Temani Aku Anna!

1052 Kata
Sebelum memulai operasi pembukaan rongga thoracoabdomen itu, Dokter Annastacia memeriksa kondisi vital pasien, masker oksigen terpasang di bagian hidung Ian. Setelah yakin kondisi tubuh secara umum cukup stabil, dia memulai pembukaan rongga thoracoabdomen itu dengan sayatan lapis demi lapis yang rapi karena nanti dia akan menjahitnya kembali. Residen bedah yang menemani Anna siang menjelang sore itu adalah dokter muda Joshua Kremlin, cerdas dan cekatan. Dia membantu Anna mengamankan lapisan demi lapisan yang dibuka oleh Anna dengan allis forceps sembari terus mengikuti setiap proses yang dieksekusi oleh Dokter Annastacia, seniornya. Robekan di selaput diafragma yang memisahkan rongga d**a dan perut itu ditemukan oleh Anna. Lebarnya berdiameter sekitar 3 cm, Anna segera menutup lubang itu dengan jahitan rapi benang mikro. Dia memeriksa dengan lampu di kepalanya apakah masih ada lagi lubang lain yang abnormal di selaput diafragma itu. Ternyata tidak ada lagi, maka Anna memutuskan untuk menutup kembali lapisan tubuh yang dia sayat tadi lapis demi lapis. Seharusnya residen bedahnya bisa melakukan pekerjaan itu untuknya, tetapi Anna lebih sering menjahit kembali lapisan otot dan kulit itu sendiri agar puas dengan proses kesembuhannya. Segalanya harus steril tanpa kontaminan agar tidak terjadi infeksi pasca operasi. Operasi bocah bernama Ian itu berjalan dengan lancar. Seisi ruang operasi yang tegang sedari tadi mulai pun menarik napas lega. "Good job, Dok!" puji Dokter Joshua Kremlin pada Anna. Pemuda itu tersenyum dari balik masker disposible biru yang dia kenakan. "Seperti biasa ya, pantau status pasien pasca operasi dan laporkan kepadaku bila sudah siuman. Kurasa ini pasien terakhir di meja operasi untukku, Teman-teman. Tubuhku rasanya setengah melayang saat ini. Sampai jumpa besok!" ujar Anna dengan ceria seperti biasanya. Sembari berjalan keluar dari ruang operasi 1, Anna berpikir mungkin ada baiknya dia menjenguk JC di ruang perawatan pasca operasi. Dia melirik jam tangan di pergelangan tangannya, sudah pukul 06.15 PM. Seharusnya efek obat bius di tubuh JC sudah mereda dan mungkin sudah mulai tersadar. Anna naik lift ke lantai 2, tempat JC dirawat. Dia membaca papan identitas pasien yang tertera di pintu kamar perawatan, mencari nama Jason Channing. Dia lupa menanyakan di bagian informasi dimana JC dirawat. Akhirnya, Anna menemukan kamar JC, nomor 2013 di sayap timur gedung. Diapun mengetuk 3 kali sebelum membuka pintu putih itu. Lampu ruang perawatan itu diredupkan agar tidak membuat pasien silau saat terbangun. Manager JC tidak ada di kamar itu, mungkin dia sedang mencari makan malam, pikir Anna. "Jason ...," panggil Anna dengan suara pelan, dia tidak tahu apakah pemuda itu sudah tersadar atau belum. Anna melangkahkan kakinya mendekati ranjang pasien dimana JC sedang terbaring dalam posisi telungkup disangga dengan bantal di bagian kepala agar paru-parunya tidak tertekan. Dia memang yang berpesan agar posisi tidur JC telungkup untuk sementara agar jahitan di punggungnya tidak tergesek-gesek oleh ranjang. "Mmmhhh ...," gumam JC. Bulu mata lentiknya bergetar seperti sayap kupu-kupu sebelum akhirnya perlahan membuka sepasang mata biru indahnya itu. Matanya menangkap sosok Anna di hadapannya. "Hey, Dokter Cinta ... kau menjengukku?" sapanya. "Hey, Popstar Raja Gombal. Apa kau baik-baik saja?" balas Anna terkekeh mendengar sapaan JC untuknya. "Ya, seperti yang kau lihat, Anna. Not okay, but thanks. Kau pasti sudah melakukan yang terbaik untukku tadi," ujar JC mengernyitkan kedua alisnya. Dia menahan rasa perih di punggungnya, tubuhnya masih terasa lemas akibat efek obat bius. "Tentu saja, itu pekerjaanku, Jason ... dan aku juga mengerti tubuhmu tidak boleh bercacat cela. Ehh ... jangan banyak bergerak dan tetaplah tengkurap seperti ini selama seminggu. Coba ubah posisi miring kepalamu setiap beberapa waktu agar tidak pegal," pesan Anna dengan nada ceria, dia membantu JC mengubah posisi kepalanya ke samping kiri karena tadinya menghadap ke kanan. Anna pun berjalan ke samping kiri ranjang JC. "Hai lagi ...," canda Anna melambaikan tangannya di dekat wajah JC. "Anna, temani aku di sini sebentar, kumohon ... rasanya bosan sekali sendirian. Entah kemana managerku," pinta JC menatap Anna dengan ekspresi mengiba. Akhirnya, Anna mengalah dan menarik sebuah kursi kayu untuk duduk di sisi kiri ranjang pasien. "Oke, sudah kutemani, Jason. Oya, bagaimana dengan jadwalmu, bukankah katamu besok kau harus kembali ke California?" ucap Anna sambil bertumpang tali dan menggoyang-goyangkan betis kirinya. Dia masih mengenakan baju sneli dokternya. "Aaahh ... tentu saja semua jadwalku bisa dipastikan kacau. Kuharap managerku tidak akan mendadak jadi gila. Kemungkinan saat ini ponselnya berdering tiada henti. Jadwal pemotretan brand berbagai produk dan rekaman semuanya harus dijadwalkan ulang. Tapi, sisi baiknya ... aku bisa lebih lama menghabiskan waktu denganmu di sini. Itu hiburan di antara kemalanganku, Anna Sayang," ujar JC dengan emosi yang berubah-ubah sembari menatap Anna yang ada di hadapannya. "Sepertinya jadwal kerjamu mengerikan Jason. Kuharap kau akan segera sembuh. Apa kau akan menuntut ganti rugi dari penyelenggara acara konsermu tadi pagi?" balas Anna. JC seperti sedang berpikir setelah mendengar perkataan Anna. Memang yang bersalah adalah penyelenggara acara tepatnya bagian peralatan dan dekorasi. Dia merasa ngeri tadi pagi saat tiba-tiba lampu sorot itu jatuh menimpanya dari atas, untungnya dia melindungi kepalanya dengan lengannya. Kalau mengenai bagian kepalanya dapat dipastikan lebih berbahaya dan wajahnya pun bisa terluka. "Entahlah, kurasa ada baiknya meminta pihak penyelenggara acara bertanggung jawab. Mereka sudah menimbulkan banyak kerugian di pihakku," jawab JC tanpa mengubah posisinya. Anna sedang memikirkan sesuatu yang lain. Dia merasa posisi luka JC itu akan sangat sulit ketika harus buang air besar dan juga mandi. Diapun lalu berkata, "Jason, aku harus memberitahumu sesuatu yang berhubungan dengan perawatanmu. Kau harus makan diet khusus agar tidak banyak bergerak karena untuk mandi dan buang air besar sepertinya tidak memungkinkan, paling tidak 7 hari ke depan. Semakin banyak bergerak akan semakin lama sembuh." "Oohh ... menyedihkan sekali. Jadi apa yang dapat kumakan? Kurasa perutku juga mulai keroncongan, Anna," sahut JC dengan nada manja. Anna menertawakan JC lalu menutup mulutnya dengan telapak tangannya karena itu sangat tidak peka. "Maafkan aku JC, ehh ... jadi diet khusus itu akan berupa protein s**u dalam bentuk cair, kau akan kenyang nanti tenanglah. Tapi, sekali lagi maaf ... malam ini kau masih harus berpuasa untuk menormalkan kerja saluran cernamu pasca pembiusan. Mendengar jawaban Anna, dia pun mengerang. Dia sudah sangat kelaparan. JC memasang tampang mencebiknya yang imut. "Kenapa kau gemar menyiksaku, Dokter Cantik? Beri aku makan ... ayolah," bujuk JC menatap Anna dengan mata berkaca-kaca. "Oohh itu tidak akan berefek padaku, Jason. Hentikan tingkah kekanak-kanakanmu yang manipulatif itu," kata Anna sembari tertawa berderai. Pria itu memang memiliki efek menyenangkan yang dapat membuatnya tertawa terus-menerus saat bersamanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN