Cemburu melihat mereka

1565 Kata
Setelah pemotretan pertama selesai. Bianca beristirahat sejenak di ruang ganti. Sambil berbincang dengan sahabatnya. Hari ini manajernya belum juga datang. Bahkan asistennya juga. Entah kemana mereka pergi. Bianca terus menghubunginya. Ingin marah pada mereka berdua. Tetap saja mereka beralasan sibuk dan tidak bisa datang sekarang. Kedua orang itu terus meminta maaf lewat telepon. Namun Bianca sudah terlalu kesal dengan mereka. Dia bahkan tidak berhenti terus menggerutu kesal. Mengumpat berkali-kali. Bahkan u*****n hewan seluruh kebun binatang sudah dia sebutkan. Sementara Angel yang duduk di sofa hanya diam menggelengkan kepalanya. Heran dengan yang dilakukan Bianca. Bianca menghela napasnya. Dia teringat apa yang dilakukan oleh Diego tadi. Bainca duduk di sofa samping Angel. "Lain kali jangan buat acara lagi dengannya. Aku tidak mau jika bekerja sama dengannya. Lama-lama dia membuat aku kesal." gerutu Bianca, tak hentinya dia terus bergumam kesal, bahkan di setiap langkah terus saja bergumam tak jelas. "Kamu tau gak, dia mencoba untuk menggodaku. Bahkan berani terus terang menyentuhku. Jika tadi aku ada bukti jika dia melecehkanku. Akan aku laporkan dia ke polisi." umpat kesal Bianca. Dia menghela napasnya kesal. Duduk dengan wajah yang belum penuh amarah. "Apa yang kamu katakan? Dia sudah dua kali mencoba menggodaku. Tadi di lift. Sekarang di kolam." ucap Angel. Dia duduk di samping Bianca. "Tapi, kamu serius?" tanya Angel mencoba memastikan. "Kenapa juga aku bohong, lagian dia dari awal sudah mencurigakan. Dia pemilik gedung ini. Pemilik perusahaan. Terus kenapa dia mau jadi model. Dan, ini akan mengurangi reputasinya menjadi Ceo." Bianca mengerutkan keningnya. Dia menggeser duduknya. Duduk dengan tangan kiri di atas. Dan, pandangan mata menatap ke arah Angel. Angel diam, mengerutkan bibirnya. "Benar juga yang kamu katakan. Tapi, kenapa dia mendekati kamu." ucap Angel. "Kamu ingat tidak, pertama kita bertemu dengannya. Dan, tiga orang laki-laki itu sengaja mendekati kita. Atau, salah satu dari mereka memang punya niat buruk." ucap Bianca, entah kenapa dia merasa ada yang janggal pada tiga laki-laki itu. Tapi, disisi lain. Dia ingin berharap jika temannya yang ingin dia suka. Angel hanya diam, dia mencoba mengingat dimana saat mereka pertama kali bertemu. Giandra, juga entah kenapa dia selalu mendekatinya. Angel menghela napasnya. "Benar apa yang kamu katakan. Kamu tahu Giandra. Dia juga sering sekali bertemu dengan. Apalagi saat di pernikahan temanku. Dia datang, dan tiba-tiba mengajakku bicara berdua." "Giandra?" kedua mata Bianca membuka matanya lebar. "Kamu yakin?" lanjutnya, dia mencoba memastikan. "Apa Giandra sering sekali mendekatimu?" Bianca terus saja bertanya padanya Angel. Merasa sangat penasaran sejauh mana Giandra mendekatinya. Bianca merasa hatinya merasa tidak bisa terima akan kenyataan itu. "Tapi kenapa dia mendekatimu?" tanya Bianca. "Entahlah!" mereka duduk saling berhadapan. "Sudahlah, lupakan saja. Lebih baik kita waspada saja. Jika nanti ada sesuatu terjadi pada kita. Kita tidak tahu harus berbuat apa. Kita hanya bisa melaporkan mereka ajukan sampai melecehkan." ucap Angel. "Em.. Ya, sudah lebih baik kita makan siang saja." ucap Bianca. Bianca beranjak berdiri. Dia masih tidak bisa terima dengan apa yang dikatakan Angel. Merasa penasaran dengan Giandra. Bianca segera mengambil ponselnya. Dia mencari tahu informasi Giandra di internet sembari terus berjalan pelan keluar dari ruang ganti. Sementara Angel dia berjalan di belakangnya. "Bianca, apa yang kamu lihat. Kenapa kamu sibuk dengan ponsel kamu. Jika kamu jatuh gimana?" "Bentar!" "Apa sih, yang kamu lihat." Angel mencoba mengintip ponsel Bianca. Dengan cepat wanita itu menyembunyikan ponselnya ke sebelah kiri. "Eits.. Gak jangan lihat dulu. Nanti aku akan ceritakan semuanya padamu." ucap Bianca tersenyum tipis. "Pasti soal laki-laki lagi." ucap Angel. "Emm.. Ada deh." ucap Bianca. Kedua nata Bianca masih saja fokus pada layar ponselnya. Dia tidak peduli siapa di depannya. Tanpa sengaja Bianca menabrak seorang laki-laki yang berjalan berlawanan arah dengannya. Bugh! "Aw--" runtih Bianca. "Shiit... Kamu gak punya mata ya?" kesal Bianca. Bianca mengangkat kepalanya. Dia tak berhenti terus mengumpat kesal. Kedua matanya membulat seketika Saat melihat sosok laki-laki yang ada di depannya. "Giandra?" gumam Angel. Giandra melirik ke arah Angel sekilas. Laku kembali lagi menatap ke arah Bianca. "Kalau jalan di lihat." ucap Giandra. "Eh.. Iya, maaf!" ucap Bianca, dia terbungkam seketika. Tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Seketika amarahnya perlahan mulai mereda. Kedua mata itu tidak bisa menghindar dari wajah tampan di depannya. Banyak laki-laki tampan yang ditaklukkan. Tetapi dia hanya tertarik dengan satu orang yang ada di depannya. "Angel, kamu mau kemana?" tanya Giandra. Pandangan mata laki-laki itu terus saja tertuju pada Angel. "Makan." jawab jutek Angel. "Gimana kalau aku traktir." "Tidak perlu, aku aku pergi sama Bianca." "Baiklah, kita makan bertiga." kata Giandra tak mau menyia-nyiakan untuk terus menatap Angel. "Tanya Bianca, jika dia mau. Maka aku juga mau." ucap Angel. Giandra menatap ke arah Bianca. "Gimana?" tanya Giandra. "Terserah kamu saja." ucap Bianca. "Baiklah, ayo kita pergi makan di restoran dekat sini." kata Giandra. Dia berjalan tepat di samping Angel. Sementara Bianca dia hanya diam, menatap mereka berdua dari belakang. Meski mereka hanya berjalan tanpa berbicara apapun. Sepertinya mereka masih saling gugup. "Angel, kenapa kamu diam?" tanya Giandra. "Kamu tidak suka jika aku ajak makan," lanjutnya. "Aku bukanya sudah Bilang jika aku nurut apa kata temanku. Lagian apa yang perlu kita bicarakan. Kita bukan teman, kita juga bukan siapa-siapa. Kita tidak saling mengenal sebelumnya. Untuk apa juga aku harus berbicara banyak denganmu." kesal Angel. Giandra hanya diam, dia hanya tersenyum tipis. Sikap Angel yang cuek dengannya. Membuat Giandra semakin penasaran. Dia tidak hentinya terus mendekati Angel. Dengan sikap yang sama. Dia tidak ingin terus terang menggodanya. Itu akan terkesan seperti laki-laki yang agresif. Dan, pasti Angel berpikir negatif tentangnya. Giandra, Angel dan Bianca mereka berjalan menyeberang jalan, menuju ke restoran. Sebuah sepeda roda dua melaju dengan sangat kencangnya di trotoar. "Heh.. Minggir. Minggir." teriak orang itu. Angel menoleh, dia melebarkan matanya. "Angel." teriak Bianca yang mencoba menyelamatkan angel. Tapi dia kalah cepat dengan Giandra yang lebih dulu menyelamatkan Angel. Dia memeluk tubuh Angel, menariknya, hingga tubuh mereka terjatuh di pinggir trotoar. Tangan kiri Giandra melindungi kepala Angel yang hampir saja terbentur trotoar. "Maaf! Maaf!" ucap pengendara sepeda itu. Tanpa berhenti, sedan itu terus melaju sangat cepat. "Sialan! Dia naik seolah tapi membahayakan orang lain." kesal Giandra. Pandangan matanya Melirik ke arah Angel yang masih terbaring di sampingnya. Giandra mengerutkan setengah wajahnya. Menahan rasa sakit yang luar biasa. Di lengan tangan dan punggung tangannya. Akibat benturan keras di trotoar tadi. "Kamu gak papa," tanya Giandra. Dia menatap wanita di depannya. Sementara Angel dia mencoba untuk duduk. Dia menatap sekujur tubuhnya yang terlihat masih baik-baik saja tanpa luka lecet sedikitpun, membersihkan tangannya bergantian. "Makasih!" ucap Angel. "Angel.. Kamu gak papa, kan?" tanya Bianca sangat khawatir dengan keadaan Angel. "Iya, tenang saja. Aku gak papa." ucap Angel. Bianca mengulurkan tangannya. Membantu agar untuk berdiri. Sementara Giandra. Dia beranjak berdiri. Sembari meringis menahan rasa sakit di tangannya. Sebuah goresan di punggung tangan kirinya, berwarna merah. "Makasih, kamu sudah menyalahkan temanku." ucap Bianca. "Iya, sama-sama." ucap Giandra. Bianca mengamati tangan Giandra. Dia mengerutkan keningnya. Mencoba memastikan jika tangan Giandra benar-benar terluka. "Bentar, tangan kamu terluka?" tanya Bianca. Dia segera meraih tangan Giandra. "Tidak, papa. Lagian hanya luka kecil. Lebih baik kita makan saja dulu." ucap Giandra. "Tidak! Sebentar aku akan meminta kita obat nanti di restoran. Sekarang lebih baik segera masuk ke dalam." Bianca terlihat sangat panik. Dia berjalan dengan langkah cepatnya masuk ke dalam restoran itu. Dengan wajah yang terlihat sangat panik. Smenetara Giandra, dia tidak hentinya menatap ke arah Angel. Wanita itu terlihat sangat cuek. "Maaf ya!" ucap Angel, dia menundukkan kepalanya. Merasa sangat bersalah pada Giandra. "Kenapa kamu menunduk. Tidak perlu juga kamu merasa bersalah. Aku yang menolong kamu. Bukan karena kamu yang sengaja membran aku. Lagian aku juga tidak masalah akan hal itu." ucap Giandra. "Tapi, gara-gara aku kamu terluka. Tapi, bentar!" Angel teringat sesuatu. Luka yang berada di punggung tangan itu terlihat semakin merah. Darah tidak bisa keluar begitu derasnya. Angel melihat sebagian gaun yang dipakai. Dia melihat roknya yang memang sedikit panjang di bawah lutut. Angel segera menyobek bagian depan roknya sedikit. "Mana tangan kamu!" ucap Angel. "Buat apa?" tanya Giandra. "Sudahlah, mana!" Angel meraih tangan kiri Giandra. Tanpa banyak bicara lagi. Angel mulai membalut luka yang dibiarkan terbuka itu. Angel membalut lukanya dengan sangat gidaknya hati-hati. Dia menariknya membentuk pita benbentuk bunga di tangan Giandra. "Sudah!" ucap Angel. Melayangkan senyuman manisnya. Giandra menatap ke bawah. Dia melihat rok itu bahkan sudah terlihat di atas lutut. "Kamu tidak masalah pakai rok pendek seperti itu," tanya Giandra heran. "Tidak masalah! Lagian aku juga tidak terlalu suka dengan rok pendek." ucap Angel, dia menarik dua sudut bibirnya. Tersenyum manis menunjukan gigi putihnya. Kedua mata itu ikut menyipit saat Angel mencoba tersenyum. "Makasih!" ucap Giandra. Kedua mata Giandra terus mengamati wajah Angel. Dia tersenyum simpul, melihat Angel yang terus merasa bersalah padanya. "Harusnya aku yang minta maaf!" ucap Angel. "Sudah, lebih baik kita makan. Lupakan saja yang terjadi tadi. Jangan merasa bersalah. Lihatlah wajahmu. Sangat lucu." goda Giandra. Dia menyentuh ujung hidung Angel. "Ih. Apaan, sih!" Angel menepis tangan Giandra. "Kenapa, lucu tau." ucap Giandra. "Gak lucu!" Sementara Bianca melihat mereka dari jauh. Dia yang membawa kita obat memberikan pada Giandra harus mengurungkan niatnya. Bianca menghentikan langkahnya. Menatap mereka yang sedang asyik bercanda satu sama lain. "Ayo, masuk!" ucap Angel pada Giandra. "Ayo," Giandra dan Angel berjalan. Saling berbincang satu sama lain. Langkah Angel terhenti melihat Bianca yang berdiri dengan pandangan mata kosong. "Bianca!" panggil Angel. "Kamu bawa kotak obat?" tanya Angel, menatap kearah kotak obat yang berada di cengkraman kedua tangan Bianca. "Iya, tapi sepertinya kotak ini sudah tidak di perlukan lagi."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN