[8] Resmi Menikah

1081 Kata
Hening. Raka yang mendengar hal itu pun terdiam, tetapi kedua matanya semakin menatap dalam dengan rahang mengeras. Kedua tangannya mengepal, menunjukkan otot dan kemarahan yang begitu jelas. “Katakan sekali lagi. Apa yang sudah kamu lakukan dengan putriku?” tanya Raka, menekankan satu per satu kalimatnya. Kenzo cukup tahu dengan kemarahan Raka. Siapa juga yang akan terima jika anaknya disentuh tanpa sebuah ikatan. Tidak akan ada orang tua yang rela keperawanan putrinya diambil pria yang bukan suaminya, tetapi Kenzo harus tetap tenang. Dia membuang napas perlahan dan menatap ke arah Rala lekat. “Saya tahu saya salah karena sudah menyentuhnya dan membuat dia hamil, tetapi saya berniat un—” Bugh. Kenzo yang mendapat pukulan tiba-tiba pun langsung terdiam. Dia menatap ke arah Raka yang sudah berdiri dan menatapnya. Di sana, dia bisa melihat sorot mata penuh kemarahan yang bercampur dengan rasa kecewa, membuat bibir Kenzo terasa kelu. “Kamu meniduri putriku?” tanya Raka dengan deru napas terdengar jelas. “Kurang ajar kamu, Kenzo!” “b******n kamu!” ucap Raka dan kembali melayangkan pukulan. “Sebagai seorang pendidik, kamu benar-benar tidak bermoral sama sekali. Kamu sudah membuat masa depan putriku hilang karena tindakan konyol kamu ini. Kamu benar-benar keterlaluan,” ucap Raka dan memberikan pukulan di pipi Kenzo. Namun, Kenzo yang merasakan beberapa kali pukulan hanya diam. Dia tahu kesalahannya, tetapi Kenzo juga sadar jika semua terjadi karena Ailen. Seandainya gadis itu tidak menggodanya, dia juga pasti tidak akan tergoda. “Aku benar-benar akan membunuh kamu,” teriak Raka, meluapkan semua kekesalan yang ada di hati. Dia bahkan langsung mendekat dan mencekik leher Kenzo. Noah—papa Kenzo yang sejak tadi di sana pun langsung bangkit dan mendekat. Sebisa mungkin, dia berusaha melepaskan cekikan di leher putranya. Pasalnya, dia datang kesini untuk memindang Ailen, bukan menghantarkan nyawa putra semata wayangnya. “Raka, lepaskan. Kamu bisa membunuh putraku,” ucap Noah, mencoba mengingatkan. “Biarkan. Biar aku habisi b******n ini,” sahut Raka, tetap tidak mempedulikan ucapan Noah. Sedangkan di tempat lain, di bangunan yang sama. Ailen masih merasa cemas. Dia bahkan berjalan ke sana dan kemari. Ada ketakutan melihat Kenzo dan papanya yang mulai berbicara. Apalagi sang papa yang terlihat serius, membuat Ailen semakin tidak karuan. Hingga beberapa saat kemudian, terdengar suara riuh dari arah ruang tamu. Ailen yang baru saja duduk pun langsung bangkit dan melangkah ke arah pintu. “Astaga, Papa,” gumam Ailen dengan kedua mata melebar. Dengan cepat, dia melangkah ke arah ruang tamu. Di sana juga sudah ada sang mama yang berusaha memisahkan keduanya. “Papa, berhenti!” teriak Ailen ketika sampai di ruang tamu. Seketika, Raka yang masih diliputi dengan kemarahan itu pun berhenti. Napasnya terdengar begitu jelas dengan d**a naik-turun. Hingga perlahan, dia melepaskan cekikan dan menatap ke arah putrinya berada. Sejenak, Raka hanya diam, memperhatikan Ailen yang tampak begitu cemas. Sampai dia mengalihkan pandangan dan mendesah kasar. “Besok, kamu dan Kenzo harus menikah, Ailen,” ucap Raka, tanpa menatap ke arah Ailen. “Apa?” Ailen melebarkan kedua mata, jelas terkejut karena apa yang baru saja didengarnya. Dia menikah dengan Kenzo? Ailen melangkah pelan dan mendekat ke arah sang papa. “Pa, tap—” “Papa tidak mau mendengar bantahan, Ailen! Papa mau, besok kamu menikah dengan Kenzo. Tidak ada tawar-menawar dengan keputusan papa kali ini, Ailen,” sela Raka dengan tegas. Ailen yang mendengar pun hanya diam. Ini adalah pertama kali papanya membentak dirinya. Selama ini, papanya selalu manis dan penuh kasih sayang. Meski pria itu memang tegas dengan karyawan, tetapi papanya juga selalu hangat. Tapi sayang, kali ini papanya tampak seperti sosok yang berbeda. Ailen bahkan hanya mampu diam ketika melihat sang papa pergi dengan raut wajah penuh kekecewaan. Maafkan aku, Pa, batin Ailen. *** Ailen hanya diam, menatap ke arah cermin dengan pandangan datar. Seperti yang sudah ditetapkan papanya kemarin, hari ini dia akan menikah. Sejak kejadian itu, papanya juga tidak berbicara dengannya. Sang papa selalu menghindar, enggan bersitatap dan berada di jarak yang dekat. Ailen yang merasakan sikap berbeda dari sang papa pun merasa cukup terpukul. Ailen menahan air mata yang siap keluar. Hari ini adalah hari bahagia untuknya, tetapi dia harus merasakan kesedihan yang teramat. Mungkin itu adalah hukuman untuknya. Seandainya dia tidak melakukan semua itu, tidak akan ada hati yang dihancurkan olehnya. Hingga pintu kamarnya terbuka, membuat Ailen mengalihkan pandangan. “Kamu sudah siap?” tanya Bellona, menatap ke arah putrinya. Ailen hanya bergumam pelan dan menganggukkan kepala. Rasanya cukup malu dengan sang mama. Dia tahu, mamanya juga merasa kecewa dengan dirinya, tetapi wanita itu cukup pandai menyembunyikan perasaan itu. Mamanya tetap bersikap penuh dengan kasih sayang. “Jangan sedih. Ini hari penting untuk kamu. Jadi, kamu harus tersenyum,” ucap Bellona dengan suara lembut. Ailen yang mendengar pun langsung membuang napas perlahan dan menatap ke arah sang mama. “Maafkan aku, Ma. Ailen sudah buat Papa dan Mama kecewa,” sahut Ailen. Dia benar-benar merasa bersalah. Bellona tersenyum tipis dan mengusap pipi putrinya lembut. “Semua sudah terjadi, Sayang. Yang terpenting sekarang, kamu harus hidup dengan baik. Rawat bayi dalam kandungan kamu dengan sebaik mungkin. Kalau kamu butuh bantuan, mama ada untuk kamu.” Mendengar kelembutan hari sang mama, Ailen langsung menitikkan air mata. Namun, dengan cepat hapus oleh Bellona. Wanita Itu menatap putrinya dalam dan mengecup kening Ailen dengan waktu yang lama. “Mama dan papa adalah orang tua kamu, Sayang. Selamanya, kamu adalah anak untuk kamu. Kamu putri tunggal keluarga ini. Jadi, kalau ada masalah, kamu bisa kembali ke rumah. Mama dan papa akan ada untuk kamu,” ucap Bellona. “Sekarang kita keluar. Kenzo dan keluarganya sudah menunggu.” Ailen hanya menganggukkan kepala dan bangkit. Hari ini, dia mengenakan kebaya putih dengan make up natural. Pernikahannya kali ini bukanlah hal yang membahagiakan karena semua terjadi dengan begitu cepat. Ailen juga tidak kaget saat melihat siapa saja yang ada di ruang keluarga. Di sana hanya ada Kenzo beserta keluarganya dan sang papa. Tidak ada tamu atau kerabat yang datang. Ailen duduk di kursi, tepat di sebelah Kenzo. Tidak ada percakapan sama sekali. Ailen bahkan masih bertanya mengenai bocah kecil yang selalu ikut dengan Kenzo, tetapi diurungkan. Dia akan bertanya setelah semuanya selesai. Hingga acara pun dimulai. Ailen menarik napas dalam ketika melihat Kenzo yang mulai menjabat tangan papanya. Jemarinya sibuk dimainkan, menghilangkan perasaan berdebar dalam hati. Beberapa kali dia menarik napas dalam dan membuang perlahan. Hingga dia mendengar suara dari semua yang ada di sana, membuat Ailen menatap ke arah Kenzo berada. Apa ini mimpi? Apa benar aku menikah dengannya?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN