VS (ENDING)

1038 Kata
Sepanjang hari Valya masih saja murung akibat kematian ayahnya, dia bahkan lupa makan dan minum padahal kondisinya sedang hamil, entah sudah berapa tetes air mata jatuh di pipinya dalam tiga hari ini. Mungkin dia akan terus terpuruk seperti ini akibat kesedihan kehilangan ayahnya jika saja tidak ada Sean yang merawat dan menjaganya dengan baik. "Kau melamun lagi dan melupakan sarapanmu." Sean yang baru saja pulang dari supermarket dengan tas belanja di tangannya berdecak kesal karena kekasihnya ini belum memakan sarapan yang sudah ia sediakan di atas meja. Bahkan Valya masih melamun saja sedari tadi. Sebenarnya ia juga kasihan dan mengerti jika Valya sulit menerima fakta ayahnya sudah tiada walaupun ayahnya sering menyakiti fisik maupun mentalnya. Valya sendiri hanya diam dan tak menjawab perkataan Sean namun pandangannya teralihkan dan kini menatap kekasihnya dengan intens. Sean sendiri sedang sibuk memindahkan belanjaan yang ia beli di supermarket ke dalam kulkas, kebetulam ia sudah mengikuti ujian kelulusan jadi tinggal menunggu pembagian ijazah saja dan selama beberapa minggu ini ia libur. "Sampai kapan?" "Apa?" Sean terkejut sekaligus tak mengerti saat kekasihnya bertanya padanya, ia tak terlalu mendengar dengan jelas sehingga kembali bertanya. Kegiatannya terhenti saat kekasihnya berjalan ke arahnya lalu menarik tangannya hingga terulur dan meletakkan sebuah botol racun ke berukuran kecil ke telapak tangannya. Sontak wajahnya berubah menjadi pucat pasi saat kekasihnya menemukan botol racun yang digunakan untuk meracuni ayah kekasihnya. "Valya, ini semua tidak seperti yang kau pikirkan." "Aku akan menjelaskannya, aku mohon jangan menarik kesimpulan menurut pikiranmu sendiri." "Aku memang lugu dan polos, Sean. Namun bukan berarti aku bodoh. Ayahku memang sudah tua dan beberapa hari sebelum dinyatakan meninggal sedang sakit, namun penyakitnya tak akan membuatnya mati dengan cepat. Ada yang ganjal pada kematian Ayahku dan aku menyelidikinya, aku melihat rekaman CCTV rumah sakit, mulut Ayahku berbusa sebelum dia meninggal. Sedangkan penyakitnya tidak memiliki gejala tersebut. Hingga aku menemukan botol racun ini di laci kamar kita. Katakan saja yang sejujurnya, kau pembunuh Ayahku kan?" Valya yang dalam tiga hari ini diam dan tidak bicara satu kata pun, sekarang bicara panjang lebar, namun ia lebih menyukai kekasihnya diam dari pada bicara namun mengungkapkan salah satu keburukannya. Ia sudah terdesak oleh bukti yang ada, tak mungkin lagi mengelak atau berbohong sehingga ia pun terpaksa jujur dan mengangguk. Aku menyangka jika Valya akan marah saat aku mengakui perbuatanku namun dia malah tertawa riang, hal itu membuat aku bingung dengan kekasihku. Aku diam dan memperhatikan dia yang masih tertawa hingga akhirnya dia berhenti tertawa ketika aku bertanya. "Kenapa kau tertawa? Harusnya kau marah saat tahu aku membunuh Ayahmu?" "Ya, aku akan marah jika dia benar-benar Ayahku." "Apa maksudmu?" Aku pikir sudah mengenal Valya dengan sangat jelas, namun nyatanya aku bahkan tak tahu apapun tentang kehidupan kekasihku. Aku menatapnya dengan tatapan tanya yang meminta penjelasan atas apa yang dia ucapkan. Bukannya menjawab pertanyaanku, Valya malah menggerakkan jari telunjuknya sebagai isyarat agar aku mengikutinya. Aku pun berjalan di belakangnya dan kami masuk ke dalam kamar. Dia membuka pintu lemari dan mengeluarkan sebuah sebuah tas yang sudah usang dan jelek, sepertinya tas ini sudah sangat lama. Aku memilih diam dan memperhatikan karena belum menemukan titik terang penyebab kekasihku tertawa saat tahu pembunuh ayahnya. Namun ketika dia mengeluarkan semua amplop putih yang sangat banyak dari tas itu, aku pun tahu jawabannya adalah dalam surat di amplop. Aku pun langsung membuka amplop itu dan membaca salah satu suratnya. Sedangkan Valya sedang sibuk berkaca sambil menyisir rambutnya dengan lembut dan mengoleskan lipstick di bibirnya serta bedak di pipinya yang terlihat pucat. Sekarang dia terlihat lebih segar dari keadaannya yang tadi. Setelah selesai membaca surat itu, rasanya sulit untuk percaya jika Valya adalah anak hasil perselingkuhan ibunya dengan pria lain saat status ibunya masih istri dari Mario. "Sejak kapan kau tahu fakta ini?" "Siapa yang memberitahu dirimu tentang hal ini?" "Kenapa baru sekarang kau memberitahu aku tentang ini?" Berbagai pertanyaan yang ada di pikiranku langsung aku ungkapkan di hadapannya karena aku masih penasaran dengan rahasia hidupnya yang baru terungkap, dia membalik badannya dan menatapku dengan senyum manis sebelum akhirnya menjawab dengan nada lembut. "Tepat saat kau dipukuli oleh Si Tua Bangka itu. Seorang pria seumuran Mario menghampiriku, dia memberikan aku semua surat-surat ini. Ternyata Ayahku dulunya adalah orang biasa saja dan Ibuku adalah anak keluarga ternama dan terhormat di Negeri ini. Keluarga Ibu menolak hubungan mereka dan menikahkan Ibu dengan Mario. Namun Ibu masih berhubungan dengan Ayah kandungku hingga dia mengandung aku. Mario yang menyadari jika aku bukan puterinya ketika aku masih Balita, akhirnya mulai mengubah sikapnya menjadi kasar padaku demi melampiaskan rasa kecewanya akibat tahu bahwa Ibu selingkuh bahkan dia membunuh Ayah kandungku beberapa hari sejak aku kabur dari rumah dan datang ke rumahmu. Ayah kandungku selama ini ingin aku tinggal bersamanya karena tahu jika Mario tak akan bisa menyayangi aku seperti anak kandungnya. Namun Ibuku dengan segala keegoisannya tetap mempertahankan aku tanpa memikirkan kondisi fisik dan mentalku. Aku bersyukur dan mengucap terima kasih karena kau sudah membunuh Si Tua Bangka itu." "Lalu kenapa selama tiga hari ini kau menangis dan terus diam?" Inilah yang membuat aku bingung karena tadinya aku kira dia sedih akibat kehilangan ayahnya makannya jadi terpuruk namun nyatanya tidak, jadi apa alasan dia menjadi terpuruk seperti itu? Dia berjalan mendekat ke arahku lalu duduk di pangkuanku dengan posisi menghadap ke arahku. "Akting. Jika aku terlihat bahagia maka mereka akan mencurigai kita." Sungguh aku tak mengira jika Valya yang aku pikir lemah, polos, dan lugu, bisa berpikir licik, jahat, dan kejam. Namun aku suka dia seperti ini yang membuatnya menjadi kuat dan tegar. "Sekarang gantian kau jawab pertanyaanku, kenapa kau malah memberitahu Arnya tentang masalah ini dari pada denganku?" "Karena aku mengira jika kau akan marah dan membenciku jadi aku menyembunyikan hal ini." "Lain kali jangan sembunyikan apapun dariku walaupun itu menyakitkan." "Baiklah." Aku memeluk tubuhnya yang berisi dan perutnya yang menonjol dengan lembut, jika aku tahu jika Valya juga ingin melihat kematian Si Tua Bangka itu maka aku akan segera membunuhnya sejak dulu agar tidak menghalangi hubunganku dengam Valya. Sekarang hubunganku dengan Valya sudah tak memiliki penghalang karena penghalang hubungan kami sudah aku bunuh dan kami bisa hidup bahagia bersama calon anak kami yang akan lahir dalam beberapa bulan ke depan. Aku, Valya, dan Arny menunggu dengan antusias dan senang kehadiran calon anak kami.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN