GCS -6-

1216 Kata
Hari ini adalah hari pernikahanku, sejak seminggu lalu persiapan dimulai untuk menyiapkan pernikahan meriah seperti ini, jujur saja aku senang saat akhirnya aku akan menikah sesuai dengan pernikahan yang aku impikan dan dengan orang yang aku cintai. Namun entah kenapa hati ini ragu untuk melangkah, bahkan ketika aku sudah berdiri di atas altar pernikahan untuk bersanding dengan Gavin, aku merasa bahwa yang aku lakukan ini salah. Entah kenapa aku merasa begitu berdosa menjadi duri dalam pernikahan orang lain, aku sudah menolak berulang kali bahkan memberontak pada orang tuaku. Namun penolakanku berakhir saat ayahku terkena stroke ringan dan meminta hal ini padaku. "Setidaknya Ayah ingin melihat salah satu anak Ayah menikah sebelum Tuhan menjemput Ayah. Menikahlah dengan Gavin, walaupun dia sudah menikah namun Ayah yakin dia akan lebih mencintaimu dari pada istri pertamanya dan bisa menjagamu seperti ayah menjagamu." Aku tak ingin jadi anak durhaka dengan tidak menuruti perintah orang tuaku, akhirnya aku mengucap janji pernikahan dan memasangkan cincin di jari calon suamiku dan begitu pun sebaliknya. Semua orang bertepuk tangan dengan meriah saat Gavin mencium keningku dengan lembut, aku tahu seberapa besar cintanya padaku, namun aku khawatir dengan perasaan Sekar, istri pertama suamiku. "Selamat, Puteriku. Akhirnya kau menikah, Sayang. Mama sangat bahagia dengan pernikahanmu." "Akhirnya Ayah bisa tenang karena sudah memberikanmu pada orang yang tepat dan sesuai dengan keinginanmu." Aku memeluk mama dan ayahku, berusaha memaksakan senyum terpaksa di depan orang tuaku agar mereka bahagia dan tidak menyadari bahwa separuh dari diriku tak bahagia dengan pernikahan ini. "Selamat, Kakak. Sebentar lagi aku akan menyusul untuk menikah." Adik perempuanku, Cahya terlihat begitu senang dengan pernikahan ini, aku memakluminya karena sudah lima tahun dia menjalin hubungan dengan kekasihnya dan sudah siap menikah, namun mama menolak memberi restu karena aku belum menikah dan menurut adat yang ada, pantang jika adik perempuan mendahului kakak perempuannya dengan menikah lebih dulu. Nanti kakak perempuannya akan sulit dapat jodoh, namun aku tak percaya mitos itu tapi kedua orang tuaku sangat mempercayainya. "Jaga Kak Calya baik-baik, sampai dia menangis setetes saja, maka siap-siap berhadapan denganku." Adik laki-lakiku, Danur yang terkenal posesif denganku maupun Cahya, mulai mengancam suamiku, dia terkenal akan sifat dingin dan judesnya namun saat adikku itu berdiri di depanku, tangis kami berdua pecah ketika kami berpelukan, aku tahu betapa dia sangat menyayangiku dan dia pun tahu betapa aku sangat menyayanginya bahkan aku lebih dekat dengan adik keduaku ini dari pada adik pertamaku, Cahya. "Semoga Kakak bahagia, aku selalu berdoa untuk kebaikan dan kebahagiaan Kakak." "Pasti, kamu jaga diri baik-baik saat Kakak tidak ada di sini, ingat jam kuliah, jangan terlalu banyak bermain, masih kecil, jangan pacaran dulu." Aku berpura-pura menasehatinya dengan nada bicara galak lalu melepas pelukan kami, segera aku hapus air mata di pipiku sebelum adikku ini mengejekku. Untung saja riasan ini tahan air jadi tidak akan luntur oleh air mataku, jika tidak maka wajahku pasti sangat jelek nantinya. "Dasar cengeng, anak cowok itu engga boleh menangis, lemah." "Ngaca dulu sebelum mengejek, Kakak juga menangis." Padahal baru tadi kamu saling menangis karena sedih akibat perpisahan ini, tapi lihat sekarang kakak beradik itu saling pukul dan saling melontarkan ejekan yang membuat keluarga hanya bisa tersenyum geli dan geleng-geleng kepala melihat tingkah kekanak-kan dari dua orang dewasa itu. [][][][][][][][][][][][][][][] Tak pernah aku segugup saat ini, jantungku berdebar kencang saat aku dan suamiku sudah berada di mobil yang akan mengantar kami ke rumah suamiku, otomatis di sana akan ada istri pertamanya. Aku tidak tahu harus bersikap seperti apa nantinya, sebelum perayaan pernikahan aku sudah berusaha belajar otodidak dengan melihat tutorial di internet. Namun yang ada hanyalah istri pertama dan istri kedua bertengkar, saling cakar, saling menghina dan berteriak di depan umum. Hal itu sangat memalukan dan tidak elit, tidak sesuai dengan ajaran orang tuaku, pendidikanku, dan kepribadianku. Biasanya aku akan tampil percaya diri di depan siapa pun, tapi kali ini aku terlihat begitu gelisah hingga jari-jari tanganku saling bertautan dan menatap ke arah jendela. "Kau kenapa?" Aku menoleh ke arah suamiku yang sepertinya menyadari kegugupanku, bahkan dia menggenggam tanganku agar tidak lagi gelisah. Aku tersenyum tipis padanya, ragu untuk berkata jujur namun sepertinya suamiku bisa membantu masalahku saat ini karena dia adalah suami dari Sekar dan pasti tahu bagaimana sikap dan cara menenangkan istri pertamanya. "Menurutmu bagaimana sikap istri pertamamu nanti? Aku takut dia akan melukaiku karena marah dan cemburu." "Ada aku di sini, sebelum dia bisa menyentuhmu, aku akan lebih dulu mematahkan tangannya." "Gavin!" "Dia itu istrimu, kau ini bicara seakan dia musuh kita. Sebenarnya wajar jika dia nantinya melukaiku, dia pasti sakit hati dengan pernikahan kita." Aku mencoba memposisikan diriku di posisi Sekar, aku sadar bahwa apa pun yang nantinya dilakukan wanita itu tak akan seberapa dengan apa yang sudah aku lakukan. Jadi sudah aku siapkan diriku, mental, dan fisikku untuk menghadapi wanita itu. Aku tidak tahu bagaimana hubungan suamiku dengan istri pertamanya namun melihat bagaimana suamiku mudah sekali menghina Sekar, membuatku yakin bahwa ada yang aneh dengan pernikahan mereka. "Baiklah, dia istriku, dia itu lemah, dia tidak akan berani melukaimu, sekarang tersenyum manis demi diriku, aku ingin melihat senyum Cintaku ini." "Kau ini bisa saja menggodaku di saat seperti ini." Pipiku merona malu karena rayuan suamiku, lalu dia memelukku dengan lembut dan membuat kegugupanku semakin berkurang hingga akhirnya kami sampai di depan rumah suamiku. Ketika sudah keluar dari mobil, aku memeluk erat lengan suamiku, detak jantungku semakin menggila setiap kali suamiku menekan bel rumah dan akhirnya pintu di depan kami terbuka dari dalam. Seorang wanita berparas manis dan cantik dengan daster sederhana dan rambut dikuncir kuda membuat aku melongo seketika ketika melihatnya ada di depan kami, bukan aku berniat menghinanya namun penampilan istri pertama suamiku ini terlalu sederhana dan dilihat dari wajah polosnya maka aku tebak jika umurnya masih dua puluhan. "Hebat kamu, Mas. Sukses kamu menghancurkan hatiku, jadi dia wanita bernama Calya itu?!" Aku terkejut saat dia berteriak sambil menunjuk wajahku, dia menangis ketika melihat kami datang dengan pakaian khas pengantin, aku menjadi ikut sedih melihatnya menangis. "Sudahlah, Sekar. Jangan drama di depanku, siapkan makan malam untuk istri keduaku, dia lapar dan lelah, bisakah kau minggir dari tempat kami?" Pernikahan macam apa yang dijalani Gavin dengan Sekar? Suamiku begitu dingin dan datar bahkan terkesan kejam dengan wanita itu, berbeda jauh saat bersama denganku. Tubuhku diam mematung dengan kaki terpaku di tempat, aku tak berani angkat suara dan hanya menatap interaksi keduanya dengan ekspresi bingung sekaligus tak percaya. Sekar langsung minggir, dia sakit hati namun malah lukanya ditambah dengan bentakan suamiku, Gavin menarik pergelangan tanganku untuk ikut dengannya masuk ke dalam namun aku tetap diam di tenpat dan menatap sendu ke arah istri pertamaku yang menunduk sedih. "Calya, ayo kita masuk." "Sekar? Dia menangis? Kau tidak mau memenangkannya?" "Dia sudah terbiasa menangis, dia itu lemah." Aku ingin menolak ucapan suamiku yang lagi dan lagi menghina Sekar, namun saat melihat tatapan tajam di matanya yang memperingati dirimu untuk diam, akhirnya aku memilih diam dan pasrah ikut masuk ke dalam rumah. Aku akan mencari tahu tentang penikahan Sekar dan Gavin, setidaknya aku bisa mengurasi sedikit rasa sakit wanita itu dengan memperbaiki pernikahan mereka yang sepertinya sudah diambang kehancuran. Aku bukan tipe wanita yang haus akan kasih sayang dan cinta, sejak setuju dengan pernikahan ini, aku sadar bahwa suamiku tak akan pernah sepenuhnya menjadi milikku, aku harus berbagi dengan wanita lain yaitu Sekar. Tangerang, 19 Desember 2020
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN