2. Langkah Nekad Shaka

985 Kata
Shaka tidak bisa menerima begitu saja keputusan sepihak Nadine. Ia tidak main-main ketika dulu menerima Nadine untuk masuk kedalam hidupnya, menjadi kekasihnya bahkan menemani beberapa malamnya. Ada pertarungan besar di dalam hatinya saat mengambil sebuah keputusan menerima kembali seorang wanita untuk berada di sisinya. Masa lalunya dengan pernikahan yang tidak berjalan lancar menjadikannya begitu hati-hati dalam bersinggungan dengan wanita. Setelah bercerai bahkan tak sekali pun ia memiliki kekasih sampai Nadine datang dan mengacaukan tatanan hatinya. Satu minggu Shaka tak mendapati Nadine mendatanginya sejak ia membiarkannya pergi malam itu. Hatinya resah, ia tak terima jika Nadine benar-benar akan mencampakkannya. Tapi untuk mencari Nadine kerumah orangtuanya dia tidak bisa. Nadine merahasiakan hubungan mereka pada orangtuanya. Shaka tersenyum miris, bagaimana bisa ia mempercayai jika Nadine berniat menjalin hubungan serius dengannya sementara hubungannya saja di rahasiakan dari orang lain termasuk keluarganya. Hari ini Shaka memutuskan datang ke kantor orangtua Nadine di mana wanita itu bekerja. Hanya tempat itu yang bisa dia datangi untuk menemui Nadine karena wanita itu sudah memblokir nomor ponselnya. "Permisi, apa Ibu Nadine-nya ada di tempat?" tanya Shaka pada sekretaris Nadine yang ada di luar ruangan. Meski masih muda Nadine sudah menempati kursi tinggi di perusahaan sejak mulai bekerja di perusahaan Ayahnya karena dia adalah anak pertama. "Beliau ada di dalam ruangan. Maaf, apa sebelumnya Bapak sudah membuat janji?" tanya sekretaris itu. "Belum, tapi ada sesuatu yang mendadak dan sangat penting. Silahkan tanyakan lebih dulu pada beliau, mengizinkan saya untuk masuk atau tidak. Kalau tidak buatkan janji pada saya untuk bertemu lain waktu." Sekretaris wanita itu mengangguk lalu menghubungi Nadine via telepon. "Maaf, Pak. Beliau sedang sibuk dan tidak ingin di ganggu." "Lalu kapan saya bisa bertemu?" "Beliau mengatakan lain waktu saja, Pak." "Baiklah." Shaka keluar dari sana. Tapi bukan berarti menyerah untuk bertemu Badinr. Ia tahu di mana Nadine memarkirkan mobilnya dan akan menunggunya di sana. Shaka menunggu Nadine keluar dari kantor hampir tiga jam lamanya. Tepat setelah Nadine membuka kunci mobilnya ia segera membuka pintu dan masuk. "Loh, Om? Kok ada di sini?" Nadine terkejut ketika masuk dan duduk di mobil mendapati seseorang sudah duduk di sebelah kursi kemudinya. Dengan sigap Shaka merampas kunci mobil di tangan Nadine dan mengunci pintu agar wanita itu tidak dapat kabur. "Tukar tempat, saya yang akan menyetir mobilmu." "Enggak! Siniin kunci mobilnya dan lebih baik Om Shaka keluar sekarang. Urusan kita sudah selesai." "Apa sekarang kamu menganggap hubungan kita itu hanya sebuah urusan, Nadine? Apa kamu sudah lupa siapa yang memulainya?" tanya Shaka. "Aku tidak lupa, tapi mengakhirinya apa itu sebuah kesalahan?" "Iya. Karena dengan begitu kamu mempermainkan perasaanku, Nadine." "Tapi Om Shaka tidak rugi apa-apa disini. Aku tidak akan menuntut apa pun, tidak akan mengungkit apa yang sudah kita lakukan dan meminta bayaran. Selama ini aku juga tidak pernah meminta uang apalagi di belanjakan sama, Om. Tolong Om, aku hanya ingin kita berpisah," jelas Nadine sekali lagi. "Masalah uang dan lainnya bukan saya tidak pernah berniat memberi tapi kamu yang selalu menolaknya dengan alasan harga diri," jawab Shaka tegas. "Apa selama ini kamu menjalani hubungan tanpa perasaan sehingga dengan mudah meminta perpisahan, Nadine? Apa di setiap desahanmu hanya ada nafsu belaka?" Nadine melayangkan tamparan di pipi Shaka. Apa yang di katakan laki-laki itu menyinggung hatinya. "Aku tidak akan melepaskanmu dengan mudah, Nadine," ucap Shaka dengan nada dingin. Shaka menarik tubuh Nadine untuk bertukar kursi dengannya. Shaka akan membawa Nadine ke apartemennya. Ia ingin lebih leluasa berbicara dengan wanita yang belakangan ini begitu memenuhi kepalanya. Untuk pertama kalinya Shaka bertindak sedikit kasar pada Nadine ketika wanita itu hendak menolak masuk kedalam unitnya. Shaka menarik tangannya sedikit keras. "Mari kita akhiri hubungan kita di tempat ini Nadine. Tempat di mana kamu merayuku sampai akhirnya kita tidur bersama untuk pertama kalinya." "Kita sudah selesai dan aku tak ingin, Om." "Kamu lupa Nadine? Kamulah yang sudah membangunkan dia dari tidur panjangnya," ucap Shaka mengingatkan. Dulu dia sudah mewanti-wanti agar Nadine tidak coba-coba menyentuhnya tapi perempuan itu bandel sekali. "Maaf, Om." Nadine meluruhkan tubuh ke lantai. Air matanya berderai, keinginannya hanya ingin memutuskan hubungan dengan Shaka, tapi kenapa sesulit ini. Shaka menjambak rambutnya kasar, ia paling tidak bisa melihat wanita menangis. Shaka ikut berjongkok di lantai. Membawa Nadine kedalam pelukkannya. "Katakan dengan jelas apa alasanmu meminta perpisahan Nadine?" Nadine menggeleng. Ia tak bisa menjawab jujur apa alasannya. Jangankan Shaka, Ayahnya sendiri pun tidak tahu hal buruk di masa lalu yang membuat hidupnya terpuruk. "Nadine, apa kamu cemburu karena saya mengajakmu makan siang bersama anak dan mantan istri saya dua hari yang lalu?" tanya Shaka mencoba menebak. Biasanya wanita super sensitif dan ia takut tindakannya mengajak Nadine bertemu anak dan mantan istrinya salah dan membuat Nadine tidak nyaman dan memilih berpisah. "Tiana sudah menikah lagi, sudah tidak ada hubungan spesial apapun di antara kita, tolong mengerti, Sayang." Nadine merasakan kepalanya sakit. Kepalanya tak mamou di ajak berpikir terlalu keras. Ia lalu melepas paksa pelukkan Shaka. Mencoba berdiri hendak keluar dari kamar itu. "Aku nggak punya alasan pasti, tapi kita harus pisah dan jangan cari aku lagi." Shaka menarik tangan Nadine dan mendorongnya sampai jatuh telentang di atas ranjang. Tubuh kecil Nadine tak mungkin bisa melawannya. Sebelumnya ia tak pernah mengeluarkan kekuatan dari tubuhnya untuk menggagahi Nadine. Tapi malam ini ia kalap, benci dengan kata-kata dan tatapan dingin Nadine padanya yang seolah-olah dirinyalah yang bersalah. "Kurang mengerti apa saya selama ini Nadine? Saya sudah menuruti semua keinginanmu. Dan hubungan ini ada karena keinginanmu." Nadine memejamkan mata ketika Shaka melepas pakaiannya. Ia tahu apa yang akan Shaka lakukan padanya. Mereka biasa melakukannya, tapi dengan keadaan dan raut wajah Shaka yang seperti ini baru pertama kali. Meski tidak bisa menikmatinya, tapi Nadine membiarkan Shaka tetap melakukannya. Sakit memang saat milik Shaka memasuki tubuhnya tanpa kesiapan. Tapi ia masih bisa menahannya. Akan tetapi hati Nadine murka ketika ia merasakan sesuatu menyembur ke dalam tubuhnya, Nadine menyadari sesuatu, Shaka bertindak nekad dan Nadine benci itu. Apa yang di lakukan Shaka mengingatkannya pada perbuatan bejad orang di masa lalunya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN