Angel menatap sekilas wajah Bianca. Sepertinya dia terlihat sangat kecewa.
"Masih bisa dipakai. Gimana kalau aku yang pakai." ucap Angel. Dia meraih kotak obat itu di tangan Bianca. "Lagian Giandra juga belum di obati. Aku hanya membantunya tadi. Lukanya pasti sakit jika terkena angin. Tapi lebih efektif jika mengobatinya dulu. Baru di jalur dengan kain lagi." ucap Angel, dia tersenyum tipis.
Hati Bianca merasa ter koyak-koyak. Ingin rasanya dirinya marah. Tapi tidak bisa berbuat apapun. Dan, Bianca juga tidak ingin marah pada Angel. Alfian dia juga tidak salah. Dirinya saja terlalu perhatian pada Giandra.
"Bianca, gak papa, kan aku pakai ini untuk mengobati Giandra?" tanya Angel.
Bianca menyandarkan dirinya dari lamunannya. Dia membalas senyuman Angel. "Iya, lagian aku juga mengambil kotak obat itu. Bahkan rela minta pada pihak restaurant untuk Giandra. Aku tahu lukanya pasti sakit." pungkas Bianca. Dia menggerakkan jemari tangannya, menahan rasa sakit hati yang terus melilitnya. Bianca menusuk jari telunjuknya dengan kuku jari Jempolnya.
"Kamu kenapa?" tanya Giandra pada Angel. Angel tertunduk menatap kotak obat itu.
"Gak papa, aku obati luka kamu sekarang. Lagian aku yang menyebabkan kecelakaan ini. Kamu sudah menolong aku. Aku tidak bisa membalas kebaikan kamu." ucap Angel menundukkan kepalanya. Lalu mengangkat kepalanya kembali. Kedua mata mereka saling bertemu.
"Tapi, jika kamu butuh sesuatu aku akan siap bantu kamu. Aku berhutang nyawa denganmu." ucap Angel.
"Emm.. Kamu yakin?"
"Iya.."
"Baiklah, temani aku makan. Dan, nanti malam temani aku jalan-jalan. Aku akan jemput kamu nanti." ucap Giandra.
"Oh, ya! Kamu masih tinggal di apartemen Bianca atau kamu tinggal di rumah kamu sendiri."
"Aku masih tinggal di apartemen Bianca. Tapi, aku tidak tahu bisa atau tidak. Karena aku juga harus menemani Bianca. Mana mungkin aku meninggalkan dia sendiri di apartemennya." Angel melirik ke arah Bianca. Di balas dengan senyuman di wajahnya.
"Udah, kalian pergi saja. Lagian aku tidak masalah di apartemen sendiri. Udah, kamu pergi saja." ucap Bianca. Dia berjalan pelan mendekati Angel. Mendekatkan tubuhnya dan berbisik pelan padanya.
"Lagian kamu juga harus mengucapkan terima kasih padanya. Dia ajak kamu keluar. Jadi terima saja." kata Bianca.
"Tapi.. "
"Ssstt.." Bianca menutup bibir Angel dengan telunjuk tangannya.
"Sudah menurut saja. Jangan pedulikan aku. Aku baik-baik saja. Lagian pergi hanya sebentar." lanjut Bianca.
"Baiklah, tapi kamu yakin kamu baik-baik saja di dalam apartemen sendiri."
"Gimana kalau aku minta teman aku jaga kamu. Dia pasti mau temani kamu di apartemen." ucap Giandra menawarkan.
"Em.. Tidak perlu." jawab Bianca menolak.
"Bianca, terima tawarannya. Ini demi aku. Jangan kamu buat aku khawatir denganmu nanti saat aku keluar." Angel mencoba membujuk Bianca.
"Angel.. Udahlah! Aku baik-baik saja."
"Nurut!" kesal Angel.
"Iya, baiklah! Terserah kalian saja."
Giandra menghela napasnya. "Baik, jadi intinya kamu mau pergi denganku malam nanti?" tanya Giandra memastikan lagi. Meski dirinya sudah tahu jawabannya.
"Iya, aku mau." jawab Angel.
"Tapi, sekarang aku bersihkan luka kamu. Dengan alkohol, dan sekalian di beri obat merah." Menatap ke arah tempat duduk di depan restoran itu. Dia beranjak duduk di luar sembari menikmati pemandangan siang hari di luar. Lalu lalang kendaraan di luar membuat Angel memilih duduk di luar restoran.
"Biarkan aku yang pesan makan untuk kalian. Kalian mau makan apa," ucap Bianca menawarkan kebaikannya. Dia tidak bisa melihat Angel yang terlalu dekat dengan Giandra.
"Apa saja, terserah kamu saja." jawab Giandra.
"Aku juga terserah kamu."
"Kamu tidak punya riwayat alergi makanan atau apapun, kan?" tanya Bianca memastikan jika Giandra bebas makan apa saja.
"Tidak ada!" jawab Giandra.
"Aku hanya minum air putih." lanjutnya.
"Oke, baiklah! Kalau kamu aku tidak perlu tanya lagi mau minum apa. Aku sudah tahu minuman kesukaan kamu." Bianca segera pergi dari sana. Membiarkan Angel dan Giandra berduaan.
"Bianca!" suara berat seorang laki-laki terdengar sangat lantang. Membuat Bianca menghentikan langkahnya. Dia perlahan menggerakkan kepalanya, melirik ke belakang. Dia melihat sosok laki-laki yang sangat familiar di matanya. Dia tersenyum sumringah. Sambil melambaikan tangannya.
"Kenapa ada dia lagi?" Bianca kembali menara kedepan. Dia mengerutkan wajahnya. Sembari berdesis kesal.
"Kenapa aku harus bertemu dia lagi dan lagi. Apa tidak ada laki-laki didunia ini selain dia. Apalagi jika laki-laki itu seperti Giandra. Kenapa harus laki-laki viktor itu terus yang menggangguku." gerutu Bianca, dia berdahak sembari. Menghentakkan kakinya menahan amarahnya.
Diego berlari menghampiri Bianca. Tepat saat sampai di belakang Bianca. Wanita itu mencoba melangkahkan kakinya. Langkahnya terhenti untuk kedua kalinya. Saat sebuah tangan menepuk pundak kirinya.
"Ada apa?" tanya Bianca. Dia mencoba untuk terlihat baik-baik saja. Bianca memasang wajah istrinya. Membalikkan badannya menatap tajam Diego.
"Apa kamu mau menggodaku, lagi?" tanya Bianca.
"Tidak! Aku hanya ingin ajak kamu makan bersama." ucap Diego.
"Maaf! Tapi, sepertinya tidak bisa. Karena aku sudah bersama dengan temanku." kata Bianca, menarik salah satu alisnya ke atas. Dia melipat kedua tangannya diatas dadanya.
"Baiklah, aku ikut dengan kamu." ucap Diego.
"Tidak! Tidak ada tempat lagi. Tempat duduknya hanya dua orang. Tidak ada lagi untuk orang lain." Bianca terus mencoba untuk mencari alasan. Sembari terus bergumam dalam hatinya.
Sialan laki-laki ini. Kenapa dia tidak berhenti terus mengikutiku. Apa yang dilakukan olehnya. Apa dia sengaja mendekatiku. Gerutu Bianca dalam hatinya.
"Bianca.. Kenapa kamu diam?" Diego mengibarkan tangannya tepat di depan wajah Bianca.
"Ada masalah?" tanya Diego.
"Ada." gertak Bianca tepat di wajah Diego. Membuat laki-laki itu terkejut.
"Kamu yang membuat masalah, kamu penyebab masalah dari semuanya. Apalagi sekarang kamu tahu banyak berita di internet tentang kita di lift. Semuanya membicarakan kita. Sungguh luar biasa kamu membuat berita ini. Apa maksud rencana kamu."
"Kejadian di lift bukan rencana ku. Lagian semua itu tidak sengaja. Mana mungkin aku aku menyebarkan berita itu. Aku tidak waras jika melakukannya. Aku bisa diminta menikah secepatnya oleh keluargaku Apalagi aku masih belum mau menikah. Aku belum menemukan pasangan yang cocok untukku. Apa lagi umurku yang masih muda. Tidak bisa aku bayangkan jika aku menikah muda." ucap Diego mencoba untuk menjelaskan semuanya.
"Aacch.. " Lupakan saja. "Kau tidak punya banyak waktu untuk terus berdebar dengan kamu. Aku mau makan, lagian Angel dan teman kamu itu sudah menunggu aku di luar. Bye.." Bianca mengibaskan tangannya, mengucapkan selamat tinggal pada Diego. Dia segera berjalan untuk memesan makanan. Sementara Diego terdiam, dia mengerutkan keningnya. Mencoba bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Siapa yang bersama Angel di luar. Teman, Teman siapa? Pertanyaan itu terus muncul di kepala Diego.
Smenetara Angel dan Giandra, mereka masih menunggu Bianca di luar. Angel mulai mengobati luka Giandra.
Giandra menggigit bibir bawahnya menahan rasa sakit saat luka itu mulai tersentuh obat. "Kamu gak papa," tanya Angel. "Apa aku terlalu kasar menyentuh tangan kamu?" tanya Angel.
"Tidak! Tidak! Sudah lakukan saja." ucap Giandra.
"Baiklah!" Angel terus mengobati luka Giandra. Sembari meniup pelan lukanya. Bianca tidak berhenti terus mengamati wajah cantik di depannya itu. Dengan rambut yang terurai panjang. Gaun yang terlihat anggun di tubuhnya. Dia bahkan tidak pernah memakai gaun yang menunjukan lekuk tubuhnya. Giandra menggerakkan kepalanya perlahan ke kanan dan kiri. Mengamati dari setiap sudut.
Kelembutan perhatiannya membuat hati Giandra mulai berbunga-bunga. Giandra mendekatkan wajahnya.
"Sudah!" ucap Angel. Saat dia mengangkat kepalanya. Tanpa sengaja bibir Giandra mengecup ujung kepala Angel. Mereka saling terkejut. Giandra menarik tubuhnya kembali menjauh. Sementara Angel, dia membulatkan kedua matanya. Sembari memegang ujung kepalanya.
"Apa yang kamu lakukan tadi. Kamu memberikan kecupan?" tanya Angel, yang semula ingin marah. Dia mencoba untuk menahan amarahnya.
"Maaf, Maaf! Aku tidak sengaja. Aku tadi hanya ingin melihat kamu. Tapi, aku tidak tahu jika kamu mengangkat kepalanya." ucap Giandra mencoba menjelaskan dia takut jika Angel marah dengannya.
"Maaf!" ucap Giandra yang tak hentinya merasa bersalah.
Angel yang melihat wajah Giandra yang sepertinya jujur dengannya. Dia hanya diam, tanpa berani banyak bicara. "Iya, tidak masalah! Lagian kamu tak sengaja." ucap Angel tersenyum tipis.
"Aku balik luka kamu dulu." ucap Angel, dia mulai membalut lukanya tadi dengan kain sobekan dari gaunnya.