GCS -5-

1113 Kata
Tak terasa hari sudah pagi dan aku tertidur di sofa karena menunggu suamiku pulang namun sampai sekarang suamiku belum pulang yang berarti Mas Gavin menginap di tempat lain, apa sebegitu bencinya suamiku padaku hingga tak sudi melihat wajahku? Aku hendak mulai membersihkan rumah namun terhenti ketika mendengar suara bel, aku pun langsung berjalan ke arah pintu dan langsung tersenyum senang saat melihat siapa yang berdiri di depanku ini, dia adalah suamiku, Gavin Ivander. "Mas, semalam kamu kemana saja? Aku menunggu kamu tapi kamu tidak kunjung datang." "Siapkan sarapan, aku ingin bicara penting padamu setelah mandi." Walaupun bingung mendengar nada serius yang keluar dari mulut suamiku, aku tetap mengangguk dan memberi jalan untuk suamiku masuk ke dalam. Aku pun segera menyiapkan sarapan sederhana seperti roti selai, telur dadar, dan sayur, buah, dan nasi. Tak lama kemudian suamiku datang dan duduk di hadapanku lalu mulai memakan sarapan di meja makan untuk pertama kalinya, aku pun langsung senang saat suamiku makan dengan lahap hasil masakanku, mataku berkaca-kaca karena terharu, aku yakin kalian mengira aku terlalu berlebihan namun aku yang tahu betapa bahagianya aku hari ini. "Masakanku enak tidak, Mas?" "Lumayan." "Kamu mau bicara apa tadi, Mas?" "Aku mau menikah lagi." Dengan semudah dan sesantai itu suamiku mengatakan empat kata keramat dalam pernikahan, aku yang hendak mengambil nasi ke piringku pun langsung terhenti bahkan sendok nasi itu terlepas dari tanganku karena terlalu terkejut mendengar ucapan suamiku yang tiba-tiba. Belum sempat aku mengerti apa yang terjadi, suamikus sudah angkat suara lagi untuk menegaskan sesuatu padaku hingga akhirnya aku kembali menangis untuk kesekian kalinya dalam dua tahun pernikahan ini. "Aku tidak memintamu setuju untuk pernikahan keduaku, aku hanya memberitahumu, mau kau setuju atau tidak, hal itu tidak akan berpengaruh apa pun untukku." "Kenapa kamu mau menikah lagi, Mas?" Aku bertanya dengan nada lemah dan tubuh yang bergetar hebat karena berusaha menahan isak tangis agar tidak keluar dari bibirku, aku tak mau terlihat lemah di depan suamiku walaupun aku tahu suamiku sudah melihat air mata di pipiku. Wajar jika aku menangis, wanita mana yang tak akan menangis saat suaminya meminta menikah lagi? "Calya, mantan kekasihku sudah kembali dari Italia, bukankah sudah sering kali aku katakan jika suatu saat ini pernikahan ini akan berakhir saat mantan kekasihku datang? Masih untung dia berbaik hati dan tidak mau aku menceraikan dirimu karena kasihan padamu." Wanita itu, aku sering mendengar tentangnya, baik dari mulut suamiku langsung yang memuji semua kelebihan pada diri wanita itu atau berita di televisi, koran, maupun media sosial tentang keberhasilan wanita itu yang mendapat tawaran menjadi arsitek bangunan terkenal di Italia. Aku sadar diri jika aku dan wanita bernama Calya sangat tidak pantas untuk disandingkan, semua kriteria wanita sempurna ada pada wanita itu dan semua kriteria wanita penuh kekurangan ada pada diriku, namun tetap saja aku berat untuk menerima fakta jika aku harus berbagi suami. "Mas, aku tidak mau kamu menikah lagi, aku mencintai kamu. Aku janji akan berubah menjadi wanita yang lebih baik untuk kamu dari segi penampilan maupun sikap, tapi tolong jangan menduakan aku, Mas." Aku langsung memohon dan isak tangisku pun pecah ketika aku bersujud di kaki suamiku, memeluk kakinya dengan erat agar ia kasihan pada aku dan membatalkan niatnya itu, walaupun itu hanya akan ada dalam mimpiku. "Percuma, mau kamu bunuh diri sekali pun, saya akan tetap menikah dengan Calya. Cinta saya hanya untuknya." "Mas, tapi aku istri kamu. Secara agama kamu harus meminta izin padaku dulu sebelum menikah lagi dan aku tak akan membiarkan kamu menikah lagi." Aku akan berusaha sekeras mungkin mempertahankan keutuhan pernikahanku, hatiku sakit saat suamiku malah mendorong tubuhku dengan kakinya seakan aku ini tidak lebih dari seorang b***k tak berharga. Bahkan dia menarik paksa tanganku untuk berdiri, sebelum akhirnya meludahi wajahku dengan begitu kejinya, aku terlalu lemah untuk melawannya sehingga aku hanya diam saja walaupun hatiku meronta kesakitan. "Sadar diri kamu! Kamu itu hanya wanita yang dijual ayahmu secara tidak langsung padaku agar hutangnya lunas! Aku bisa memperlakukan dirimu sesuka hatiku!" Setelah mengatakan hinaan tak berperasaan itu, suamiku mendorong tubuhku hingga terjatuh ke lantai. Setelahnya suamiku pergi begitu saja dari rumah ini setelah menorehkan rasa sakit yang begitu mendalam di hati maupun fisikku. Entah sampai kapan aku akan terus diam dan hanya menangis sambil meratapi nasibku. Jika aku bisa memilih takdir, aku ingin ditakdirkan seperti Calya. Terlahir dari keluarga berada yang mencintainya dan memiliki kehidupan layak serta mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang mana pun yang ia mau. Namun lagi-lagi aku tertampar akan takdir burukku. "Wanita mana yang siap bahkan ikhlas jika suaminya ingin menikah lagi, Mas? Kenapa kamu begitu kejam padaku?" [][][][][][][][][][][][][][][][][] Tak terasa sudah hampir seminggu suamiku tidak pulang ke rumah setelah pertengkaran hebat di antara kami, aku berusaha menelepon dan mengirim pesan ke dirinya untuk menanyakan kabar dan keberadaannya namun telepon dan pesanku diacuhkan begitu saja. Akhirnya aku dengan modal nekat datang ke perusahaan suamiku untuk pertama kalinya untuk menanyakan keberadaan suamiku, aku masuk ke dalam perusahaan besar dan mewah yang bernama Iv Corp. Melihat bagaimana orang-orang di sini berpakaian dan berdandan, membuat diriku merasa begitu kecil dan rendah dengan wajah tanpa riasan, rambut terurai seadanya, dan gaun selutut dengan motif bunga yang sudah memudar. Aku berusaha bersikap acuh dengan penampilanku lalu berjalan ke arah meja resepsionis, untungnya wanita di depanku ini terlihat ramah dengan senyum manis di bibirnya. "Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu?" "Pagi, bisakah saya bertemu dengan Pak Gavin Ivander yang merupakan pemilik perusahaan ini?" Aku bisa melihat wanita itu menilai sejenak penilaianku, namun wanita itu masih berusaha menjaga perasaanku dengan tidak terang-terangan menatap penampilanku, tidak seperti pegawai lain yang bahkan menghina penampilanku padahal mereka berada di dekat aku dan aku bisa mendengar hinaan itu dengan jelas. "Maaf, Nona. Tapi Pak Gavin sudah libur selama dua hari untuk mempersiapkan pernikahannya dengan Nona Calya Humeera. Anda bisa membuat jam temu terlebih dahulu jika ada hal penting yang ingin dibicarakan." Tubuhku diam mematung ketika mendengar jawaban resepsionis ini, ternyata suamiku tidak mempedulikan perasaan maupun penolakanku, seharusnya aku sadar bahwa posisi Calya lebih tinggi dariku baik di hati maupun kehidupan suamiku. Aku hanya bisa menggeleng lalu mengucap terima kasih, sebelum akhirnya pergi dari sini. Setelah sudah keluar dari perusahaan itu, aku menangis di dalam angkutan umum, tak menyangka jika rasa khawatir dan ketakutanku akan keadaan suamiku dibalas dengan fakta yang menyakiti hatiku. Sejak hari ini aku harus terbiasa jika nama Calya akan ikut campur dalam pernikahanku ini bahkan aku harus mempersiapkan diri jika nantinya suamiku akan menceraikanku karena setahuku para wanita perusak rumah tangga orang akan mengusir istri pertama dengan menyakitkan dan tak sulit mengusirku bagi Calya. "Kamu jahat, Mas. Kalau kamu menikahiku hanya untuk memberiku luka, kenapa kau harus mempertahankan pernikahan ini dan membuatku jatuh cinta sedalam-dalamnya padamu?" Tangerang, 18 Desember 2020
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN