkadang perawatan pasca operasi yang memgacaukan hasil yang sempurna di meja operasi.
"Baik, Dokter Annastacia. Kami akan infokan pada manager Tuan Jason Channing segera," jawab Suster Amanda Thompson. Dia membereskan alat-alat medis yang kotor untuk dibersihkan dan disterilkan nanti.
Annastacia menganggukkan kepalanya lalu keluar dari ruang OK. Dia ingin melihat jadwalnya berikutnya di Emergency Room.
"Suster Belina, apa masih ada pasien yang butuh pembedahan?" tanya Annastacia pada perawat jaga IGD.
"Sementara belum ada, Dok. Kalau ada lagi akan saya hubungi segera," jawab Suster Belina.
Sementara dari arah pintu masuk IGD, Dokter John masuk dan menghampiri Annastacia.
"Sayang, sudah waktunya istirahat makan siang. Ayo kutemani ke kafetaria," ujar John di samping Anna.
Anna menatap ke arah John lalu menjawab, "Baiklah, ayo."
Tangan John merangkul bahu Anna sembari berjalan menuju ke lift untuk naik ke lantai 5, tempat dimana kafetaria rumah sakit itu berada.
Sementara Anna merasa gelisah menunggu kabar dari perawat yang bertugas menjaga JC. Pria itu pasti akan merasa kesakitan ketika pereda nyerinya habis efeknya.