“Siapa wanita selingkuhannya? Jika kamu tahu, harusnya kamu katakan padaku, Lusi ....” Nina memaksa adik tirinya tersebut menjawab.
Namun Lusi langsung merapatkan bibirnya, karena takut salah berbicara. Apa jadinya jika Nina mengetahui Luna dan Andre berselingkuh di belakangnya?, pikirnya kasihan.
“Lusi ...? Kenapa diam? Aku yakin kamu mengetahui sesuatu,” kata Nina memaksa.
Sebuah senyuman langsung buru-buru ditampilkan. Lusi tidak ingin Nina semakin cemas. “Tidak kak. Aku hanya curiga.” Akhirnya Lusi tidak tega dan meralat kata-katanya.
Kedua mata Nina menyipit. “Yakin?”
“Aku hanya curiga pada Andre ... Dia berselingkuh di belakangmu,” kata Lusi menjawab. Menyembunyikan sebuah nama yang sangat sulit diucap.
“Bagaimana bisa kamu menyimpulkan hal sensitif begini Lusi? Ini semua hanya perasaan dan curigamu saja. Belum tentu benar,” sahut Nina sembari tersenyum pahit.
Lusi menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Lalu ia berdeham kikuk. “Kak ... Saat di rumah sakit, aku tanpa sengaja mendengar Andre berbicara mesra dengan seorang perempuan. Dia tidak sadar bila pintu ruangannya terbuka dan aku akan masuk. Aku mendengar dengan jelas, dia memanggil sayang sebuah nama.”
“Siapa namanya? Kamu mendengar sebuah nama kan?”
“Aku lupa kak,” jawab Lusi cepat sembari tersenyum pahit. “Aku lupa siapa nama yang disebutkan Andre ketika itu. Dan saat dia melihatku dari celah pintu yang terbuka, Andre buru-buru mengakhiri panggilannya. Sungguh mencurigakan.” Lusi mengenang tentang semua yang pernah dilihatnya.
Hening.
Mereka hanya saling bertatapan.
Dan untuk beberapa saat hanya kebisuan yang menyelimuti.
Nina merasa aneh, karena seharusnya jika memang Andre berselingkuh dan Lusi mengetahui semuanya, kenapa perbincangan seperti ini tidak pernah terjadi di antara mereka?
Kenapa aku melewati hal yang begini di masa depan?
Kenapa?
Apa ini memang benar terlewat?, tanya Nina di dalam hatinya.
Bahkan saat kematian Andre dan Luna, Lusi juga tidak membicarakan apa-apa!
“Kamu pasti salah dengar ....” Akhirnya suara Nina terdengar kembali setelah mereka sama-sama diam dan saling menatap. Sebentar wajah mereka sama-sama kaku dan panik, tapi setelah itu Nina berusaha tertawa agar suasana di antara dia dan Lusi tidak sampai lebih kaku. “Ada-ada saja kamu Lusi ... Pasti kamu salah dengar. Aku yakin Andre tidak akan macam-macam di belakangku. Sudah jangan membahas ini lagi. Mau ikut aku tidak?” Nina berdiri dari duduknya.
“Ke mana?” Manik mata Lusi mengikuti gerakan Nina yang tiba-tiba beranjak dari duduknya itu.
“Ke tempat pemotretan Luna. Aku ingin mengejutkannya. Pasti dia senang jika melihat kita datang sembari membawakannya makanan,” jawab Nina sembari tersenyum lebar.
Lusi menghela nafas panjang. “Oke kak, aku juga ikut,” jawabnya setengah lesu.
***
Suara riuh dan hiruk pikuk terdengar menggema di ruangan berukuran lima kali sepuluh meter ini. Sang fotografer sedang menata angle dan mengintruksikan pose yang akan digerakkan oleh Luna.
“Oke sip!” Fotografer itu berteriak dan menjepretkan kamera besarnya. Sedikit memutar-memutar bagian ujung bulat depannya yang panjang.
Senyuman indah merekah ke arah kamera. Luna tampak sangat cantik dan sexy dengan pulasan make up dan gaun merah panjang, model punggung terbuka tersebut.
Dari salah satu sofa sepasang netra pria maskulin mengamati Luna sembari tersenyum penuh kagum.
Setelah sesi foto berakhir, Luna langsung bergegas menuju ke arah Andre duduk dan langsung merangkul pundak lebarnya. “Lama nunggu aku? Maaf ya ....”
Andre menggelengkan kepalanya. “Tidak. Biasa aja. Malah aku senang saat melihatmu tersenyum ke arah kamera. Terlihat sangat cantik,” pujinya sembari mengecup bibir Luna yang berpoles lipstik merah. Mereka tidak malu berciuman di tempat umum seperti ini.
Orang-orang di sekitar mereka, terlihat tidak terganggu dengan kemesraan yang disuguhkan. Bahkan rekan-rekan Luna sudah hafal betul dengan kehadiran Andre yang kerap menemani Luna menjalani sesi pengambilan gambar.
“Sudah selesai fotonya?” tanya Andre ketika sudah puas memagut bibir indah Luna.
Luna menganggukan kepalanya pelan. “Aku ganti pakaian dulu.”
“Ya sudah cepat sana, ganti pakaianmu. Aku akan menunggu di sini.”
“Memang kita mau ke mana?” tanya Luna dengan manik mata penuh tanya.
“Merealisasikan janjiku,” jawab Andre sembari tersenyum simpul.
“Pernikahanmu dan Kak Nina batal?” Luna terlihat senang.
“Tentu saja bukan itu. Astaga ... kumohon Luna, sudah aku bilang, jangan membahas pernikahanku dan Nina. Pernikahan kami tentu saja pasti akan terlaksana. Apa lagi aku sudah bertunangan dengannya selama dua tahun.”
“Tapi aku yang lebih dulu menyukai dan mencintaimu. Bukan Kak Nina ...,” sahut Luna. “Aku tidak sanggup menerima kenyataan menyakitkan ini,” ucap Luna dengan manik mata berkabut. Ia pasti ingin menangis bila mengingat sebentar lagi pria yang ada di hadapannya ini akan resmi menjadi milik orang lain. Yaitu milik kakaknya sendiri.
“Lalu menurutmu apa Nina bisa menerima kenyataan pahit ini, jika tunangan dan adiknya berselingkuh di belakangnya. Aku tidak bisa meniggalkan Nina. Luna kita sudah bahas berulang kali masalah ini. Ayolah ... Kita masih bisa berhubungan walau aku sudah menikah dengan Nina. Bahkan hubungan kita akan lebih mudah karena kita bisa tinggal serumah. Sekarang cepatlah ganti pakaianmu. Kita akan ke pantai. Kita akan menikmati lembayung senja sore ini di pantai.”
“Bukankah malam ini kamu akan fitting pakaian pengantin bersama Kak Nina?” Luna mengingatkan.
“Biarkan saja Nina fitting pakaian pengantinnya. Aku sudah selesai fitting jasku kok. Nina kan bisa pergi bersama Lusi,” jawab Andre yang lelah dan bosan dengan rentetan jadwal acara pernikahan seperti ini.
Luna menaikan kedua alisnya ke atas. “Aku ganti pakaian dulu,” katanya sambil berdiri dan menuju ruang ganti yang berada di ujung ruangan.
Sementara menunggu Luna mengganti pakaiannya, Andre masih menunggu duduk di sofa berwarna biru dan mengambil ponsel yang ada di dalam saku celananya. Ia mulai mencari nama Nina yang disimpannya dengan panggilan ‘Honey’.
Seperti kekasih pada umumnya, Andre menanyakan Nina sudah makan atau belum. Juga dia sekarang ada di mana?
Namun saat balasan pesan chat yang baru diterimanya itu sangat mengejutkan Andre. Nina membalas sebuah pesan bertulis, “Aku ada di tempat pemotretan Luna.”
Andre langsung terkesiap. Bahkan ia berlonjak dari duduk tenangnya. “Astaga!” serunya pada diri sendiri.
− Dan kamu sendiri ada di mana, sayang? –
Andre tidak langsung menjawab. Ia kebingungan untuk menjawab apa. Bagaimana bila mereka bertemu di sini?
Apa yang harus aku katakan pada Nina? Apa alasan aku ada di sini?, tanyanya panik dan cemas.
Bersambung