Sepeninggal sang ayah, Rey dan Dion tumbuh menjadi remaja yang berprestasi. Di lingkungan sekolah mereka selalu mendapat rangking 5 besar di kelas masing masing. Tidak hanya prestasi akademit, di bidang olahraga mereka juga selalu duet dalam pertandingan voli. Saat itu Rey duduk di kelas 1 dan Dion sudah di kelas 3. Jika Bang Dion seorang spiker maka adiknya adalah pengumpan handal. Mereka pun jadi tenar di sekolah. Tetapi ketenaran mereka tidak hanya dari prestasi akademik dan non akademik.
Soal kenakalan ternyata mereka juga bolak balik masuk ruangan khusus siswa yang nakal. Beberapa kali ibu di panggil ke sekolah karena ulah mereka berdua. Terutama si Rey yang sering mencari hal. Jika sudah ada ibu, keduanya tidak berani mengucap sepatah katapun menyela omongan ibu. Sejak ayah tiada, hanya ibu tempat mereka berlindung. Karena sudah terlalu sering mendapat peringatan dari sekolah, ibu jadi tak heran menghadapi guru sekolah yang selalu memberi nasehat padanya.
Ketika sudah di rumah, ibu dan kedua anaknya hanya tertawa menanggapi panggilan sekolah. ibu tak pernah memarahi Dion dan Rey. Ibu sangat menyayangi mereka meski sekalipun selalu berbuat hal di sekolah. bagi ibu selama itu tidak menjurus ke narkoba atau pencurian ibu tidak pernah melarang. Apalagi jika menyangkut soal asmara kedua anaknya. Ibu malah dengan senang hati jika mendengar anaknya bisa menjadi rebutan para gadis di sekolah ataupun lingkungan temannya.
*****
Teng! Teng! Teng!
Hari yang cerah untuk kedua bocah ini turun ke sekolah. Sayang hari itu mereka telat tiba di sekolah karena ada sedikit hambatan di jalan. Di kelas tidak tampak batang hidung kedua bocah tersebut. Dion dan Rey mendapat gangguan dari segerombolan berandal yang berada di gang dekat sekolah. Waktu sudah menunjukkan pukul 7.31 dan pagar sekolah juga sudah di kunci oleh penjaga sekolah.
Ternyata kedua bocah itu sedang sibuk melawan berandalan yang mengganggu mereka. Awalnya mereka enggan menanggapi godaan dari mereka. Hanya saja hari itu berandalan tersebut sedang mabuk berat, sehingga tanpa di sadari mengucapkan kata kata yang tak pantas. Membuat Rey yang temperamen langsung bereaksi. Salah satu dari begundal tersebut di hajar oleh bocah yang masih duduk di kelas 1 SMA. Tanpa ampun ia terus menghajar pemuda tersebut, meski dari hidungnya sudah mengeluarkan darah yang begitu segar tidak membuat Rey menghentikan tindakannya.
Sementara Dion hanya diam sambil mengawasi berandalan lain. Ia sangat paham jika Rey sampai meletus emosinya akan sangat sulit untuk di kendalikan. Melihat lawannya yang berbadan besar tapi tak bisa melakukan perlawanan terhadap Rey, Dion hanya tersenyum kecut.
Ternyata hanya segitu kemampuannya.
Tak berapa lama teman berandalan tadi ketika menyadari temannya di hajar oleh Rey langsung mencoba membantunya. Tapi sayang mereka di tahan oleh sebuah suara yang mengancam mereka. Ketika melihat siapa yang berani bersuara menantang tersebut, barulah mereka tau jika itu Dion abangnya Rey. Jika saja mereka dalam keadaan sadar pasti takkan berani mengganggu kedua adik kakak ini. Siapa yang tak mengenal kedua bocah ini jika sedang tawuran di sekolah atau di kampungnya sekalipun. Ya, Rey dan Dion adalah dua bocah yang sering berantem dan tidak pernah mengenal takut pada siapapun, meski musuhnya berbadan besar dan lawan yang banyak.
“Berani kalian sentuh adikku, sama saja kalian cari mati.”
“Hahaha … ngelawak nih bocah.” Salah satu dari mereka menertawai bang Dion.
“Udeh bang kita sikat aja semuanya.” Kata Rey sesaat menghentikan tindakannya pada musuh yang sudah tak berdaya.
“Wah bener bener lu ye berdua kurang aja banget,” salah satunya langsung merangsek maju bermaksud menghantam Dion. Tapi naas, dengan mudahnya bisa di hindari dan mendaratkan sebuah bogem mentah pada perutnya.
Ugh … hoek … salah satu musuh Dion langsung tersungkur sambil memegangi perutnya.
Kemudian tiga orang maju bersamaan. Meski sempoyongan jalannya, mereka masih bisa focus menyerang Dion. Walau di keroyok, Dion masih mampu membaca gerakan mereka, dan ia pun bisa menghindar tanpa tersentuh sedikitpun. Dengan sekali lompatan yang di barengi dengan segenggam tumbukan yang mengarah ke wajah musuh, membuat luka yang cukup parah di wajah tersebut. Hidung yang tadinya bagus, seketika berubah bentuknya menjadi bengkok.
Kedua musuh yang melihat temannya mendapat pukulan demikian tampak sedikit ketakutan. Mereka tak menyangka lawan mampu menghajar temannya sedemikian parah hanya dengan sekali pukulan.
Sementara berandal yang lain menunggu giliran untuk maju melawan Dion. Tapi mereka tak menyadari jika di belakang telah berdiri seorang Rey yang masih meluap luap emosinya. Mumpung musuh tak menyadari di belakangnya, Rey langsung menerjang sisa berandal yang ada. Empat orang langsung terjerembab ke tanah dan ke got di gang tersebut.
Mendapat lawan yang ternyata hebat, sebagian berandal yang tersisa segera lari tunggang langgang meninggalkan teman teman mereka. Rey dan Dion lalu tertawa bareng menyaksikan musuhnya yang kabur. Emosi Rey lalu mereda. Mereka lalu kembali berjalan bareng menuju sekolah. Dan kali ini harus berlari cepat karena sudah melewati jam sekolah. Sayang meski telah berusaha cepat mereka tetap kalah oleh waktu yang telah di tentukan sekolah, alhasil kedua bocah inipun mendapat hukuman. Di jemur di tengah lapangan di bawah tiang bendera.
Siswa lain yang mengetahui kelakuan adik kakak ini tidaklah heran karena memang sudah menjadi langganan sekolah untuk dapat hukuman. Mereka berdua malah tertawa bahagia karena bisa bareng lagi saat kena hukuman.
Sejam kemudian setelah selesai menjalani hukuman di jemur, keduanya kembali di minta untuk membersihkan toilet siswa laki. Dion yang sebenarnya merasa ogah berada di toilet tersebut mau tidak mau harus mengikuti perintah gurunya. Rey yang mengerti kelakuan abangnya, hanya bisa pasrah mengikutinya.
“Lu nanti di toilet jangan bersiul ya Rey, mereka ga seneng dengernya.” Tiba tiba Dion mengingatkan adiknya saat mulai melangkah menuju toilet.
“Kenapa bang?”
“Udeh nurut aja lu.”
Rey hanya senyum menanggapi keinginan sang kakak. Dion yang melihat senyum adiknya sudah bisa menduga ia pasti tidak akan menurut permintaan kakaknya.
Beberapa saat kemudian sesuai dugaan Dion, adiknya yang sudah di peringatkan sebelumnya malah sengaja melakukan larangannya. Tak berapa lama, suasana dalam toilet berubah menjadi panas. Hawanya terasa penuh dengan amarah.
“Rey, lu bisa ga nurut kata abang?”
“Apa itu bang?” sambil tersenyum licik.
“Duh, nih anak, bikin repot ane aja.”
“Kenape sih bang, ngomong dong, kenape ga boleh bersiul.”
“Itu di belakang lu, mereka sudah marah, dasar kunyuk. Mereka ga seneng lu buat ribut di rumahnya.”
“Lha, kan Rey ga tau, ga bisa lihat mereka juga.” Ia malah tersenyum puas, karena memang sengaja mau ngisengin abangnya.
“Gua tinggal lu dengan mereka, kapok lu Rey.” Dion ternyata mulai kesal dengan kelakuan adiknya. Dan Rey membalasnya dengan senyuman licik. Seketika bulu kuduk mereka mulai meremang. Tapi tetap tidak ada rasa takut sedikitpun dalam diri mereka. Dion coba mengobrol sedikit dengan mereka yang sudah tampak bersiap ingin menyerang adiknya.
“Lu ganggu adikku, hancur tubuhmu!”
Kalian telah mengganggu ketenangan kami disini.
“Lha siapa suruh ente tinggal di sini, udeh tau bau dan kotor tempatnya malah betah disini.”
Hahaha … dasar manusia lemah. Kami sangat menyukai tempat seperti ini.
“Dasar demit bego, dah tau kotor malah seneng!”
Tiba tiba demit yang menjadi lawan bicaranya mencoba menyerang Dion. Ia langsung melesat ingin menghantam tubuhnya. Tapi naas saat tersisa se-meter lagi mengenai tubuh itu, ia langsung terpental menghantam tembok toilet. Dion hanya diam namun dalam hati sudah mempersiapkan sebuah doa yang biasa ia baca ketika menghadapi makhluk dari dunia astral.
“Ayo bang, sikat aja mereka, sapu bersih dah!” Rey yang melihat kelakuan abangnya malah memanasi keadaan. Ia sangat senang jika abangnya tawuran di dunia astral. Saat itu Rey belum memiliki kemampuan melihat mereka yang tak kasat mata.
Sontak demit tadi kaget setelah terpental dari lawan yang ia hadapi. Meski ia memiliki tubuh yang besar dan tinggi.
Bagaimana bisa bocah ini melawan? Batin si demit.
Tak menyerah, ia coba kembali menyerang Dion dengan melipatkan kekuatannya dari yang sebelumnya. Hasilnya? Tetap ia terpental kembali.
Siapa sebenarnya bocah ini? Mengapa ia memiliki kekuatan melebihiku? Gumam si demit.
Tiba tiba di belakang Dion muncul sosok ulama yang sangat kharismatik. Tubuhnya yang di selimuti aura putih yang begitu terang membuat si demit yang melihatnya langsung bersujud memohon ampun pada Dion.
“Kenapa mohon ampun lu? Tadi angkuh lu nantangin gue. Sekarang kayak cacing kesirem air panas lu.”
“Lu yang selama ini sering ganggu anak anak sekolah di sini kan?”
Gendruwo itu hanya tertunduk dan menganggukkan kepalanya setiap di tanya oleh Dion.
“Sekarang dah tau kan siapa kami? Tobat lu Gun. Dan mulai hari ini jangan pernah ganggu anak anak sekolah di sini. Pindah kamu dari toilet disini.”
Demitnya tak berani melawan perintah Dion. Ia paham akan kekuatan bocah ini, apalagi ketika melihat sosok yang ada di belakangnya. Melihat sejenak saja ia sudah tak mampu dan mulai merasakan panas pada tubuhnya. Khawatir jika ia berlama lama disitu akan menghancurkan tubuhnya. Setelah di izinkan pergi oleh Dion, langsung ia lenyap tanpa bekas.
“Ah ga seru bang, Cuma gitu doang.” Celetuk Rey yang lihat abangnya kembali melanjutkan membersihkan toilet. Ia tahu jika perkelahian abangnya telah usai, karena ia tak lagi merasakan hawa negative di toilet tersebut.