"Sejak kapan kalian kenal?" tanya Bianca heran.
Angel tanpa sengaja melihat ke arah mobil hitam yang terparkir tak jauh dari mobil Bianca. Dia melihat Giandra yang melambaikan tangan ke arahnya. Sembari tersenyum menggoda padanya. Angel, memutar matanya malas. Dia memalingkan wajahnya acuh. Rasanya ingin sekali melemparinya batu sekalian. Dia tidak suka dengan laki-laki yang mencoba mendekatinya. Dengan begitu beraninya. Tanpa sopan santun sama sekali.
"Apa yang kamu lihat?" tanya Bianca. Saat wanita itu menoleh ke belakang. Giandra sudah menutup kaca mobilnya. Dan, menyalakan mesin mobilnya. Seakan dirinya sudah bersiap untuk pergi. Bianca tidak tahu siapa yang dilihat oleh Angel tadi.
"Udah, ayo masuk ke mobil. Kita bicara di mobil saja. Aku malas ada disini terlalu lama." kata Angel, kesal.
"Oke, oke.. Baiklah!" Bianca segera berlari kecil memutar depan mobilnya. Dan, segera membuka pintu mobil, melangkah masuk ke dalam. Dia duduk di kursi pengemudi. Kali ini dirinya yang selalu mengemudi mobilnya sendiri. Tanpa sopir yang selalu menemani. Bianca mulai memegang setir mobilnya. Dia begitu lihainya. Segera mundur ke belakang. Dan, melesat melaju ke jalan raya. Dia melaju dengan kecepatan sedang. Sembari melirik ke arah Angel.
Wajah wanita itu terlihat begitu tegang. Dia terus melamun. Entah apa yang ada dipikirannya sekarang.
"Angel, kamu belum jawab pertanyaan aku." kata Bianca.
Angel menoleh, dia menyulitkan ujung matanya. "Emm.. Pertanyaan yang mana?" tanya Angel bingung.
"Kan lupa, dari tadi kamu melamun terus sih." gerutu Bianca.
"Aku tadi tanya, sejak kapan kamu mengenal Giandra?" tanya Bianca.
"Kemarin di pesta pernikahan. Aku tidak sengaja bertemu dengannya. Aku kira dia pendiam dan baik. Ternyata, aku tidak tahu jika laki-laki itu ternyata berani juga." kata Angel, sembari menghela napasnya. Merasa kesal jika membayangkan apa yang akan dilakukan Giandra tadi.
Bianca tersenyum tipis. "Sepertinya dia tertarik denganmu." ucap Bianca.
"Tertarik?" Angel seketika tertawa kecil.
"Haha.. Kamu gak papa kan? Lagian aku sama sekali tidak tertarik dengan laki-laki seperti itu. Dia itu gak penting. Sok ganteng, Sok kaya. Dan, bukan sama sekali type aku." jawab Angel sesuai dengan isi hati ya sekarang.
Bianca menghela napasnya. Dia tertegun sejenak. Dalam hati, sebenarnya dirinya merasa iri saat Angel bisa dekat dengan Giandra. Laki-laki yang di suaminya sejak pandangan pertama. Tapi, dirinya rela jika Angel juga suka dengannya. Apalagi Angel tidak pernah jatuh cinta lagi sekarang. Rasa trauma dalam hatinya mungkin masih tersisa sejak dia ditinggalkan oleh kekasihnya dulu. Sekarang, dia lebih suka sendiri.
Bianca melirik ke arah Angel. Dia tersenyum tipis. Saat Melihat Angel. Bianca merasa kasihan dengan Angel.
"Em... Kamu yakin Ngel, jika kamu tidak suka dengannya?" tanya Bianca menggoda, dia tersenyum sembari menolak lengan Angel. Tak hentinya Bianca memojokkan wanita itu.
"Bianca, udah deh. Aku itu tidak suka dengannya. Mana mungkin aku suka dengan laki-laki seperti itu." Angel memutar matanya malas, dia menoleh menatap ke arah jendela kaca yang tertutup. Melihat lalu lalang kendaraan yang melintas melewati mobil Bianca.
Bianca tidak berhenti tertawa. "Jangan bicara seperti itu. Awas kamu kemakan dengan omongan kamu sendiri. Gimana jika nanti, kamu suka dengannya. Bahkan mulai bucin padanya. Aku yakin, kamu tidak bisa lepas darinya." cerca Bianca yang tak hentinya terus menggoda Angel.
Bianca melirik ke arah Angel dia menarik sudut bibirnya membentuk senyuman. Namun tak terlihat jelas.
Angel beruntung ya laki-laki yang aku suka dekati dia. Tapi, gak papa. Mungkin memang aku tidak seberuntung Angel. Kasihan juga dia tidak pernah merasakan cinta setelah disakiti oleh kekasihnya. Dia mungkin masih trauma.Sapa tahu laki-laki itu bisa menyembuhkan trauma Angel. Aku akan dukung dia nanti.
Sampai mereka tak sadar. Mobil Bianca sampai di apartemen barunya. Dia baru saja membeli apartemen mewah dengan dua kamar tidur di pusat kota. Dia hanya ingin pergi dari rumahnya. Agar bisa bebas dengan kegiatannya sekarang.
"Sampai?" tanya Angel.
"Eh.. Iya, hampir lupa." kata Bianca yang baru menyadarkan dirinya dari lamunannya.
"Ayo, turun. Sekalian bawa bahan makanan. Nanti kita masak di dalam." ucap Bianca. Angel menoleh ke belakang.
"Belanjaan kamu banyak?" tanya Angel. Melihat ke belakang. Tanpa dia sadari begitu banyaknya belanjaan Bianca.
Bianca tersenyum sumringah. "Hehe.. Memang aku bawa kamu ke sini. Sekalian bantuin aku. Aku akan baru saja pindah. Terus gak ada stok makanan dan minuman. Jadi sekalian aku belanja. Kamu bantu aku ya." kata Bianca menaik turunkan alisnya. Senyum tipis terukir di wajahnya.
Angel menghela napasnya. Mau tak mau dia juga harus membantu temannya itu. Bahkan, dia sudah menganggap Bianca lebih dari teman. Bianca sering menginap di rumah Angel saat Bianca sedih atau dia sedang patah hati dengan kekasihnya. Bagi seorang Bianca yang profesional sebagai model. Dia juga sering sekali berganti pria kencan. Entah apa yang di pikirannya. Begitu mudahnya jatuh cinta sama laki-laki.
"Baiklah, buat kamu aku bantu." kata Angel.
"Kamu memang temanku paling baik." Bianca memeluk tubuh Angel beberapa detik, lalu melepaskan kembali.
Mereka segera membawa belanjaan. Bahkan kedua tangannya masih membawa dua kantong plastik. Dan, di dekapannya juga sudah penuh dengan satu kantong plastik. Jalan Bianca tertutup oleh kantok plastik itu.
"Angel, kamu dimana," tanya Bianca. Angel yang melangkah lebih cepat. Dan Bruk, Bianca tak sengaja menabrak seseorang barang belanjaan dalam dekapannya hampir setengah jatuh.
"Astaga... Kalau punya mata hati-hati sudah tau aku bawa barang belanjaan banyak. Main tabrak gitu aja." kesal Bianca.
"Maaf! Maaf!" ucap laki-laki itu. Dia segera membereskan beberapa buah yang berserakan di lantai. Masukkan semuanya ke dalam tas.
"Emm Boleh bantu kamu. Aku bawa salah satu kantong plastik milik kamu." kata laki-laki itu. "Itung-itung ganda permintaan maaf akh padamu. Aku sudah salah tadi." ucapnya.
Bianca yang merasa sangat lelah. Di menghela napasnya. Dan, memberikan kantong plastik besar dalam dekapannya kedelapan laki-laki di depannya.
"Bawa ini dan bantu aku pergi ke apartemen." kata Bianca.
"Baiklah!" kata laki-laki itu. Bianca mulai melihat wajah laki-laki itu dari samping. Kedua ujung matanya menyipit. Dia terlihat sangat familiar dalam pandangan matanya.
"Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Bianca. Laki-laki itu menoleh, dia melihat wajah cantik di depannya. Jantungnya mulai berdetak hebat. Iya, bukankah dia adalah model yang di kagumi olehnya. Damar tersenyum tipis. Tak menyangka jika dirinya bertemu lagi tak sengaja dengan Bianca.
"Kamu Bianca model itu, kan?" tanya kaki-laki itu.
"Oh, ya kenalin aku Damar." kata Damar mengulurkan tangannya. Bianca terdiam sejenak, dia terus mengamati wajah terlihat seperti bukan Dana. Membalas uluran tangan Damar.
"Emm Iya, sekarang aku mulai ingat bukanya kamu yang ada di hotel kemarin waktu acara?" tanya Bianca.
Damar menarik ujung bibirnya. Seketika sebuah senyuman tipis terukir di bibirnya. Dia menganggukan kepalanya dua kali.
"Ternyata kamu masih ingat Aku pernah kenalan dengan kamu. Mata bertiga sama teman di rumah aja buat bisik jauh lebih lagi." nata Bianca.
"Kenapa kamu marah, lagian aku makan pagi atau tidak terserah aku. Aku juga tidak masalah. Mau bawa makannya pulang atau tidak." ucap Damar aneh.
"Oh, ya! Maaf!" kata Bianca tersenyum palsu.
"Ya, udah! Jalan bawa ini ke apartemenku." Bianca mulai melangkah ke pelan memberi tahu jalan ke apartemennya pada Damar.