Pengumuman di masjid membuat suasana di kampung menjadi ramai dari biasanya. Semua orang tidak menyangka jika ayahnya Rey meninggal dengan cara mengenaskan. Orang yang menurut semua warga adalah orang kuat dan di segani. Seketika rumah duka jadi ramai akan para pelayat yang datang untuk turut berbela sungkawa. Namun sebagian orang juga ada yang sekedar kepo dengan penyebab tewasnya ayah.
Di lokasi juga ada beberapa polisi yang sudah berjaga jaga, berharap tidak akan terjadi hal hal yang buruk. Tidak hanya polisi yang berada di lokasi, dari aparat lain juga turut hadir memberi penghormatan terakhir pada ayah. Meski beliau dari orang sipil, namun pertemanannya dengan semua golongan masyarakat, membuat ia jadi banyak teman. Jadi tak heran jumlah pelayat yang hadir melebihi kapasitas rumah dan kampung keluarga ini berada.
Sementara di dalam rumah, Ibu masih bisa menahan air matanya untuk tidak membasahi pipinya, meski dari raut wajahnya sangat sulit untuk menyembunyikan kesedihannya. Ia berusaha kuat di depan anaknya bukan untuk menutupi kepada warga yang berkunjung. Tampak ibu sibuk melayani para pelayat yang berusaha mendekati dirinya untuk ikut mengucapkan duka cita. Beruntung banyak keluarga dan warga sekitar yang membantu ibu untuk mempersiapkan segala keperluan mengkebumikan jenazah kala itu, jadi ibu tidak terlalu repot selain melayani tamu.
Rey yang saat itu menginjak usia 6 tahun sudah bisa merasakan kehilangan seorang ayah. Ia begitu histeris menangisi kepergian sang ayah. Dia memang typical yang mudah tersentuh hatinya, apalagi jika menyangkut orang yang ia sayangi. Meski didikan sang ayah yang begitu keras tak membuat ia jera. Rey tak berani menunjukkan air matanya pada sang ayah. Tapi hari ini ia terpaksa melakukan hal itu, karena orang yang ia hormati telah meninggalkannya.
Berbeda lagi dengan Dion, ia mirip dengan ibunya yang tampak tegar menghadapi jenazah ayahnya. Ia tenang melihat ayahnya sambil perlahan membaca buku Yasin di tangannya. Sesekali ia mendongakkan kepalanya untuk memandang wajah ayahnya. Seperti berharap jika ini hanya mimpi, berharap ayahnya sedang bercanda dengan acting pura pura sedang tidur. Tapi nyatanya raga yang terbaring itu tidak akan pernah bangun lagi.
Di antara pelayat yang hadir ada seseorang yang menjadi pusat perhatian tamu yang hadir. Dia adalah teman dekat ayah yang menjadi orang terakhir bersama ayah Rey. Raut wajah yang sedih sudah ia tampakkan sejak turun dari roda empat jenis Hummer. Semua memandang sinis dengan teman ayah tersebut. Tapi sang teman tetap cuek dan langsung menyalami ibu. Tidak ada prasangka buruk dengan teman suaminya sekaligus mantan kekasihnya itu.
Ibu yang memiliki feeling yang kuat dengan kematian sang suami, merasa ini semua ada hubungannya dengan mantan kekasihnya tersebut. Tapi ia berusaha menahan rasa penasaran tersebut karean situasi yang tidak memungkinkan untuk mengetahui lebih banyak. Sekarang ia terpaksa menerima uluran tangan tanda bela sungkawa dari mantan tersebut.
Dengan pintarnya ia berakting menangis di depan jenazah ayah, membuat semua orang yang hadir tak menyadari jika sebenarnya ia adalah penyebab temannya sendiri mengorbankan dirinya. Ia terus memeluk erat jenazah sambil menangis meraung raung. Nyaris perfect aktingnya saat itu. Tapi hanya 1 orang yang tak bisa ia tipu dari acting sedih itu, yaitu Ibu Rey. Meski senyum di sudut bibir yang ia tampilkan, di dalam hatinya terasa perih dengan pemandangan di depan mata sang ibu.
*****
Malamnya saat semua acara tahlilan selesai, ibu sengaja menemani kedua malaikatnya saat akan tidur. Ia ingin memeluk mereka. Memberikan bukti bahwa masih ada ibu yang sangat menyayangi mereka. Tetapi Rey telah terlelap lebih dulu karena sudah kelelahan sedari pagi menangisi kepergian ayahnya. Dari pagi hingga saat ayahnya masuk ke liang lahat, ia terus saja menangis tanpa henti. Jadi tak heran bila ia sudah tak sadarkan diri tenggelam dalam alam bawah sadarnya.
“Dion, sekarang tinggal ibu, kamu dan adikmu, Rey. Kamu adalah anak tertua di keluarga ini. Jika terjadi sesuatu dengan ibu, jaga adikmu. Jangan pernah buat ia menangis. Apapun yang terjadi kamu selalu melindungi dia, jangan biarkan ia dalam keadaan terpuruk, meski sesalah apapun adikmu.”
“Iya bu, Dion akan ingat pesan ibu. Ayah juga pernah pesan begitu dengan Dion, bu.”
“Ibu bangga punya kalian, dan ayah juga pasti bahagia sekarang disana.”
Dion langsung memeluk erat ibunya sambil menitikkan air matanya. Baru kali ini air mata itu tumpah di pundak sang ibu. Sedari pagi tadi ia mampu menahan air matanya untuk tidak membasahi kain kafan sang ayah. Ia masih mampu melakukan itu, namun saat berada di pelukan hangat sang ibu, ia benar benar melepaskan semua beban yang ada di pundaknya.
“Oya bu, ada yang ingin Dion sampaikan pada ibu.”
“Apa itu nak?”
“Saat Dion baca Yasin tadi pagi, di sisi ade Rey ada Eyang lho …”
Seketika hati ibu berdesir campur kaget.
“Lho kamu bisa lihat Eyang nak?”
“Sudah lama bu.” Jawab Dion sambil tersenyum sambil menghapus pipinya yang basah karena air mata tadi.
“Terus Eyang ada ngomong ga?”
“Cuma pesan bersabar dan ikhlas serta jaga ibu dan adik Rey. Begitu pesannya, bu.”
Ibu lalu kembali meneteskan air matanya sambil memeluk Dion. Sang anak juga ikut terharu dengan kehangatan pelukan sang ibu. Setelah ibu perlahan melepas pelukannya, Dion kembali bercerita.
“Nah tadi saat selesai ayah di kubur, Dion lihat lagi Eyang, bu.” Sambil menggaruk kepala, “tapi Eyang ga sendiri lho, bu. Eyang malah bersama ayah di situ.”
“Subhanallah nak.”
Makin jadi tangisan ibu hingga tanpa ia sadari mengganggu tidurnya si Rey kecil. Kembali Dion melanjutkan penglihatannya.
“Ayah senyum sambil melambaikan tangan ke kita. Lalu mereka pergi sama sama, bu.”
“Ya sudah, nak. Sekarang kamu istirahat temani adikmu. Jangan lupa berdoa buat ayah dan ibu ya.”
Ibu lalu mengecup kening Bang Dion dan beranjak dari ranjang serta meninggalkan mereka di kamar. Bergegas ia ke dapur untuk mengambil air putih untuk ia minum. Ketika habis segelas, ia sontak terkejut dengan pemandangan yang tersaji di depan matanya. Sekelebat berwarna putih melesat di depannya. Aroma tak sedap langsung tertinggal di bekas sosok itu lewat. Seketika bulu kuduk ibu meremang seluruhnya.
Astaghfirullah, mungkin aku terlalu lelah jadi khayal yang tidak tidak.
Melangkah ibu ke kamarnya. Lalu merebahkan badannya yang sudah lelah di atas ranjang yang sudah cukup tua usianya, setua dengan usia perkawinan ibu dan ayah. Saat ia baru mulai memejamkan mata, bayangan ayah langsung hadir dalam otaknya. Ia merasa tak percaya jika hari ini ia harus tidur sendiri tanpa pelukan hangat seorang suami yang sudah setia menemani ia selama ini. Semua kenangan bersama ayah membuat ibu kembali harus menitikkan air matanya. Ibu terus menerus mengeluarkan air matanya tanpa sedikitpun ia mau menghapusnya. Ia berharap ini semua hanyalah mimpi buruk yang sedang ia alami. Tapi tetep saja itu tak mengubah keadaannya.