Pukul 08.00 PM saat Anna akan meninggalkan kamar perawatan JC, manager artis itu, Max Brury masuk ke dalam ruangan.
"Aahh Dokter Annastacia, bagaimana kondisi JC?" sapanya seraya berjabat tangan dengan Anna.
"Well, Jason sudah tersadar sejak tadi, tapi masih belum boleh makan hingga besok pagi pukul 08.00 AM. Tolong jangan beri dia makan, Mr. Brury. Pastikan dia tidak banyak bergerak apalagi berjalan-jalan. Kuharap lukanya tidak akan membekas dengan buruk. Salep untuk bekas luka jahitan itu ada di nakas, harus dioleskan 3 kali sehari," jawab Anna dengan profesional.
"Max, sepertinya Anna gemar menyiksa pasiennya," sahut JC sambil terkekeh di atas ranjang masih dengan posisi telungkup.
"Itu adalah hobiku, Jason! Sudah malam, Tuan-tuan. Saya akan pulang ke rumah sekarang. Sampai jumpa besok!" ujar Anna sembari tertawa berderai lalu meninggalkan ruang perawatan JC.
Anna naik lift ke lantai 3 tempat praktiknya lalu mengambil tas serta barang-barang pribadinya. Dia meninggalkan ruangannya lalu menguncinya dari luar. Koridor lantai 3 sudah sepi karena jam praktik sudah berakhir. Anna bersenandung pelan sembari berjalan ke lift untuk turun ke parkiran di lantai basement gedung itu.
TING! Pintu lift membuka dan ada John di dalam lift.
Pria itu menyeringai sambil membuka kedua lengannya ke arah Anna seolah minta dipeluk. Anna pun tersenyum masuk ke lift lalu masuk ke pelukan John.
"Kudengar jadwal operasimu hari ini menggila, Sayang," ujar John seraya membelai bagian belakang kepala Anna dengan lembut.
"Yup, memang gila dan nyaris membuatku pingsan. Kurasa saat ini aku butuh kasur yang empuk, John," jawab Anna mendesah lelah sambil memejamkan matanya.
TING! Lift itu sampai di lantai basement tempat parkir mobil.
"Anna, apa kau mau pulang ke apartmentku?" tanya John saat mereka berjalan beriringan ke tempat mobil Anna diparkir.
"Kurasa tidak, John. Kita belum menikah. Aku masih virgin, kau tahu?" jawab Anna dengan tersipu malu. Dia memang belum pernah berhubungan seksual dengan pria manapun dan dia tidak keberatan mengakuinya sekalipun tampak begitu kolot serta ketinggalan zaman.
John malah tersenyum dengan mata berbinar-binar. Dia senang calon istrinya masih suci tak bercela. "Kalau begitu aku yang berkunjung ke apartmentmu, Anna. Aku janji tidak akan melakukan hal yang tidak-tidak kepadamu," ujar John memohon agar Anna mau memberinya kesempatan untuk menghabiskan waktu bersamanya.
"Oke, mampirlah, John," sahut Anna tersenyum lalu masuk ke mobilnya.
John meninju udara dan berseru, "Yes!"
Dia segera berlari ke mobil sedan Lexus hitamnya lalu mengikuti mobil Mini Cooper merah maroon milik Anna. Hati John begitu riang karena ini adalah pertama kalinya dia berkunjung ke apartment Anna.
Jalanan di Dennery masih berlapis salju tebal, kedua mobil sedan itu melaju beriringan dalam kecepatan standar yang tidak terlalu kencang karena takut selip yang akan membahayakan jiwa.
Akhirnya, mereka pun sampai di parkiran basement Sky Eternity apartment. John segera turun dari mobilnya lalu membukakan pintu mobil untuk Anna yang tertawa berderai karena perlakuan manis tunangannya itu.
"John, kau sangat bersemangat," goda Anna sembari menatap pria itu.
"Aku senang karena bisa menghabiskan akhir hari bersamamu, Sayang. Ayo ... dimana unitmu berada, Anna?" balas John menggandeng tangan Anna menuju ke lift.
Anna memencet tombol angka 5. Lift itu naik dengan cepat dan membuka di lantai 5. Kemudian mereka berjalan ke unit 5005 lalu Anna memasukkan kode akses unitnya.
"Selamat datang di apartmentku, John. Tidak terlalu luas, tapi nyaman," sambut Anna mempersilakan tunangannya itu masuk ke unitnya.
Unit apartment milik Anna luasnya 80 m2, tanpa sekat ruangan dan sebuah kamar mandi berukuran sedang yang dilengkapi showerbox dan bathtub serta kloset duduk. Ada sebuah pantry dengan meja makan dan 2 buah kursi bersandaran yang nyaman. Ruang tengah yang diisi dengan TV dan sebuah sofa berukuran sedang yang empuk berwarna hitam berlapis kulit sintetis.
John mengamati isi unit apartment Anna, wanita itu sungguh praktis dan sepertinya tidak banyak menghabiskan waktunya di situ. Kemungkinan Anna hanya pulang untuk beristirahat dan mandi. Cukup memprihatinkan, menurut John. Sungguh Anna membutuhkan perhatian lebih darinya agar hidupnya tidak hanya dihabiskan di ruang OK dan ruang praktik rumah sakit.
"Anna, kurasa aku akan lebih sering mengunjungimu di sini," ujar John seraya meraih pinggang Anna yang ramping hingga menempel ke tubuhnya yang kekar.
"Emm ... kenapa John? Kau membuatku bingung," sahut Anna penasaran.
"Hidupmu sungguh menyedihkan, Dokter Annastacia. Kapan kau memperhatikan kehidupan pribadimu sendiri?" jawab John membelai pipi Anna yang halus bersemu merah muda.
"Hmm ... John, aku dokter bedah dengan jam terbang tinggi, kau tahu sendiri. Menyelamatkan nyawa adalah prioritasku saat ini," balas Anna, dia tidak suka idealismenya dipertanyakan oleh calon suaminya.
"Yeah ... aku mengerti, tapi kuharap kau bisa hidup dengan lebih wajar seperti gadis seusiamu. Kau membuat kehidupan cintamu gersang. Kau sangat cantik, Anna ... bagaikan bidadari di mataku. Aku akan dengan senang hati menemanimu berkencan sepulang kerja," bujuk John berusaha mengubah pola pikir Anna yang workaholic itu dengan hati-hati.
"Ohh baiklah, aku mengerti maksud baikmu, John. Mulai hari ini kita akan berkencan dan semoga aku masih memiliki energi untuk itu sepulang kerja," jawab Anna setuju.
Mendengar jawaban positif dari Anna, diapun tersenyum lebar. Kemudian John berkata, "Apa kau sudah makan malam? Mungkin kita bisa memasak makan malam bersama, Anna."
Anna berjalan ke pantry sembari berkata, "Mungkin kita bisa memanggang fusilli cream cheese untuk makan malam berdua, John."
"Uhmm ... I love fusilli, Anna. Ayo kita masak!" jawab John dengan antusias.
Dengan cekatan, Anna merebus fussili lalu memotong-motong smoked beef serta keju mozarella. Setelah fusilli itu matang, John meniriskannya lalu memindahkannya ke mangkuk keramik tahan panas.
Kemudian Anna menambahkan potongan smoked beef dan keju mozarella di antara fusilli itu lalu memasukkannya ke microwave oven untuk memanggangnya.
"Kurasa aku akan membuka sebotol champagne untuk menemani menu makan malam kita, John. Apa kau bisa membantuku?" ujar Anna lalu membuka kulkasnya mengambil sebotol Champagne buatan Perancis.
"Tentu, berikan padaku, Anna. Apa kau punya pembuka botol anggur?" sahut John seraya menerima botol Champagne dingin itu dari tangan Anna.
Anna mencari pembuka botol anggur di laci meja pantry dan segera menemukan alat itu lalu diapun menyerahkannya pada John.
"Plopp!" Suara penyumbat botol Champagne itu ketika terlepas dari mulut botol.
John menuang cairan bening bergelembung itu ke dua buah gelas bertangkai tinggi lalu menyerahkannya satu ke Anna.
"Cheers!" ucap Anna seraya mendentingkan gelas itu dengan gelas John.
Alarm microwave oven itu pun berdenting. Anna bergegas mengangkat masakannya dengan sarung tangan anti panas dari dalam oven itu. Dia membawa mangkuk keramik itu ke meja pantry di hadapan John.
"Kurasa kita bisa berbagi fusilli ini berdua," ucap Anna.
"Aku tak keberatan memakannya bersamamu, Anna Sayang," balas John sembari melemparkan senyum manisnya pada Anna.
Anna menyerahkan sebuah sendok kepada John lalu mereka pun mencicipi masakan sederhana itu bersama-sama.
"Rasanya lezat, Anna. Kau koki yang bagus," puji John sembari mengunyah fusilli itu.
"Thanks. Tapi, kurasa itu karena kau lapar," jawab Anna sembari tertawa pelan.
John pun terkekeh mendengar ucapan Anna dan tetap meneruskan makannya.