Anne berdiri dari depan batu nisan anak yang tidak sempat dilahirkannya ke dunia. Matahari semakin terik, sementara ia masih harus kembali ke ladang untuk membajak lahan, agar bisa ditanaminya dengan kentang kembali.
Menggunakan tangannya, untuk menghalau terik matahari Anne berjalan ke luar dari areal pemakaman. Masuk ke dalam mobil pick up nya yang sudah tua, Anne merasa sedikit sejuk dengan adanya pendingin yang ada di dalam mobilnya.
Mobil yang dikemudikan Anne meluncur menuju kota, ia akan membeli bibit dan juga pupuk untuk keperluan di ladangnya. Waktu yang seharusnya hanya ditempuh dalam waktu beberapa menit saja, harus dilalui Anne beberapa jam, karena mobil tuanya yang kerap batuk dan manja.
Dengan gaun usang yang basah, akibat keringat, setelah tadi ia harus mengotak-atik mobilnya yang mogok. Anne masuk ke dalam toko yang menyediakan berbagai macam keperluan pertanian dan pertukangan.
Sialnya bagi Anne, ia harus bertemu dengan pria yang ingin dihindarinya. Ia, bukannya takut dengan pria itu, hanya saja ia sudah muak terus dihina dan direndahkan. Tak bisakah Luke, hanya diam saja melihat keadaan mereka yang sekarang sudah berbanding terbalik, tanpa harus menghina dirinya.
Luke sungguh tidak menyangka akan kembali bertemu dengan Anne di toko ini. Dilihatnya rambut Anne yang panjang terlepas dari ikatannya dan berantakan. Ia bahkan dapat melihat bekas oli di wajah cantiknya.
Gaun tipis dan lusuh yang dikenakannya pun basah oleh keringat. Ketika Anne hendak melewatinya, entah mengapa mulutnya suka sekali untuk menyindir dan menghina mantan kekasihnya itu.
“Bau apa ini, mengapa baunya busuk sekali?, sepertinya ada kotoran yang lewat.” sindir Luke, sambil menutup hidungnya.
Sebisa mungkin Anne menahan air matanya yang hendak menetes. Ia mengepalkan kedua tangannya dan dengan senyum terpaksa yang terbit di bibir seksinya, Anne berkata, “Maafkan saya Tuan, biasanya tidak ada yang mempersoalkan keadaan saya yang seperti ini.”
“Saya pastikan, ini yang terakhir kalinya kita bertemu secara tidak sengaja. Lain kali, saya akan menghindar dan mempersilakan orang terhormat seperti anda untuk menyelesaikan urusan Anda, barulah orang miskin seperti saya.”
Anne lalu menyingkir, ke samping biar Luke bisa lewat ke luar dari dalam toko. Tidak dibiarkannya Luke merendahkan dirinya, ia tidak menundukkan wajahnya. Dengan berani ditatapnya mata Luke, meskipun matanya berkaca-kaca, karena terluka akibat kata-kata Luke. Rasa luka itu ada, tetapi tidak akan dibiarkannya harga dirinya terus direndahkan.
Luke tidak menyangka, kalau Anne akan berani melawannya. Ia tercekat melihat Anne yang dengan percaya dirinya menatap ke arahnya dengan mata yang berkaca-kaca dan luka yang tidak disembunyikannya.
Setelah Luke ke luar dari dalam toko tersebut, Anne pun masuk ke dalam toko dan membeli perlengkapan dan peralatan perkebunan miliknya yang perlu diganti. Ia juga membeli kawat berduri untuk memperbaiki pagar miliknya, agar hewan ternak tetangganya tidak masuk dan merusak tanamannya.
Dengan terengah, Anne mengangkat barang belanjaannya dan memasukkan ke dalam bak pick up. Hilang sudah citra Anne yang anggun, lemah lembut dan tidak pernah menyentuh pekerjaan kasar. Semua sudah berubah, yang ada kini hanyalah Anne seorang wanita mandiri yang harus tegar dan kuat, serta mengabaikan penghinaan orang-orang di sekitarnya, karena hanya akan membuat dirinya menjadi hancur, kalau mendengarkan perkataan mereka.
Mengerahkan seluruh tenaganya, Anne coba memasukkan gulungan kawat berduri ke dalam bak pick up, akan tetapi tubuh kurus miliknya membuatnya kesulitan untuk mengangkat ke atas gulungan kawat tersebut. Ketika membawa ke luar dari dalam toko tadi ia menariknya menggunakan tali.
Anne sudah hendak naik ke atas bak pick up miliknya, tetapi ada sebuah tangan kokoh yang dengan tiba-tiba terulur mengambil gulungan kawat berduri tersebut dari tangan Anne.
Anne menolehkan wajahnya dan begitu mengetahui, siapa orang yang hendak menolongnya, ditariknya kembali gulungan kawat tersebut.
“Diam, Anne!, aku hanya mencoba untuk menolong seorang wanita lemah yang tidak berdaya ini, dari cedera yang disebabkan oleh kebodohannya.” kata Luke mengejek Anne.
“Terima kasih, Tuan!, tetapi wanita bodoh dan lemah ini tidak memerlukan pertolongan dari Anda.” sahut Anne, kembali mencoba untuk menarik kawat tersebut, sehingga tangannya menjadi terluka, terkena ujung kawat yang tajam.
Mengabaikan rasa sakit, akibat dari kawat berduri tersebut, Anne berhasil menarik lepas dari tangan Luke. Dilemparkannya gulungan kawat itu ke tanah dan ia pun melompat naik ke atas pick up. Ia lalu menarik tali yang tadi diikatkannya pada kawat tersebut, hingga naik ke atas bak pick up.
Tak dipedulikannya, mata tajam Luke yang mengawasi setiap pergerakannya. Ia juga tidak peduli dengan darah yang menetes akibat luka goresan tadi. Selesai meletakkan dengan rapi kawat tersebut, Anne pun hendak melompat.
Akan tetapi dengan sigap Luke menghampirinya dan mengangkat dirinya. Dengan perlahan Luke menurunkan Anne, hingga kakinya menginjak tanah.
Dengan cepat Anne menjauh dari Luke dan ditatapnya Luke dengan tajam, “Dengar Tuan Yang Terhormat, jangan lagi anda kotori tubuh suci anda dengan menyentuh wanita hina seperti saya dan saya tidak akan mengucapkan terima kasih, karena saya tidak meminta dan mengharapkan pertolongan dari anda.
Selesai mengucapkan kalimat tersebut, Anne dengan cepat masuk ke dalam mobilnya dan hendak menutup pintu mobilnya. Namun, kembali Luke dengan seenaknya mengangkat tubuh Anne dan ia tidak merasa berat sama sekali.
Anne meronta di gendongan Luke, ia tidak mengerti mengapa pria yang baru saja menghina dirinya ini, sekarang malah menolong dirinya.
“Diam Anne, atau aku akan menjadi marah dan melakukan hal yang akan kau sesali!” ancam Luke, yang secara otomatis membuat dirinya menjadi diam.
“Diam Anne, atau aku akan menjadi marah dan melakukan hal yang akan kau sesali!” ancam Luke, yang secara otomatis membuat dirinya menjadi diam.
Luke membawa Anne menuju mobil mewah miliknya, ia menurunkan Anne di jok penumpang dan dengan kasar berkata, “Luka di tanganmu harus diobati, kalau tidak akan terkena infeksi dan kau bisa kehilangan tanganmu. apakah kau mau kehilangan tanganmu?”
Anne hanya diam saja, ia membiarkan saja ketika Luka menarik pelan tangannya ke luar dari dalam mobil, lalu membasuhnya dengan air mineral dalam botol. Seolah menikmati melihat Anne yang harus menahan rasa sakitnya, Luke membasahi kapas dengan cairan betadine.
Mata Luke, sesekali melihat ke arah Anne. Ia sadar, kalau Anne pasti menganggapnya kasar dan tidak berperasaan. Hanya saja, jauh di lubuk hati kecilnya Luke masih peduli dengan Anne.
Anne hampir meneteskan air matanya. Ia mengutuk Luke yang dengan tega mempermainkan perasaannya, Begitu Luke selesai mengobati luka di tangannya. Anne manarik tangannya dari pegangan Luke.
Dengan suara serak, Anne mengucapkan terima kasih kepada Luke. Ia lalu melangkahkan kakinya ke luar dari mobil dan tanpa menoleh ia berjalan dengan cepat masuk ke dalam mobil tua miliknya.
Dinyalakannya mesin mobil menjauh dari pandangan mata tajam Luke. Setelah dirasanya aman dari Luke, Anne menghentikan mobilnya di pinggir jalan dan dibiarkannya air matanya mengalir dengan deras,
“Sialan kau Luke!, mengapa kita menjadi seperti ini, setidaknya kalau bukan sebagai kekasih kita bisa menjadi teman. Namun, kau menjadikan diriku sebagai musuh.”
Anne mengusap dengan kasar air matanya, lalu menyalakan kembali mesin mobil menuju ke rumahnya. Sesampainya di rumah, Anne mematikan mesin mobil dan menurunkan barang-barang belanjaannya.
Tidak ada waktunya bagi Anne untuk bersikap cengeng dan lemah, ia harus bersikap tegar dan kuat. Cukup tadi, ia membiarkan Luke menolongnya. Tidak akan ada lain kali, lebih baik ia kesakitan daripada ditolong oleh Luke.
Menggunakan tenaganya yang tidaklah terlalu besar, Anne menyeret barang belanjaannya dan memasukkannya ke dalam gudang. Besok, pagi-pagi sekali ia akan mulai bekerja, agar tidak kepanasan, karena sekarang sudah memasuki musim panas.
Tubuh Anne kembali basah oleh peluh, akan tetapi ia tidak peduli. Ia berjalan menuju ladang untuk memanen kentang yang tersisa. Semoga saja, masih ada banyak kentang yang bisa ia panen, karena keuangan mereka sudah menipis, setelah digunakannya untuk belanja tadi.
Menggunakan penutup kepala dan sarung tangan, Anne mulai mencongkel umbi kentang dan memasukkannya ke dalam keranjang.
Sementara itu, setelah kepergian Anne dari dalam mobilnya. Luke menyesali tindakan impulsif dirinya yang menolong mengobati luka di tangan Anne. Ditatapnya kepergian Anne yang tergesa dari dalam mobilnya.
Dapat dilihatnya tadi, Anne menahan tangisnya. Ia juga merasa sakit melihat Anne terluka karena ulahnya. Ia pun menyalakan mesin mobilnya, menjauh dari parkiran toko.
Luke sampai di rumahnya yang sedang mengalami renovasi, dilihatnya asistennya Billy sedang memberikan perintah kepada beberapa tukang yang bekerja.
Entah mengapa, Luke merasa perlu untuk melihat Anne kembali. Seolah ada magnet yang membuatnya tidak bisa menjauh dari Anne. Meskipun, ketika berada di dekat Anne, ia akan bersikap sangat kasar.
Berdiri di depan pagar pembatas antara tanahnya dengan tanah yang ditempati oleh Anne dan ayahnya. Ia dapat melihat Anne yang menyeret keranjang berisikan kentang yang baru dipanennya. Ia juga melihat ayah Anne datang untuk membantunya.
Dada Luke berdesir, ketika senyum manis Anne yang tidak diperlihatkannya lagi di hadapannya. Namun, kini ia bisa melihat senyum itu, meskipun hanya dari jauh saja, tetapi sama seperti dahulu dapat menggetarkan hatinya.
Luke mengepalkan jemarinya, ketika ia melihat ada seorang pria yang mendekati Anne dan mengajaknya berbicara. Dikepalkanya tangannya ke arah udara, ketika ia melihat Anne justru memberikan senyumnya untuk pria tersebut.
Ia merasa cemburu, karena bukan dirinyalah yang mendapatkan senyuman dari Anne.Ia tidak bisa menerima, kalau Anne terlihat berbahagia dengan orang lain. Luke memilih menjauh, karena ia tidak suka dengan apa yang dilihatnya.
Berjalan kembali ke arah rumahnya, dengan angin sore yang berhembus, sedikit mendinginkan kepalanya yang terasa panas. Ia berjalan menghampiri Billy, “Bagaimana kemajuan renovasi rumahku?” tanya Luke.
Billy yang tengah mengawasi jalannya proyek pun menolehkan kepalanya ke arah Luke, “Semua berjalan dengan lancar, dalam waktu dua hari lagi akan sampai pada tahap akhir dalam proses renovasi ini.”
Luke merasa senang mendengar laporan dari asistennya itu, dengan selesainya proses renovasi, ia akan bisa fokus pada pekerjaannya dan dengan demikian ia tidak akan memikirkan untuk mendekati Anne lagi.
Masuk ke dalam rumahnya yang belum sepenuhnya selesai direnovasi, ia menuju ke dalam kamarnya yang sudah selesai direnovasi. Ia lalu masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan badannya.
Selesai mandi, Luke menuju meja kerjanya dan memeriksa email bisnisnya yang sedikit terabaikan semenjak ia bertemu kembali dengan Anne.
Anne yang masih saja menguasai hatinya, meskipun ia marah dan kecewa kepadanya. Sialan memang wanita itu masih saja menguasai hati dan pikirannya. Mulai besok, ia tidak akan bersikap lemah dan baik lagi kepada Anne, seperti tadi yang masih saja diperlihatkan olehnya.
Tidak akan dibiarkannya lagi, Anne mengusik hati dan pikirannya. Ia tidak boleh tergoda lagi dengan wajah lembut dan cantik Anne, karena di balik wajah cantiknya ia hanyalah seorang wanita yang jahat.
Luke pun mengalihkan pikiran dan fokusnya pada bisnis property miliknya, yang ia rintis dengan kerja keras dan kegigihan.
Usahanya untuk memindahkan bisnisnya dari tempat yang lama tidak mengalami kesulitan sama sekali. Orang-orang di sini, sepertinya mengabaikan skandal di masa lalu yang melibatkan antara dirinya dan keluarga McGreggor, selama ia mempunyai uang.
Uang begitu berpengaruh di mata orang-orang yang berpikiran sempit. Lihatlah, bagaimana sekarang mantan kekasihnya itu. Setelah ia jatuh miskin, tidak ada orang-orang yang dulu dekat dengannya dan mengaku sebagai sahabatnya menawarkan bantuan.
Keluarga McGreggor sekarang harus hidup dalam cemoohan orang-orang, yang dulu menaruh hormat kepada mereka. Hanya karena, sekarang keluarga itu sudah tidak memiliki apapun lagi yang bisa mereka banggakan.
Luke meletakkan pulpen yang sedang dipegangnya, kembali ia teringat dengan Anne, meskipun sudah jatuh miskin. Mantan kekasihnya itu, tetap terlihat menawan dan kuat, Ia tidak terlihat menjadi seorang wanita yang menyedihkan dan putus asa.
“s**t!, mengapa aku masih saja teringat dengan Anne?” umpat Luke, sambil melemparkan botol whiskey yang ada di atas mejanya ke dinding kamarnya, hingga cat dinding yang tadinya berwarna putih bersih, menjadi ternoda dengan warna coklat.
Merasa tidak akan bisa melanjutkan pekerjaannya, Luke dengan kesal berdiri dari duduknya dan berjalan ke luar dari dalam kamarnya dan menghampiri Billy, yang sedang duduk bersama dengan beberapa orang tukang, sambil menikmati pizza.
Luke duduk bergabung dan ikut menikmati pizza bersama dengan mereka. Beberapa menit kemudian, Luke bangkit dari duduknya. Ia penasaran, apakah pria yang tadi dilihatnya, masih bersama dengan Anne.
Dengan tangan yang dibenamkan di dalam saku celana, Luke berjalan menuju pondok yang ditempati oleh Anne. Sesampainya ia di dekat pondok tersebut, ia hanya diam saja menatap ke arah pintu dan didengarkannya ada suara-suara dari dalam rumah tersebut.
Luke harus menahan dirinya untuk tidak mendobrak paksa pintu rumah Anne, ketika didengarnya suara ketawa khas Anne dan juga suara tawa seorang pria yang bukanlah ayah Anne. Dirinya mengenali suara ayahnya.
“Mengapa kau bisa tertawa bahagia, Anne!, kau bilang kau masih mencintai dan menungguku. Namun, apa buktinya?, sekarang kau tertawa bahagia bersama dengan pria lain.” rutuk Luke dengan geram.
Ia langkahkan kakinya menaiki undakan tangga rumah Anne. Selama beberapa saat, ia hanya diam di depan pintu rumah tersebut dan saat tangannya terulur untuk mengetuk pintu. Dari arah dalam rumah, pintu terbuka, dengan Anne berdiri tepat di hadapan Luke.
Keduanya hanya diam saja, dengan tatapan yang saling terpaku. Roman muka Luke, memperlihatkan kemarahan yang tidak disembunyikannya kepada Anne.