VS (11)

841 Kata
Walaupun satu tubuh Namun kita tetap beda ~Me Or Him~ Prosesi pemakaman mendiang Mario, ayah Valya berlangsung dengan penuh duka, air mata, dan kesedihan. Semua orang sangat menyayangkan salah satu pemuka agama terkenal dan sebaik Mario meninggal dengan cara yang misterius. Maria, sang istri dan anak-anaknya masih menangisi kepergian pria yang sangat mereka sayangi sedangkan Arnya yang berada di tubuh Valya hanya berdiri dengan anggunnya, ditambah kaca mata hitam agar tak silau dari sinar matahari, dan sesekali mengipas dirinya dengan tangan. "Kapan pemakaman ini selesai, orang sudah meninggal lalu kenapa harus sangat lama menguburnya, orang jahat seperti dia buat apa ditangisi?" Arnya menatap tajam batu nisan dan foto mendiang Mario secara bergantian, untung saja ia bicara pelan sehingga tak ada yang mendengarnya atau mereka akan menghujat dirinya sebagai anak durhaka namun tidak dengan Sean yang memiliki pendengaran tajam, pria itu pun sama halnya dengan Arnya yang sudah bosan dengan pemakaman ini. "Aku beruntung karena bukan Valya yang menghadiri pemakaman ini, dia mungkin akan menginap semalaman di kuburan ayahnya karena tak rela ditinggalkan oleh pria kejam itu." "Berterima kasihlah pada diriku." Keduanya saling menatap satu sama lain dengan tatapan senang dan senyum tipis di bibirnya, cuaca yang panas ditambah para pelayat pun sudah pulang membuat Arnya dan Sean pun memutuskan untuk ikut pulang saja, mana mau mereka menemani keluarga Mario untuk tetap di kuburan panas-panas begini, hanya buang waktu saja. "Valya!" Arnya dan Sean tetap melanjutkan jalannya, tak menghiraukan panggilan dari mama Valya yang sekarang mengejar mereka dan mencekal tangan Arnya agar tidak pergi. Arnya menatap malas pada wanita paruh baya yang sama kejamnya dengan suaminya ini, lalu menghempaskan tangan wanita itu dengan kasar membuat Maria cukup terkejut akan perlawanan dari puteri penakut dan lugunya ini. "Jangan pegang tangan saya, ibu tua!" "Lancang sekali mulut kamu, setelah hidup bersama berandalan ini sekarang kamu pun jadi berandalan pula?!" Maria menatap tajam pada Arnya sambil menunjuk ke arah Sean yang terlihat tak peduli dengan percakapan keduanya, tak mau kalah dengan wanita tua di depannya, Arnya pun melepas kacamata hitamnya dan memberikan tatapan setajam elang pada wanita tua itu sedangkan Sean sudah pamit ke mobil duluan karena ia yakin Arnya bisa menghadapi ibu tua ini sendirian. "Kalau saya berandalan kenapa? Lagi pula Anda siapa sampai berani berteriak pada saya?" "Anak kurang ajar! Kamu lupa saya ini wanita yang mengandung, melahirkan, dan merawat kamu. Jadi ini balasan kamu pada saya?!" Suasana di antara keduanya semakin mencekam dan tegang, apalagi saat Maria mulai mendorong Arnya hingga terjatuh ke tanah. Tangan Arnya mengepal kuat karena tak terima dengan perlakuan kasar ibu tua ini, untung saja ia terjatuh pelan dan tak terjadi hal buruk pada bayinya, namun ia harus tetap membalas ibu tua ini. Arnya pun berdiri dan langsung menarik rambut Maria dengan kasar hingga wanita itu merintih kesakitan dan minta dilepaskan. "Kamu bukan ibu saya, saya ini enggak punya ibu atau ayah. Dan saya bukan Valya yang bisa Anda caci maki dan perlakukan kasar, saya Arnya. Ingat nama saya baik-baik dan jaga sikap Anda pada saya atau Anda akan menerima balasan mengerikan dari saya!" Arnya melepaskan tangannya dari rambut wanita tua itu lalu mendorongnya dengan kasar hingga terjatuh di tanah seperti dirinya, setelah itu ia memakai kembali kaca matanya dan meninggalkan Maria yang menatap tak percaya sekaligus terkejut mendengar ucapan dari Arnya. "Kembali kamu anak durhaka, kamu enggak akan bahagia selamanya!" Arnya tak mempedulikan teriakan penonton wanita tua itu dan terus melanjutkan langkah kakinya ke arah mobil Sean, namun langkahnya terhenti beberapa meter dari Sean saat melihat pria itu sedang berbicara dengan lima orang berpakaian hitam. Ia memilih bersembunyi dan melihat serta mendengar apa yang mereka lakukan dan bicarakan, namun dirinya dibuat terkejut dengan apa yang ia dengar dan lihat. "Tugas kalian bagus, pria itu dikira mati karena umurnya yang sudah tua padahal nyatanya kita telah meracuni makanannya malam itu dan tak ada yang tahu hal itu, ini imbalan untuk kalian." "Terima kasih Bos." Sean hanya mengangguk, kelima pembunuh bayaran itu pun pergi setelah mendapatkan cek dari Sean yang bertuliskan ratusan juta sebagai upah tugas mereka. Sean sendiri tersenyum licik saat akhirnya bangka tua itu sudah lenyap sehingga tak ada lagi penghalang hubungannya dengan Valya dan tak akan ada yang bisa merebut Valya darinya untuk selamanya. "Aku berdoa untukmu pria tua, semoga Tuhan memberikan api Neraka terpanas untukmu." "Aku pun mendoakan hal yang sama." Sean langsung berbalik badan saat mendengar ada suara lain dari belakang yang menyahuti ucapannya, ia terkejut melihat Arnya yang sedang menatapnya dengan tatapan menantang dan ia tahu wanita itu sudah mendengar semua percakapannya dengan kelima pembunuh bayaran tersebut. "Kau mendengar semuanya?" "Ya, tapi tenang saja, aku ini musuh Pak Tua itu juga, jadi aku tak akan menutup rapat rahasia ini termasuk dari Valya. Kerja sama?" Arnya mengulurkan tangannya dan menunggu Sean menyambut uluran tangannya, Sean berdiam diri sebentar dan menatap datar uluran tangan tersebut lalu menyambutnya dengan senyum licik. Arnya bukannya ingin menyembunyikan rahasia dari Valya, namun ini demi kebaikan wanita itu lagi pula buat apa ia membantu mengungkap kematian orang yang selama ini menyiksanya dan Valya. Tangerang, 09 Juni 2020
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN